14. Sendu Gurau

429 123 26
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"Mau cerita apa? Hm?"

Rendi semakin menenggelamkan kepalanya pada pelukan Maura yang cukup menjadi obat penenangnya. Napasnya berat tertahan, tak ingin menunjukan sisi lemahnya. Dalam kebisuannya, Maura sudah tahu mengarah kemana ini.

"Kalau nggak sanggup cerita nggak apa-apa kok, jangan dipaksa." Maura sekali lagi mengecup pucuk kepala Rendi.

"Aku ketemu adikku. Dia bilang bapak nyariin, tapi aku tetap nggak mau pulang," ujar Rendi.

Bukan karena benci, Rendi hanya tidak ingin lagi berada di situasi yang selalu memaksanya jadi sempurna. Bapak selalu menuntutnya tanpa mengerti bahwa dirinya tidak ingin menjalani hidup dengan topeng. Mungkin bisa saja jika dia ingin menuruti bapak kuliah memilih jurusan yang bapak mau. Tapi tentang bagaimana yang menjalani, yang tahu, yang paham, yang menikmati tiap pahit lelah itu adalah dirinya bukan bapak.

Berputar. Berpura-pura menjadi orang lain dulu hanya untuk jadi diri sendiri, sampai kapan itu?

Bertahan di rumah, mendengar segala tuntutan dari orang tuanya, yang ada dia malah melawan dan mungkin saja membentak bapak dengan kata kasar. Rendi tidak mau begitu, lebih baik dia menghindar dan menutup telinga.

"Pengen nenen, Yang."

Bukh!

"AAKKK!" pekik Rendi saat merasakan gulungan kertas menghantam kepalanya. Refleks pelukannya terlepas.

Jangan berpikir buruk dulu tentang, Rendi. Meski mulutnya licin seperti aspal yang ketumpahan oli, Rendi hanya sekadar bergurau. Mana berani dia melakukan hal yang tidak-tidak pada Maura. Tampang dan mulutnya memang brengsek bukan main, tapi dia laki-laki yang bisa menahan diri.

"Ren! Ih kamu nih, kalau tiba-tiba ibuku dateng denger kamu ngomong begitu, habis aku! Bisa-bisa kita langsung dinikahin."

"Bagus dong?" Kedua mata laki-laki itu berbinar.

"Apanya yang bagus? Kuliah kita gimana?"

"Lanjut gasss aja."

"Kamu kebanyakan main sama Haikal sih! Jadi stres!" Maura memberengut.

"Dih, dia stres wajar orang kebanyakan cewek. Aku? Stres gimana orang udah punya kamu." Rendi mengeluarkan jurus jitunya, senyuman peluluh hati neng Maura.

"Jelek banget gombalnya!"

🍃🍃🍃

Haikal menundukan kepala seraya menyelami tiap-tiap luka yang justru makin terasa. Memikirkan hal yang sama, yang sebetulnya menghantui dirinya sejak lama dan sampai detik ini. Segala jawaban atas seribu pertanyaannya pada semesta.

Buana | Sungchan✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang