Vano duduk termenung. Di depannya, teman-temannya sedang menatapnya tidak habis pikir. Mereka sekarang berada di basecamp Black Eagle tepat sehari setelah Vano melamar Keysha.
“Lo sadar nggak, sih, sama apa yang lo lakuin? Lo ngelamar Keysha! Itu artinya lo yang harus nikah sama dia dan jadi bapak dari anak yang dia kandung.” Fajar menatap Vano gemas. Sungguh dia tidak habis pikir dengan apa yang Vano lakukan kemarin.
“Gue sadar. Gue juga tahu apa akibat dari perbuatan gue,” balas Vano dengan menunduk, tidak berani menatap Fajar yang sedang menatapnya tajam.
“Kalau lo sadar, kenapa lo malah ngelakuin itu?”
“Gue cuma nggak mau keluarga Keyla malu.”
“Tapi, nggak gitu juga caranya, Van. Lo bisa bantu dengan cara lain. Nggak sampai harus ngelamar Keysha juga.” Gerald ikut bersuara.
“Saat itu, cuma cara itu yang muncul di otak gue, Ge.”
Gerald memutar bola matanya jengah. Jika tidak bisa berpikir sendiri, seharusnya Vano mengajak diskusi teman-temannya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan yang sangat besar dalam hidupnya. Bahkan orang tua Vano kaget saat mengetahui Vano datang ke acara pertunangan sebagai tamu, tapi pulang sebagai tunangan orang. Mereka marah karena Vano tidak mengundang mereka di hari bersejarahnya. Padahal Vano bertunangan tanpa rencana. Semuanya terjadi secara dadakan.
“Lo sebenarnya sukanya sama Keyla atau Keysha, sih?” tanya Ardian.
“Ya, Keyla lha.”
“Kalau lo sukanya sama Keyla, harusnya yang lo lamar itu Keyla bukan Keysha.” Fajar menatap Vano kesal. Gerald sudah duduk anteng di tempatnya, sekarang ganti Fajar yang terpancing emosi.
“Kata Gerald, cinta nggak harus memiliki.”
Ucapan Vano membuat semua orang yang berada di dalam ruangan itu menatap Gerald. Mereka curiga Gerald mengajarkan yang tidak-tidak pada Vano.
Gerald berdehem salah tingkah. “Kalau lo lupa, gue juga ngajarin lo buat merjuangin cinta, bukan malah nyerah kayak gini.”
“Gue nggak nyerah, Ge. Gue cuma nggak tega lihat Keysha dipermaluin. Lihat dia sedih terus karena kelakuan brengsek mantan pacarnya.”
Vano mengambil nafas lalu melanjutkan ucapannya. “Lo bayangin kalau gue nggak maju dan lamar dia, gimana perasaan dia dan keluarganya! Mereka pasti malu. Udah dikecewain, dibuat malu, dibikin nangis. Gue nggak tega lihat Keysha harus ngerasain itu semua, Ge. Dia terlalu baik buat ngerasain perlakuan jahat kayak gitu.”
Semua terdiam. Mereka tahu niat Vano baik. Saking baiknya Vano sampai mengabaikan perasaannya sendiri. Mereka hanya tidak ingin Vano salah mengambil langkah. Namun jika Vano kemarin tidak melamar Keysha, mungkin perempuan itu akan semakin hancur sekarang.
Panggilan dari Keysha membuat Vano sedikit menjauh dari teman-temannya. Dia mengangkat telepon Keysha di ruangan yang berbeda.
Tidak lama kemudian Vano kembali. Dia langsung memasukkan rokoknya ke dalam saku dan menyambar kunci motor yang berada di atas meja.
“Gue pergi dulu. Keysha lagi pengen makan Ban-Ban,” pamitnya lalu melangkah pergi sembari memakai jaketnya.
“Vano yang malang. Nggak pernah pacaran langsung tunangan, sama perempuan hamil pula,” gumam Fajar menatap kepergian Vano dengan tatapan kasihan.
“Gue nggak nyangka Vano sebaik itu. Padahal seingat gue dia selalu diajarin Ardian kejelekan.”
“Sialan lo, Ge!” protes Ardian tidak terima dengan tuduhan Gerald.
“Bodoh!” Satu kata yang keluar dari mulut Davian itu mampu membuat teman-temannya mengalihkan pandangan ke arahnya.
“Vano bodoh!” jelas Davian sedikit lebih lengkap.
Semuanya manggut-manggut. Mereka kira Davian sedang menghina salah satu di antara mereka, ternyata dia menghina Vano. Kalau seperti itu, tidak ada yang perlu dipermasalahkan.
