Sean tidak mengatakan apapun lagi selain membawaku kedalam penthouse dengan langkah yang lebar, aku kesulitan berjalan kerena harus menyamai langkah panjangnya itu. Setelah sampai di penthouse dia menyeretku ke dalam kamar, nuansa gelap langsung terasa. Dia menarikku hingga berhadapan dengannya. Matanya menatap mataku dengan tajam.
"Jelaskan padaku" dia berkata padaku dengan nada terukur dan begitu terkendali meskipun aku tahu emosi sedang meledak-ledak dalam dirinya.
"Melisa memberitahuku aku diundang untuk makan siang, tapi ini semua keinginanku untuk datang,kumohon jangan salahkan dia" aku berkata, dan dia menghela nafas dengan berat dan penuh kontrol.
"Sudah kukatakan untuk tetap di tempat tidur" dia berkata lagi dan aku mulai kesal karenanya.
"Kau tidak bisa memerintahku Sean, aku bukan budakmu!" aku berkata dengan nada tinggi padanya, aku bahkan tidak percaya aku baru saja mengatakan hal itu padanya.
"Dimana cincinmu?!" dia mulai berkata keras padaku ketika dia menyadari tidak ada cincinnya yang melingkar di jarinya.
"Aku meninggalkannya karena aku takut menghilangkannya" aku berkata dengan jujur, setelah membaca majalah itu aku menjadi takut untuk memakainya.
"Kau takut menghilangkannya?!" dia berkata seolah alasanku tadi adalah sesuatu yang menjijikkan dan tidak pantas untuk ku katakan.
"Ya, aku takut!" aku berujar lebih keras darinya.
"Dengarkan aku baik-baik!, jika kau menghilangkannya maka aku akan membelikan satu lagi untukmu, percayalah... aku sanggup membeli lebih dari itu Ash!, hanya satu yang kubutuhkan, aku hanya butuh cincin sialan itu melingkar di jarimu agar orang lain tahu jika kau adalah milikku!!! " dia membentakku dan aku gemetar karenanya.
"Demi tuhan!, aku milikmu Sean, aku sepenuhnya milikmu, hal sialan apa yang sebenarnya kau takutkan!" aku berteriak padanya sambil memasuki walk in closet, aku tahu dia mengikutiku.
"Jaga mulutmu Ashley" dia berujar dengan tenang tapi nadanya penuh dengan penekanan, dan tanpa sadar aku mendengus dan memutar mataku padanya. Aku melepas pakaianku dan meletakkannya sembarangan lalu meraih salah satu kaus milik Sean dan memakainya dengan cepat.
"Aku mulai muak mendengar hal itu!" aku berbalik dan berjalan melewatinya untuk masuk ke dalam tempat tidur sebelum Sean meraih tanganku dan menyentaknya hingga aku menghadapnya.
"Apa kaubilang?" dia mendesis ketika menanyakannya, aku menatap matanya dengan berani dan tidak membiarkan sedikit keraguanpun menyelimutiku.
"Ya, aku muak!, aku muak mendengar kau yang selalu mengatakan untuk menjaga kata-kataku, aku muak dengan Melisa yang selalu mengatakan bahwa aku harus menjaga sikapku!, karena kau tahu apa?!, karena kau dan Melisa takut jika aku menodai nama keluarga Blackstone yang hebat itu!" aku menarik nafas panjang ketika aku meluapkan isi pikiranku lalu aku tersadar, Sialan!... apa aku baru saja mengatakan hal itu padanya?, aku meruntuki diriku sendiri dalam hatiku. Aku memejamkan mata sejenak lalu melepaskan tangannya yang mencengkeram lenganku denga kuat hingga menyisahkan bekas kemerahan disana.
"Seberapa hebat sebenarnya keluarga Blackstone itu?!, apakah kalian setara dengan dewa?, bersikap seolah-olah sempurna di dunia ini, biar kuberitahu kau sesuatu Sean, tidak ada yang sempurna didunia ini!, tidak kau atau Melisa!, dan kau tidak bisa mengharapkanku untuk menjadi sempurna, karena aku tidak akan pernah bisa" aku berkata sambil menahan air mataku yang memaksa untuk keluar.
"Aku tidak pernah mengharapkanmu untuk menjadi sempurna, karena bagiku kau adalah kesempurnaan, aku membutuhkanmu dan aku tidak bisa membagimu dengan orang lain, memikirkanmu bersama pria lain membuatku tersiksa, rasanya sangat menyakitkan, disebelah sini" tangannya terangkat untuk menangkup jemarinya dan meletakkannya di dadanya, tepat dimana jantungnya berada, aku bahkan merasakan jantung itu berdetak kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Mine
Romance"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya lekat-lekat. "Itu adalah cara yang ampuh, aku dibesarkan dengan cara itu, jadi jangan salahkan aku!" geramnya sambil mencengkeram setir mobi...