Satu persatu masalah akan menemukan jalannya. Kita sebagai penghuni semesta hanya bisa bertahan dan bersabar. Tidak apa jika sesekali jatuh, namun satu hal yang harus diketahui bahwa jatuh bukanlah akhir dari perjuanganmu, perjuanganku, perjuangan kita.Masih begitu banyak tangan yang terulur. Kamu hanya perlu membuka mata perlahan dan yakin. Bangkit itu tumbuh dari jiwa kita sendiri.
Seperti bagaimana Jevan yang hubungannya semakin membaik dengan Rin. Kini dia begitu setia menemani kekasih tercintanya di berbagai kondisi. Juga, Jevan dengan senang hati mengantar Rin bertemu kakaknya Daffa yang memang sempat menangani Rin. Keadaan Rin juga lebih baik setelah ditangani dengan tepat. Sekarang perempuan itu lebih bisa mengendalikan emosinya sedikit demi sedikit.
Seperti Chaka yang juga berhasil meyakinkan ayahnya bahwa bakat yang ia miliki tak kalah hebat dan membanggakannya. Perjuangannya selama dua puluh tahun ini akhirnya menemui ujungnya. Hingga hubungannya dengan Nofira pun tak perlu lagi sembunyi-sembunyi sekarang.
Memang semua terjadi tentu tidak tiba-tiba. Buah dari kesabaran itu nyata. Waktu-waktu berat itu pun nyata dialami hingga semesta berbaik pada kita.
Satu bulan berlalu tanpa membiarkan jeda ada di antara setiap langkah.
Lampu merah adalah tanda di mana mereka saatnya beraksi. Sandika dengan lantang menyampaikan orasi-orasinya. Tidak peduli meski matahari menyorotnya dengan terik, hingga keringat mengalir dari pelipisnya. Dalam hatinya bangkit rasa kemanusiaannya untuk berdiri di sana.
Haira tersenyum melihat Sandika di sana. Sampai seseorang menepuk pelan pundaknya.
"Ayo atuh, Ra. Jangan duduk aja, keburu lampu hijau."
"Oh, iya. Sorry-sorry, ayo!" Haira lantas beranjak membawa kotak kosong bersama temannya yang lain. Di satu titik yang sama ada Sandika, Rakka dan Jeje yang satu prodi dengannya. Sedangkan Haira bersama Nofira dan yang lainnya berkeliling mengumpulkan dana dari satu pengendara ke pengendara yang lain. Entah itu pengendara motor atau pun mobil.
Padahal Haira tahu Sandika sendiri sedang butuh dana banyak untuk pengobatan adiknya. Namun laki-laki itu masih memiliki rasa ingin membantu ke sesama. Bersama mahasiswa-mahasiswi dari fakultas Ekonomi, mereka berpencar di beberapa titik untuk menggalang dana. Yang nantinya dana tersebut akan diberikan kepada korban bencana alam banjir.
Ketika lampu berubah hijau, Sandika beristirahat sebentar digantikan oleh Rakka di sana. Sandika berlari sedikit untuk menghampiri Haira.
"Ra, udah minum?" tanya Sandika khawatir. Lucu sekali dia khawatir dengan orang lain lebih dulu ketimbang dirinya sendiri yang hampir banjir keringat.
Dibanding dengan menjawab pertanyaan tersebut, Haira justru lebih tertarik membahas rambut Sandika yang mulai tumbuh lebih panjang dari biasanya.
"Rambutnya nggak potong?" tanya Haira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buana | Sungchan✓
Fanfiction❝Saling merangkul jiwa yang pandai berpura-pura pada semesta.❞ Buana itu dunia, dan ini hanya sedikit cerita tentang bagaimana dunia penuh cinta dan luka ada di sekitar kita. #1 in kfanfiction [210529] #1 in nctsungchan [210529] [Amazing art by Dlio...