21. Lembar Hidup

392 113 22
                                    

🌏🌏🌏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌏🌏🌏


Suasana ruang tamu itu jadi tegang dan hening. Hanya diisi oleh suara denting jam dinding. Mamanya terlihat jauh lebih tegar dari kemarin, tapi andaikan saja anak-anaknya tidak berada di sisinya saat ini kemungkinan besar wanita itu akan down. Haikal dan Callystara adalah kekuatannya.

"Ma, aku mau bilang sesuatu," kata Callystara ragu.

"Apa itu?"

"Aku dan Jeffrey mutusin untuk mengundur pernikahan kita. Bermaksud untuk menghargai kepergian papa." Sontak mamanya terkejut mendengarnya, lantas menggenggam satu tangan putrinya yang duduk persis di sebelahnya.

"Lho? Untuk apa? Pernikahan itu kan sudah kalian tunggu-tunggu dari lama. Mama nggak apa-apa, kok. Apalagi papa, papamu juga pasti ikhlas lihat putrinya menikah." Mamanya terlihat sangat sedih mendengar keputusan sang putri.

"Iya, kak. Lagian juga acara pernikahannya satu bulan lagi, masih lumayan jauh jaraknya dari pulangnya papa," timpal Haikal.

"Ara nggak enak aja, Ma. Kayak kesannya aku berbahagia setelah kepergian papa." Callystara menyeka air matanya yang sudah menggenang.

Mama tersenyum tipis sambil menggeleng. "Sedih itu nggak boleh berlarut-larut. Apalagi sampai menunda kebaikan. Lembaran hidup kamu masih panjang, memangnya nggak mau ke halaman berikutnya?"

"Iya, Ma." Callystara sudah kehabisan kata-kata. Tapi ucapan mamanya barusan memang benar.

Haikal biasanya banyak bicara, tetapi kali ini dia hanya bicara seadanya. Bukan tidak peduli, tapi pikirannya pun sedang kacau. Malah dirinya takut salah bicara. Dia paham di saat ini semua orang tengah sensitif perasaannya. Salah bicara sedikit, hati bisa tersinggung dengan mudah.

"Menikah lah, mama memberi kamu izin. Sekarang hubungin Jeffrey, bilang nggak usah diundur-undur itu tanggal pernikahannya. Mama juga soalnya pengin cepat gendong cucu," ujar mama. Callystara tentu saja terharu mendengar ucapan mamanya itu. Tangis harunya tak dapat dibendung sama sekali, semua mendadak tumpah.

Haikal memandangi itu seraya tersenyum. Hatinya merasa lega melihat rumah ternyata masih penuh cinta. Masih tetap hangat dan jadi tempat ternyaman. Bahkan ketika hatinya tengah kosong dan hampa seperti ini, cinta kasih keluarganya terasa nyata menyentuhnya.

"Mama juga nungguin cucu dari Haikal nih." Sontak yang namanya disebut kaget bukan kepalang. Cukup membuat hatinya seketika ciut, lantaran mengingat bahwa dirinya baru saja putus.

Baru saja dia bisa sedikit melupakan putusnya dia dengan Haira, sial harus teringat kembali. Dia tidak tahu harus menjawab seperti apa. Berbohong tak mau, tapi jujur pun akan mengejutkan mama dan kakaknya. Pilihan terakhir yang paling netral dan aman adalah membalas dengan tawa renyahnya. Bersembunyi di balik tawa palsu.

Hubungan kalau sudah sampai kedua orang tua tahu, rasanya sulit untuk jujur ketika hubungan itu sudah berakhir. Antara bingung menjelaskan alasannya, juga takut muncul rasa kecewa karena terlanjur welcome dan memberi restu.

Buana | Sungchan✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang