18🕊️

221 20 9
                                    

ASSALAMUALAIKUM

SATU KATA BUAT CERITA INI?

*****

Tania pulang ke rumah dengan suasana hati yang buruk. Tak bisa digambarkan lagi seburuk apa hatinya sekarang. Dia juga merasa jalan hidupnya sangat menyedihkan, tak seberuntung orang-orang.

Jalan takdir Tania mungkin sudah seperti ini. Merasakan betapa sakitnya dianggap orang lain oleh suami sendiri dan suaminya lebih memilih bersama Bunga yang jelas bukan siapa-siapa dan hanya mantan. Daripada dirinya yang memiliki status istri Dito. Apa orang amnesia sebegitu buruknya? Sampai tidak punya hati.

Mungkin benar apa kata bunda. Dito harus dimaklumi dengan keadaannya sekarang. Tapi yang jadi pertanyaan sekarang, apa Tania sanggup memberikan pengertian kepada Dito? Terus sampai kapan Tania harus kaya gini?

Satu pesan masuk, dan Tania langsung membuka pesan itu tanpa melihat siapa pengirimnya.

Temui saya di cafe Amara jam 5 sore!

Benar saja Tania langsung bersiap-siap menuju cafe Amara seperti yang dichat tadi. Tapi tunggu dulu, siapa pengirimnya?

Tania kembali mengecek ponselnya, di sana terlihat kalau Tania tidak menyimpan nomor orang itu. Lalu kenapa orang itu meminta bertemu dengan Tania? Apa dia orang baik atau malah ada niat jahat?

Gimana kalau dia orang jahat. Tania takut menemui orang itu sendiri kalau begini. Dia harus ada teman untuk pergi. Kalau gak Tania bisa mati di tempat nanti.

Salah satu jalan Tania mengajak Hanna untuk pergi bersamanya. Menemani ke Cafe Amara. Letaknya tak begitu jauh dengan rumah Hanna, lumayan satu arah untuk menuju cafe itu.

Dia langsung menghubungi Hanna, kemudian otw ke rumah Hanna.

*****

Di cafe Tania harus menunggu lama di dalam. Jam menunjukkan pukul 16.50, artinya Tania harus menunggu kurang lebih sekitar sepuluh menit lagi di sana. Rasa campur aduk dirasakan oleh Tania. Antara bingung dan takut. Bingungnya Tania kenapa menuruti permintaan yang bahkan Tania tidak tahu siapa orangnya dan juga kenapa Tania tadi tidak sempat menanyakan siapa orang itu, dan malah langsung pergi begitu saja ke Cafe. Makhluk apa yang merasuki Tania sampai sebegitu begonya.

Sekarang tanggung sendiri Tania sudah ada di sana menunggu sosok itu datang. Rasa takut sampai saat ini masih ada. Untung saja Hanna ada menemaninya meski beda meja. Karena Hanna memang Tania suruh supaya agak menjauh takutnya privasi.

Tania menikmati kentang goreng yang sempat ia pesan tadi. Sambil menunggu orang itu sambil ngemil, agar gak lapar.

"Maaf lama," ucap orang itu yang baru saja datang.

Tania menoleh ke arah orang itu. "Kak Dito?" tanya Tania. Jadi orang itu Dito ternyata. Tapi kenapa nomor telfon nya ganti?

"Langsung ke topik. Kamu buat apa memberikan saya sepatu?" tanya Dito langsung ke poin.

Tania yang ditanya merasa aneh. Sepertinya ia tak pernah memberikan sepatu apalagi beli. Apalagi akhir-akhir ini Tania kalau sepulang sekolah selalu di rumah mengerjakan tugas sekolah. Dan tak ada waktu untuk keluar, kalau memang itu tak terlalu penting baginya.

"A-aku gak pernah memberikan kamu sepatu," ucap Tania jujur. Memang itu faktanya, dia tidak memberikan sepatu kepada Dito.

"Lalu ini apa?" Dito menunjukkan sebuah kotak sepatu. "Di surat ini jelas terdapat nama kamu pengirimannya. Lalu siapa lagi kalau bukan kamu yang mengirimkan? Hantu?" ucap Dito menekan.

"Tapi beneran aku gak kirim," ucap Tania yang masih kukuh dengan ucapannya.

"Gak usah bohong, saya benci orang pembohong. Sekarang sekali lagi saya tanya, buat apa kamu memberikan sepatu ini?" tanya Dito lebih meningkatkan nada bicaranya.

"Bukan aku!" ucap Tania cepat. Dia bener kalau ditanya pertanyaan itu tidak akan bisa menjawab karena memang itu bukan dari Tania.

"Terserah kamu mau mengakui apa tidak, yang penting saya tidak membutuhkan ini. Jadi saya kembalikan," ucapnya lalu pergi dari cafe itu.

Apa rasa bencimu sangat besar. Sampai-sampai barang pemberian yang terdapat namaku padahal bukan aku, kamu tolak. Meskipun bukan barang dari aku, rasanya sakit melihat barang itu kamu tolak. Apalagi barang yang beneran aku kasih ke kamu. Pasti akan kamu tolak mentah-mentah kan? Tania berpikir seperti itu.

Hanna yang dari kejauhan melihatnya merasa bersalah. "Ini gara-gara gue," ucapnya.

Kemudian Hanna menghampiri Tania yang menatap sendu ke arah sepatu itu. Dengan perasaan yang kacau juga. Setiap hari hati Tania akan buruk kalau ingatan Dito belum kembali. Bawaannya makan hati terus.

"Tan," panggil Hanna. Tania menoleh, "Aku salah apa sih, Han?" tanya Tania sedih.

"Lo gak salah, gue yang salah." Penuturan Hanna membuat Tania bingung.

"Maksudnya?" tanya Tania.

"Gue yang kirim sepatu ini buat Pak Dito dan pakai nama lo. Tujuan gue supaya Pak Dito ingatannya kembali. Lo kan pernah cerita ke gue kalo Pak Dito seneng banget pas Lo kasih sepatu," ucap Hanna sedikit flashback. Tapi Tania menepisnya, dia tidak mau mengingat masa lalu kalau bisa membuatnya menangis. Buat apa menangis?

"Tapi kenapa?" tanya Tania.

"Gue cuma mau bantu Lo. Maaf banget kalo cara ini gagal," ucap Hanna merasa bersalah. Karena dirinya, Tania jadi kena marah dengan Dito. Padahal itu bukan salah Tania sedikit pun. Tania juga sama sekali tidak tahu soal rencana Hanna.

"Gak masalah, aku hargai kerja keras kamu buat bantu aku. Tapi besok lagi bilang sama aku dulu ya," ucap Tania seperti biasa. Lemah lembut, tanpa nada kasar. Kecuali kalau sedang marah. Tapi kali ini Tania tidak akan marah dengan Hanna.

Tak mungkin juga Tania marah dengan apa yang sudah dilakukan Hanna. Hanna sudah membantunya, sampai rela menggunakan uangnya buat membeli sepatu. Yang sekarang sepatu itu hanya terbuang sia-sia.

"Kita cari cara lain ya," ucap Hanna.

"Iya, tapi apa? Susah kalau harus mengembalikan ingatan Kak Dito, yakali harus jedorin ulang kepalanya," ucap Tania ngawur.

Lalu Tania menyeruput minumannya. Sambil menatap sekeliling tempat duduknya saat ini.

"Nah itu, kita buat kepala Pak Dito kebentur ulang," ucap Hanna.

"Ha? Kalau malah semakin parah gimana?" tanya Tania sedikit was-was dengan usulan Hanna.

Hanna seperti berpikir sejenak. Memang harus Hanna berpikir suapaya tidak terjadi hal-hal yang enggak diinginkan saat melakukannya.

Apalagi Tania tahu kalau kepala kebentur resikonya banyak sekali. Iya kalau hanya sedikit resikonya, kalau enggak? Makin parah juga. Gak bisa bayangkan Tania.

Rasa bersalah pasti akan menghantui Tania kalau terjadi apa-apa dengan Dito. Lagipula kenapa Tania tadi bisa bilang seperti itu sih? Jadinya kan Hanna mengusulkan hal itu. Tapi niat Tania tadi hanya bercanda. Runyam!

"Gampang," jawab Hanna, ia meremehkan hal itu. Padahal Tania sangat ketakutan kalau gagal.

"Ca-caranya?"

*****

TBC❤️

TEACHERBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang