9. Luka Sandika

688 141 28
                                    

🍃🍃🍃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍃🍃🍃

Haira mengamati langit mendung yang membuat hari ini semakin terasa sendu. Ada yang aneh di hubungannya akhir-akhir ini, bukan hanya dirinya saja tapi juga Haikal. Rasa-rasanya ada yang berusaha menghindar dan menjauh. Perempuan itu merasa tak membuat kesalahan apa-apa, jadi sebenarnya apa yang terjadi pada Haikal?

Ada kemungkinan yang sedang dipikirkannya. Mungkin saja Haikal sedang ada di titik bosan, itu wajar saja dalam suatu hubungan. Asal bosan tidak dijadikan sebuah alasan untuk perpisahan. Dengan gerak lambat, tangan Haira menyalakan layar ponselnya memastikan bahwa kekasihnya tak membalas pesannya. Ia menggigit pelan bibir bawahnya, gelisah memikirkan alasan perubahan sikap Haikal.

"Haira?" tegur seseorang. Refleks saja perempuan itu menoleh ke sumber suara.

"Nofira, kok ada di sini?" tanya Haira.

"Neduh," ujarnya seraya menunjukan payungnya. Haira sampai tak sadar bila hujan sudah turun. "Hujannya deras, kalau maksa jalan tetap bakal basah."

Haira bergeser bermaksud memberikan ruang untuk Nofira duduk di bangku Halte bersamanya. Melihat gerak-gerik Haira yang gelisah mendorong Nofira untuk mengajukan pertanyaan. "Lagi ada masalah, Ra?"

Yang ditanya malah terkejut menunjukan wajah kebingungan, beberapa detik kemudian ia menggeleng sebagai tanda bahwa ia mengelak. Memendam segalanya sendirian, begitulah Haira. Merasa dirinya kuat dan sanggup, namun kenyataannya dia hanya perempuan lemah yang menampung segala masalahnya sendiri. Karena pada akhirnya tak ada satu orang pun yang mengerti tentang hatinya, perasaannya selain dirinya sendiri. "I'm okay..."

Mengerti dengan sikap Haira, Nofira memilih untuk tak mempertanyakannya lagi. Ia paham bahwa tak semua hal perlu diceritakan. Tidak semua orang pula suka curhat soal masalahnya pada orang lain. Sebagian orang bahkan tidak nyaman ketika dipertanyakan soal masalah pribadinya. Segaris senyum nampak di wajah perempuan itu, ia menggenggam sebentar tangan Haira.

"Gue harap begitu." Ucapan Nofira berhasil membuatnya tersenyum simpul.

Tidak lama ponselnya mendapat sebuah pesan, itu lah yang ia tunggu-tunggu sejak tadi. Balasan dari Haikal soal ajakannya untuk pergi ke Puncak. Di luar dugaannya, jauh dari harapan. Ajakannya ditolak tanpa alasan. Haira sampai meyakinkan lagi kekasihnya. Ia tergerak untuk meneleponnya. Telepon itu tersambung tanpa perlu menunggu waktu lama. Saat terdengar suara dari ujung telepon, lidah Haira mendadak kaku.

"Halo, Ra?"

Haira diam, menciptakan sunyi yang disembunyikan oleh rintik hujan. Kemudian perempuan itu memilih untuk memutuskan sambungannya, biar nanti ia beralasan tak sengaja menelepon Haikal.

Dua jam lamanya, Haira masih betah di sana. Nofira bahkan sudah pulang, menyisakan dirinya di halte. Hujan sudah berhenti sejak dua puluh menit yang lalu, tidak menciptakan pelangi justru menciptakan sunyi. Netranya menemukan Sandika yang motornya terhenti tepat di depan halte. Laki-laki itu membuka helmnya, membuat rambutnya yang sedikit gondrong terlihat. Sebenarnya tidak betul-betul gondrong, tapi standard anak sekolah itu sudah gondrong dan pasti sudah dipotong asal-asalan oleh guru BK.

Buana | Sungchan✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang