"Lakukan dengan perlahan Ash" Ujar Sean saat aku memakan makananku. Aku bersyukur ketika Sean memesankan sarapan untukku, dia bahkan tidak menunggu ijin dari Dr Mallory sebelum meletakkan sarapan di depanku. Perawat yang masuk untuk memeriksaku terkejut ketika melihat makanan tapi mereka tahu lebih baik untuk tidak berkata apapun pada Sean.
"Ashley, aku bilang perlahan lahan" kini Sean meraih garpuku dan beralih menyuapkan telur orak arik dengan perlahan.
"Aku tahu kau lapar, tapi kau akan tersedak sayang, tolong berhati hatilah" dia kembali menyuapkan beberapa potong telur lagi hingga tidak ada sisa lagi di piring.
"Apa kau masih merasa lapar sayang?, aku bisa memesankannya lagi jika kau mau" tanyanya sambil menyelipkan beberapa helai rambut ke telingaku, aku menggeleng lalu kembali berbaring di tempat tidur.
"Kau tetap tidak akan bicara padaku?" dia menghela nafas panjang saat tidak mendapatkan respon dariku.
"Maafkan aku Ashley, katakan padaku apa yang harus kulakukan dan aku akan melakukannya" tatapannya terlihat sangat menyedihkan saat dia membungkuk untuk mencium pelipisku.
"Sampai kapan kau akan menghukumku Ash?" aku kembali merasakan kelembaban di wajahnya dan menemukan air matanya lagi, jadi aku mengusap airmata dari pipinya dengan telapak tanganku.
"Aku menanyakan hal ini lagi padamu Sean, dan ini akan jadi terakhir kalinya aku akan bertanya" aku tidak bisa mencegah getaran suaraku ketika aku mengatakannya, kini perhatian Sean terarah kepadaku, kedua tangannya meraih tanganku dan menggengamnya dengan erat.
"Satu pertanyaan lagi dan kau akan mengakhiri penderitaanku?"
"Ya Sean, hanya satu pertanyaan dan kita akan mengakhiri semuanya"
"Baiklah sayang" Sean tersenyum lalu mengecup puncak kepalaku beberapa kali, aku menjauhkan diri dari Sean untuk menjernihkan pikiranku, karena apa yang akan aku tanyakan akan menentukan jalan hidup kita.
"Apa kau akan melakukan tes DNA anak itu?" saat aku menanyakan hal itu, mata Sean dipenuhi kilat amarah, dia balas menatap kedua mataku dan meraih daguku.
"Tidak, kenapa aku mau melakukan hal yang membuatmu memiliki lebih banyak alasan untuk tidak menginginkanku" Dia mengatakan hal itu seolah bukan masalah besar, seolah itu tidak menyangkut kehidupan orang lain, bagi Sean kehidupan hanyalah hitam dan putih dan mungkin bagi ibuku juga seperti itu. Tapi bagiku semua tidaklah sesederhana itu, bagiku pemikiran seperti Sean dan Ibuku akan menghancurkan hidup beberapa orang, dan mereka bahkan tidak menyadari hal itu, atau mungkin menolak untuk perduli.
"Ashley, lihat aku" cengeraman Sean di daguku mulai terasa mengganggu, sentuhannya tidak lagi terasa hangat, tindakannya juga tidak lagi membuatku merasa aman, semuanya terasa asing untukku. Aku bahkan tidak tahu lagi siapa yang harus ku benci, apakah aku harus membenci diriku sendiri karena telah mencintai Sean, ataukah aku harus membenci Sean karena telah membuatku mencintainya. Kurasa kini semuanya tidak lagi penting karena satu hal yang aku tahu pasti adalah kita berdua sudah jatuh cinta.
"Tidak masalah apa yang wanita itu katakan, karena bagiku satu satunya anak yang kumiliki akan berasal darimu, saat itulah aku akan menyebutnya anakku, anak kita"
"Baiklah Sean" aku hanya mengatakan dua kata itu karena aku tahu berapa kalipun kita berdebat tidak akan pernah mengubah jalan pikirannya, satu hal yang masih tidak dia mengerti adalah bahwa aku mengerti bagaimana rasanya tidak diinginkan oleh orang tuaku. Sean tersenyum tangannya beralih menangkup sisi wajahku dan mengecup bibirku dengan lembut.
"Terasa hampir selamanya sejak terakhir kali kau membiarkanku mengecup bibirmu, aku sangat merindukanmu Ashley" Sean menyandarkan dahinya pada bibirku dan menahannya tetap seperti itu selama beberapa saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Mine
Romance"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya lekat-lekat. "Itu adalah cara yang ampuh, aku dibesarkan dengan cara itu, jadi jangan salahkan aku!" geramnya sambil mencengkeram setir mobi...