🍞🍞🍞
Vano memarkirkan motornya di halaman rumah Keysha. Dia segera masuk dengan membawa roti kebanggaannya. Di depan pintu dia tidak sengaja bertemu dengan Yulia yang hendak keluar.
“Eh, Nak Vano. Ayo silahkan masuk! Keysha ada di dalam.” Yulia tersenyum ramah. Tentu dia akan bersikap ramah pada calon menantunya yang menyelamatkannya dari rasa malu.
Vano mengangguk dengan tersenyum tipis. “Kalau gitu saya masuk dulu, Tan.”
Vano masuk setelah mendapat anggukan dari Yulia. Dia menghampiri Keysha yang sedang menonton tv dengan Bakti. Tidak terlihat adanya Keyla di antara mereka.
“Key, ini aku bawain pesanan kamu. Ban-Ban rasa keju kan?”
Keysha mengangguk antusias. Dia menerima kantong plastik yang diulurkan Vano dengan tersenyum bahagia.
“Makasih, Kak.”
Vano balas tersenyum. “Sama-sama.”
“Bawa masuk dulu rotinya, Key! Papa mau bicara berdua sama Vano.”
Keysha menatap papanya menyelidik. Dia penasaran dengan apa yang akan papanya itu bicarakan pada Vano.
“Tenang aja, Papa nggak akan apa-apain tunangan kamu kok.” Bakti tertawa geli melihat respon anaknya.
Keysha mengangguk dan meninggalkan Vano bersama papanya.
“Ayo duduk, Van,” suruh Bakti saat melihat Vano hanya berdiri saja dengan gugup.
“I-iya, Om.”
Vano mengambil duduk sedikit jauh dari Bakti. Duduknya tidak sesantai biasanya karena kegugupan sedang menguasainya. Ternyata seperti ini rasanya berhadapan dengan calon mertua.
“Nggak usah tegang gitu, Van. Santai aja.” Bakti terkekeh melihat Vano yang terlihat tegang.
Vano tersenyum kaku. Jiwa petakilannya seketika menguap. Dia benar-benar mati gaya sekarang. Andai Ardian tahu, pasti dia akan menertawakan Vano.
“Jadi, sejak kapan kamu dan Keysha saling kenal? Jujur saja, Om nggak pernah lihat kamu main ke rumah soalnya.”
“U-udah lama, Om. Sejak saya satu kelas dengan Keyla. Waktu itu Keysha masih kelas tiga SMP,” jelas Vano.
Bakti manggut-manggut mengerti. Dia tidak menyangka ternyata Vano dan Keysha sudah kenal sangat lama, tapi anehnya dia belum pernah bertemu Vano sama sekali.
“Sebelum ini hubungan kalian seperti apa? Apa kalian emang udah dekat?”
Vano menggeleng. “Saya dan Keysha cuma berteman biasa, Om. Saya sebelumnya hanya menganggap Keysha adik saja.”
Bakti menghela nafas. Sorot mata tegasnya meredup.
“Om berterima kasih sama kamu karena kamu menyelamatkan keluarga Om dari rasa malu. Tapi, kalau kamu emang melamar Keysha karena itu, lebih baik kamu tinggalin dia sebelum semuanya semakin jauh. Kamu tahu kan kondisi Keysha sekarang bagaimana? Rasanya nggak mungkin kalau laki-laki mapan seperti kamu mau menerima Keysha yang sedang hamil anak laki-laki lain. Kamu pantas mendapatkan perempuan yang masih gadis.”
Bakti berkata seperti itu bukan karena dia tidak sayang dengan anaknya, tapi karena dia sangat menyayangi Keysha. Dia tidak ingin Keysha dikecewakan dua kali. Bakti juga merasa Vano laki-laki yang baik dan pantas mendapatkan perempuan yang lebih dari Keysha.
“Nggak, Om. Saya dulu pernah menyukai Keysha, jadi kemungkinan buat saya bisa menyukainya lagi cukup besar. Saya akan menerima dia dan anak yang sedang dia kandung.”
Senyum lega terbit di bibir Bakti. Dia bisa melihat kesungguhan dalam ucapan Vano.
“Kalau gitu kamu lusa harus ikut liburan sama keluarga Om ke Bali,” putus Bakti.
“T-tapi, Om--”
“Kamu youtuber kan? Kamu bisa buat vlog juga di sana. Ajak kameramen kamu juga.”
“I-iya, Om.”
🌻🌻🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
KEVANO [TERBIT]
Romance( TERSEDIA DI GRAMEDIA ) *Spin Off Antara Fajar Dan Senja "Nggak dapat adiknya, kakaknya juga boleh." Seperti itulah yang terjadi pada Revano Ardianto, sang Youtuber terkenal. Cinta masa remajanya yang bertepuk sebelah tangan pada Keysha membuatnya...