Chapter 6

102K 4.6K 55
                                    

Aku berjalan keluar dari kelas terakhirku hari ini dengan perasaan lelah luar biasa, aku memilih berjalan sambil membaca jadwalku untuk beberapa hari kedepan saat aku menabrak dada seseorang, aku mendongakkan kepalaku untuk melihat wajahnya, ternyata laki-laki berwajah khas italia itu, dia tersenyum cerah padaku, aku membalas senyumannya lalu mengumamkan kata maaf sambil beranjak darinya,

"Aku membelikanmu kopi" katanya lagi sambil berbalik padaku, aku memiringkan kepalaku kemudian berbalik kearahnya,

"Oh.."

"Kau mau menerimanya?" tanyanya sekali lagi, astaga dia benar-benar terlihat sangat polos saat itu

"Apa kau mencampurkan sesuatu didalamnya?" gurauku sambil berjalan kearahnya lalu mengambil gelas berwarna kecokelatan yang dia sodorkan padaku

"Aku bisa mencicipinya untukmu, tapi aku berpikir kau akan mempertanyakan kesopananku." jawabnya singkat, jawaban itu membuatku tertawa lirih,

"Well, terima kasih kalau begitu." Kataku sambil berjalan bersamanya, atau setidaknya dia mengikuti aku berjalan saat itu.

"Apa aku terlalu menarik perhatian tadi pagi?" tanyaku, meminta pendapatnya tentang aksiku yang membuat Sarah Lordan yang terkenal jalang itu tidak bisa berkutik

"Ya, dan itu sangat keren!" katanya sambil meneringai padaku, saat aku melihat matanya, aku mulai berpikir sesuatu, mata itu sangat mirip dengan milik seseorang, astaga warna mata itu benar-benar familiar,tapi aku hanya tidak mengingatnya

"Ashley!!!" sebuah suara mengagetkanku, saat aku berbalik aku sudah melihat Sean yang sedang menerjang kerumunan untuk manghampiriku, dia terlihat sexy dan oh astaga marah. Saat dia ada didepanku dia mulai mengomeliku, aku melihat kesampingku dan melihat pemuda berwajah khas Italia itu sudah berjalan jauh dibelakangku,

"Kubilang untuk jangan pergi kemanapun sampai aku kembali!" omel Sean dan saat dia akan membuka suaranya lagi, dia melirik kopi yang sedang kubawa

"Kau bahkan sudah membeli kopi tanpaku!"

"Seseorang memberikannya padaku!"

"Apa?!, berikan padaku" kata Sean sambil menarik gelas kopi itu dariku lalu membuangnya ketempat sampah bahkan aku belum meminumnya

"Hei, kopi itu untukku"

"Dengar, kau tidak menerima kopi dilingkungan yang kau injak sekarang ini, tapi kau akan membelinya, apa itu cukup jelas untukmu?"

"Yeah, terserah!" kataku sambil berjalan menjauh darinya, belum sampai beberapa langkah dia sudah mencengkeram lenganku lalu membalik tubuhku untuk menghadapnya.

"Kau pikir kemana kau akan pergi" katanya sangat marah, kenapa dia  harus semarah itu hanya karena aku tidak menunggunya di kelas, ini benar-benar sangat menggelikan, aku tidak  habis pikir dengan jalan pikirannya saat itu.

"Sean, kuperingatkan kau, suasana hatiku sedang tidak baik hari ini, tolong jangan mempersulitnya!" kataku dengan nada menekan, hingga membuat dahinya mengernyit saat menatapku, dia kembali mempersempit jarak kami dengan lengannya yang berada  di pinggangku, dia menatap tajam kearahku dengan tatapan yang sangat sulit diartikan, aku sudah memerah sedari tadi, bukan hanya karena perlakuannya kepadaku, tapi juga karena semua orang telah diam-diam melirik kami, bahkan ada yang terang-terangan menatap.

"Biar kuberi kau 3 pilihan sayang, pilihan pertama, masuk kemobil sambil memegang tanganku, pilihan kedua, aku akan mengangkat tubuhmu dan memasukkannya kedalam mobil, dan yang terakhir aku akan menciummu habis-habisan disini dan akan kuseret kau masuk kemobilku dengan paksa, coba kita lihat pilihan mana yang akan kau pilih."matanya berkilat tajam saat menatapku, saat aku melihatnya aku baru sadar matanya begitu indah, sialan!.

Aku mengerjapkan mataku sekali lalu aku merasakan dia merenggangkan cengkeramannya di pinggangku untuk memberikanku pilihan, matanya bersinar penuh kemenangan saat aku memutuskan untuk menggenggam jemarinya yang kuat, dia tersenyum sambil mengecup pipiku yang masih merona karena marah, lalu membawaku dengan bangga menuju Lamborghini terbarunya, dia membuka pintunya untukku dan mempersilahkanku masuk, sebelum seseorang memanggilnya, kupikir itu temannya, yah dia memang gengnya, karena mereka melakukan tos layaknya anak SMA, benar-benar kekanakan pikirku dalam hati, dia mengetuk kaca mobilnya dan aku membukanya setengah tanpa menatapnya, dia terdengah mendesah keras sambil menatapku, tapi aku tetap tidak menatapnya.

"Kau keberatan jika aku berbicara sebentar dengan teman-temanku?."

"Tidak!" jawabku ketus

"Aku tidak akan lama, nyalakan musiknya jika kau bosan."

"Cepatlah, mereka sedang menunggumu" kataku sambil mengangguk kearah teman-temannya, yang sedang mencuri pandang kearah kami.

"Tutup kacanya, aku tidak suka mereka memandangimu" katanya dengan nada menuntut dan otoriter, dia menunggu sampai aku menutup jendelanya lalu dia berjalan kearah teman-temannya.

Setelah beberapa lama menunggu akhirnya dia menyelesaikan urusannya dengan teman-temannya dan masuk kedalam mobil, aku menghela nafas berat lalu menatapnya,

"Sekarang bisakah kita pulang?" tanyaku padanya yang masih memasang sabuk pengamannya.

"Tidak, kita akan belanja, kita akan pergi kepesta untuk nanti malam" katanya enteng sambil meninjak gas menuju pusat perbelanjaan milik ayahnya. Dia membawaku ke sebuah butik ternama dan menyuruhku memilih baju manapun yang aku suka, dan kemudian dia meninggalkanku untuk beberapa urusan disini, mungkin dia akan menemui direktur pusat perbelanjaan yang sangat mewah ini karena perintah ayahnya, well, aku sama sekali tidak perduli akan hal itu.

Aku berkeliling dan melihat-lihat baju yang akan kupakai nanti, banyak sekali gaun indah yang ada disini, aku bingung mana yang harus kupilih, tapi ketika aku melihat gaun berwarna keemasan, persis seperti warna Camphange, aku langsung jatuh cinta pada gaun itu, tanpa pikir panjang aku langsung saja memilihnya, aku juga mencari sepatu yang cocok dengan gaun itu dan akhirnya aku memilih stiletto berwarna krem dengan pita berwarna senada di sisi sepatu itu, ini akan jadi sempurna saat Sean melihatku nanti.

"Kau sudah selesai?" tanya Sean padaku saat dia kembali, aku mengangguk padanya dan Sean segera meminta pelayan tadi membungkusnya untukku, Sean mengeluarkan kartu American Express berwarna hitam dari dompetnya dan mengulurkannya pada pelayan tadi, pelayan tadi sedikit tersipu saat tatapannya bertemu dengan Sean, oh astaga, aku bahkan tidak bisa tahan untuk tidak memutar mataku padanya saat pelayan itu mulai bermain mata pada Sean. Tanpa banyak bicara aku langsung berbalik dan berjalan meninggalkan mereka. Tak lama kemudian aku sudah merasakan telapak tangan mencengkeram lenganku.

"Sudah kubilang berapa kali untuk tidak meninggalkanku!"

"Aku hanya memberi pelayan itu keleluasaan untuk menggodamu!" seruku sambil mencoba melepaskan cengkeramannya pada lenganku yang mulai terasa nyeri.

"Kau menyakitiku Sean!"

"Kau ingin aku tidak menyakitimu?, kalau begitu jangan menentangku!" balas Sean dengan tajam, alih-alih melepaskan lenganku dia malah melingkarkan lengannya di pinggangku dan menarik tubuhku kearahnya. Aku hanya menghembuskan nafasku keras-keras saat aku harus berjalan seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta, belum lagi tatapan para pegawai yang menatap kami dengan tatapan ingin tahu mereka, tentu saja mereka tahu pria yang sedang merangkulku saat ini adalah pewaris tunggal kerajaan bisnis ayahnya.

"Kemana kita akan pergi?" tanyaku saat mobil melaju melewati apartemenku

"Bandara, pestanya akan diadakan di Miami"

Forever MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang