Ada hal yang sulit ia pahami sampai saat ini. Hati seorang Haira. Butuh beribu-ribu kali ia berpikir tentang bagaimana cara meraih hati yang teramat jauh meski jarak raga mereka begitu dekat. Dia selalu bertanya-tanya apa yang kurang dari dirinya, sehingga Haira belum bisa juga jatuh cinta padanya.
Tangannya tergerak meraih bingkai foto yang terpampang di sana wajahnya dan Haira. Keduanya saling tersenyum, namun satu senyuman nampak tidak sepenuh hati.
Tok! Tok!
"Haikal!"
Lelaki itu mendengus mendengar namanya dipanggil oleh mamanya. Pasti dia akan ditanyakan soal Haira yang baru datang namun diusir olehnya. Jujur saja ia tidak mau membahas soal Haira saat ini. Namun dengan berat ia membuka pintu kamarnya dengan hati-hati.
"Kenapa—"
"Kal! Papa makin parah, kita ke rumah sakit." Mamanya terlihat begitu khawatir dan cemas. Hal itu membuat Haikal terkejut setengah mati.
"Sebentar, Ma." Haikal buru-buru mengambil ponselnya yang ada di atas kasurnya.
Kak Callystara sudah siap menyalakan mesin mobil. Sedangkan mama ikut di mobil ambulan menemani papa. Semarah-marahnya Haikal pada papanya, tetap saja rasa sayang anak pada papanya itu tidak hilang. Dia memakai sabuk pengamannya sebelum kak Callystara melajukan mobilnya, membuntuti ambulan.
"Kak Callystara lihat? Papa kenapa? Dari tadi aku di kamar jadi nggak tahu."
"Nggak tahu jelasnya, tapi tadi papa kayak kejang. Makanya mama langsung telepon ambulan," balas kakak perempuannya yang matanya tak lepas dari jalanan.
Dalam hati keduanya sama-sama memanjatkan doa untuk sang papa.
•••
Sudah lama sekali ia tak mengunjungi rumah sang terkasih. Motornya perlahan berhenti di sebuah lapangan kecil. Dari kejauhan Rendi sudah bisa melihat sosok perempuan yang kakinya menapak tanah. Kalau tidak menapak tanah sudah bisa dipastikan ia memutar balik. Senyuman tipis muncul di wajahnya ketika melihat Maura tengah sibuk menjemur pakaian. Rajin sekali, tidak salah pilih calon istri, batin Rendi.
Mungkin suara motor Rendi membuat Maura sadar, perempuan itu refleks menoleh. Dilihatnya cukup terkejut dengan kehadiran Rendi.
"Rendi? Kok nggak bilang dulu." Maura buru-buru menyelesaikan aktivitas menjemurnya.
Rendi tertawa pelan.
"Beliin ini." Rendi menunjukan dua bungkus seblak di tangannya.
"Ya ampun! Repot-repot, kamu ngapain sih." Maura terlihat malu-malu, senyumnya tidak bisa disembunyikan saat lihat Rendi mengingat betul makanan kesukaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buana | Sungchan✓
Fiksi Penggemar❝Saling merangkul jiwa yang pandai berpura-pura pada semesta.❞ Buana itu dunia, dan ini hanya sedikit cerita tentang bagaimana dunia penuh cinta dan luka ada di sekitar kita. #1 in kfanfiction [210529] #1 in nctsungchan [210529] [Amazing art by Dlio...