ASSALAMUALAIKUM
UDAH SIAP BUAT SPAM COMMENT?
*****
Sedari tadi Tania terlihat diam dan seperti orang ketakutan. Tepatnya setelah ulangan mata pelajaran olahraga. Padahal biasanya ia merasa biasa saja. Tidak terlalu mempersalahkan nilai. Tetapi kali ini rasanya berbeda dari sebelumnya. Beda guru beda rasa.
"Tania! Dipanggil Pak Dito disuruh ke ruangannya tuh," ucap salah satu teman Tania. Tania terdiam, pikranya campur aduk. Ada apa ini? Apa nilainya buruk?
Hanna melihat kegelisahan sahabatnya sedari tadi pun merasa kesal. "Sana lo pergi gih! Kesel gue dari tadi liat lo gelisah terus, lagian cuma nilai kan?"
"Segampang itu kamu bilang nilai? Kalau nilai aku jelek gimana?" ucap Tania terlanjur kesal.
"Iyaudah canda, sana pergi temuin calon cuami." Tania melihatkan tatapan tajamnya ke Hanna. Sedangkan Hanna terkekeh melihatnya.
Tania bergegas menuju ruangan Dito. Sepanjang perjalanan ia merasa gugup sampai menjadi sorotan beberapa murid yang berpapasan dengan Tania.
Sampai di depan ruangan Tania masuk dengan langkah perlahan. Tidak lupa Tania mengetuk pintu dahulu sebelum masuk ke dalam ruangan.
Dingin AC dalam ruangan membuat tubuh Tania sedikit menggigil. Dito mengetahuinya, bahwa Tania menggigil.
"Kenapa kamu diam di situ? Cepat duduk!" ucapnya sembari meletakkan ponsel yang tadinya sedang ia pegang.
Tania pun duduk di depan Dito. "Ada apa bapak panggil saya?"
"Ehmm," deheman itu memberi petunjuk kalau Tania tidak boleh menggunakan kata saya. Tania yang sadar akan hal itu langsung mengubah gaya bicara. "Maksud aku, ada apa Kak Dito panggil aku?"
"Nilai kamu… ." ucap Dito ditunda.
Sedangkan perempuan di depan jantungnya sedang maraton. Lebih tepatnya merasa gelisah akan lanjutan ucapan yang akan keluar dari mulut gurunya itu.
"Selamat nilai kamu paling bagus di kelas," ucap Dito yang membuat Tania kaget akan hal itu. Sangat diluar dugaan, padahal ia sudah berpikir yang tidak-tidak. Usahanya malam tadi membuahkan hasil yang lebih dari kata sempurna.
"Beneran pak? Eh kak?" tanya Tania memastikan.
Dito menganggukan kepala. "Ya nilai kamu paling bagus di kelas. Tetapi bisa saja hanya kebetulan." Apa-apaan ini? Ucapannya seperti menyepelekan Tania. Jelas tadi malam Tania belajar dengan sungguh-sungguh. Apa semua itu bukan usaha? Cuma main-main begitu?
"Apa maksud kakak? Tadi malam aku belajar, apa menurut kakak itu cuma bermain?" Tidak perlu membuang waktu di sana. Tania berlalu pergi meninggalkan ruangan dengan perasaan kecewa.
"Tunggu! Bukan begitu maksud aku Tania. Akhh sial," ucapnya tidak ada respon. Tania sudah pergi duluan dari ruangan.
*****
"Kenapa sayang? Kok mukanya ditekuk?" tanya bundanya.
Sani mendekati putrinya, berniat menanyakan akan suatu hal yang terjadi. Tetapi Tania menepisnya. "Tania capek bun, mau istirahat."
Sani mengangguk paham. "Yauda, jangan lupa makan," ucap Sani.
Tania melangkah meninggalkan sang bunda di ruang tengah. Dirinya ingin menenangkan diri dan tidak memikirkan akan hal tadi. Percuma usaha kalau tidak dihargai. Menguntungkan bagi Tania, namun kenapa gurunya sendiri menilai dirinya seperti itu? Apa baginya Tania tidak bisa mendapatkan nilai bagus?
Atau jangan-jangan Tania masih belum dewasa untuk semua ini, sehingga gurunya bisa menilai seperti itu.
Kalau begitu mulai detik ini Tania akan berubah menjadi seorang yang lebih dewasa dari sebelumya.
"Tania, dicari Dito ini dibawah," ucap Sani dari bawah.
"Ngapain lagi sih dia," batin Tania dalam hati.
Terpaksa Tania turun untuk menemui orang yang bernama Dito. Meskipun dalam hati masih menyimpan rasa kesal karena Dito. Namun, ia akan bersikap seolah biasa saja. Supaya terlihat menjadi perempuan kuat.
"Nah itu Tania, kalau begitu tante tinggal dulu ya," ucap bunda Tania.
Tania duduk menjauh dari Dito. Tania bertanya akan tujuannya datang ke sini. Lebih tepatnya malas bertanya dengan orang yang ada di depannya saat ini.
Sampai Dito pun berdehem, menunjukan isyarat untuk memulai pembicara. Tetap Tania diam, seolah-olah tidak tahu deheman itu.
"Maafkan saya, saya tidak bermaksud berbicara seperti tadi," ucapnya merasa bersalah.
Tania memiringkan senyum. Baru sekarang dia minta maaf? Tadi di sekolah saja tidak pikir panjang untuk berbicara seperti itu. Asal jeplak, terus menyakiti hati seseorang. Tidak mikir sampai di situ?
"Udahlah, bapak emang gak bisa sedikitpun menghargai usaha orang. Bapak anggap main-main kan? Satu lagi, kalau bapak ke sini cuma mau minta maaf mending pulang aja. Aku males bahas ini," ucap Tania ketus.
"Saya janji tidak akan mengulangi lagi. Jadi tolong maafkan saya?" ucap Dito memohon.
Terlihat Tania sedang berpikir akan memaafkan atau tidak. Tapi kalau tidak, pasti gurunya ini tidak akan berhenti begitu saja. Namun, kalau dimaafkan hati yang terdalam Tania sakit karena ucapanya. Apa yang Tania pilih sekarang?
Ia akan memilih memaafkan, tapi ada syarat pastinya. Tania mencari untung. "Aku maafkan tapi ada syarat kalau bapak mau," ucap Tania dengan senyum miring.
"Apa?"
"Bapak harus berubah, gak boleh galak kalau di sekolah, jangan keras kepala dan pemaksaan. Gimana?"
"Saya tidak galak, cuman tegas kepada murid."
"Tidak perduli, mau apa tidak?"
Dito menghela napas. "Okee, saya juga punya syarat untuk kamu."
What? Ini tidak salah? Bukannya yang bersalah Dito? Kenapa jadi Tania juga diberi syarat? Tidak terima akan hal itu. Tania menolak. "Gak bisa gitu dong pak, kan bapak yang salah," ucap Tania.
"Bisa saja, kan saya calon suami kamu."
"Kan saya calon suami kamu, ckk."
"Apa kamu bilang? Coba diulangi satu kali lagi!" perintah Dito.
"Gak jadi, udah ketelen sampai usus," ucapnya mengelak.
"Saya bilang ulang!" Baru saja dibilang tadi. Tetap saja dilakukan.
"Bapak Dito yang terhormat. Saya bilang jangan lakukan pemaksaan!" ucap Tania dengan berani.
"Oke, tapi kamu harus lakukan syarat dari saya juga. Tanpa adanya penolakan. Saya mau kamu mendapatkan rank 1 paralel pas ujian nasional besok."
"Apa pak? Rank 1? Saya aja mentok di 20 besar." Tania tidak menduga kalau ini syaratnya.
"Padahal kalau kamu dapat rank 1 paralel saya akan menuruti semua yang kamu inginkan," ucapnya sambil senyum mengejek.
Tania melotot tepat saat Dito mengucapkan akan menuruti semua yang dirinya inginkan. "Oke aku setuju. Beneran tapi ya?" Dito menangguhkan kepala.
"Besok sabtu kita sudah sah, jadi_"
Tania sudah tahu isi pikiran Dito saat ini. Tidak lain tidak bukan pasti tentang malam pertama. "Aku gak mau! Titik! Bapak ingat ya, aku masih sekolah. Jadi kalau mau begituan ya tunggu aku lulus dong," ucap Tania.
"Saya setuju, kamu juga tahun depan akan lulus. Jadi saya tidak butuh waktu lama untuk menunggu." Dito tersenyum senang. "Dasar cowok mesum!" ledek Tania.
"Semua cowok pasti punya pemikiran seperti saya Tania," ucap Dito.
"Bodoamat."
*****
TBC❤
Sampai sejauh ini pendapat kalian sama cerita ini gimana??
KAMU SEDANG MEMBACA
TEACHERBAND [END]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW AKUN AUTHOR TETLEBIH DAHULU!!!] Di dalam ruangan terlihat Dito yang sedang memandangi langit-langit rumah sakit. Sambil celingak-celinguk ke kanan dan kiri. Saat dia menyadari kedatangan Tania wajahnya berubah bingung. "Anda siapa?" Pe...