Hal berikutnya yang aku tahu adalah aku telah berada diatas ranjang Sean diapartement, aku sangat terkejut saat itu, tapi aku berusaha mengingat-ingat kembali tentang apa yang sebelumnya telah terjadi. Kepalaku tiba-tiba saja terasa sangat pening ketika aku mengingat kekacauan yang terjadi pada hari ini. Aku membuka selimutku dan telah mendapati pakaianku telah diganti dengan pakaian tidurku, pasti Sean yang telah melakukannya, tapi saat ini aku tidak bisa menemukannya di kamar, jadi aku memutuskan untuk mencarinya. Aku berjalan bertelanjang kaki kearah ruang tengah dan mendapatinya sedang berdiri di dekat dinding kaca, dia hanya diam sambil memandang kearah pemandangan kota New York di pagi buta, dia masih mengenakan kemeja yang tadi dia pakai, tangannya masih memegang botol minuman keras yang tadi dia minum, aku mengerutkan dahiku lalu berjalan mendekatinya. Setelah aku cukup dekat dengannya, aku melingkarkan lenganku dipinggangnya dan memeluknya dari belakang, aku menjulurkan kepalaku agar bisa bersandar pada cekungan antara bahu dan lehernya, dia yang menyadari kehadiranku langsung menengok untuk melihatku. aku tersenyum padanya lalu mengecup sisi lehernya dengan ciuman lembutku.
"Bisakah kita kembai ketempat tidur?" aku berkata tapi tetap memeluknya dengan erat, tangannya terulur untuk membelai wajahku dan aku menyambutnya dengan kehangatan.
"Aku ingin tetap disini" dia berkata dengan lembut lalu kembali meminum minuman beralkohol yang masih ada ditangannya itu.
"Kalau begitu ayo kita mabuk bersama" aku melepas pelukanku darinya dan meraih botol itu dari tangan Sean, aku berdiri menantang dihadapannya lalu meminum minuman menjijikkan itu dengan gila-gilaan, aku langsung menegaknya banyak-banyak hingga aku merasakan sakit di tenggorokanku daan mulai merasakan pusing dikepalaku. Aku berhenti sejenak lalu kembali melanjutkan meminumnya sampai aku merasakan Sean mengambil botol itu dariku dan menjauhkannya.
"Berikan padaku!" aku membentaknya sambil berusaha merebut botol itu dari genggamannya, saat itu aku bahkan masih melihat luka dipunggung tangannya, luka itu terlihat merah dan sedikit bengkak.
"Tidak!" dia menjawab dengan tegas sambil menatap mataku dengan tatapan bahwa dia sedanng tidak main-main, aku melihat tatapan itu dan merasa bahwa dia sedang menganggapku sebagai anakkeciil yang sedang merengak untuk mendapatkan sesuatu, tapi akan kutunjukkan bahwa aku bukan anak kecil. Jika dia ingin wanita yang malu-malu dan penurut maka akan kubuat dia menyadari jika dia telah salah memilihku.
Aku berpaling darinya dan berjalan kearah dapur dan kulihat dia mengikutiku dengan langkah pelan,tanpa pikir panjang aku membuka lemari tempat penyimpanan wine dan aku meraih salah satunya, entah apa merk yang ada di permukaan botolnya aku tidak perduli, yang perlu aku lakukan saat ini hanyalah cepat-cepat membuka tutup botolnya dan aku berhasil melakukannya. aku kembali meneguknya tanpa menghiraukan Sean yang sedang menatapku dengan ekspresi yang sangat terkejut, aku tersenyum dalam hatiku ketika aku mendapati ekspresi itu ada pada Sean.
"Hentikan!" dia membentakku sambil menyingkirkan botol itu lalu memecahkannya dilantai hingga semuanya semakin berantakan dan basah.
"Baiklah Mr Blackstone yang terhormat, semua wanita memang harus bertekuk lutut padamu" aku mulai kehilangan kendali saat itu, aku bahkan tidak bisa menyaring kata-kata yang keluar dari mulut sialanku ini.
"Ashley...jangan"
"Aku mengerti Sean!, hanya saja kau bersikap seperti seorang bajingan hari ini" aku berkata sambil mengusap airmataku yang mengalir di pipiku dengan kasar.
"Aku..."
"Aku perlu waktu" aku menghindar darinya dan berlari menuju kamarku bukan kamarnya yang biasanya aku tiduri, aku membuka pintunya dengan kasar lalu membanting pintu itu dengan keras pula, aku menangis diatas ranjang hingga aku lelah dan kembali tertidur. Aku terbangun ketika matahari mulai membelai wajahku, rasa hangat itulah yang membuatku terbangun. Aku membuka mata dan aku sadar bahwa aku telah kembali pada kamar Sean, dan disebelahku ada dirinya yang masih memejamkan matanya, wajahnya terlihat sangat lelah, lengan dan kakinya melilitku seperti tanaman menjalar. Aku mengusap wajahnya untuk membuatnya terbangun dari tidurnya, dan aku menyingkirkan tanganku ketika dia telah membuka matanya. Aku melihat mata berwarna gelap itu menatapku dengan penuh cinta dan kehangatan, sepertinya ia telah kembali menjadi dirinya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Mine
Romance"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya lekat-lekat. "Itu adalah cara yang ampuh, aku dibesarkan dengan cara itu, jadi jangan salahkan aku!" geramnya sambil mencengkeram setir mobi...