17. Another Relationship

560 116 70
                                    

"Jika saat ini aku bukan siapa-siapa untukmu, maka esok aku ingin mejadi bagain spesial dalam hidupmu. Orang yang berhak memasangkan cincin di jari manismu."

--Adhiangga Ervin Pratama

🍀🍀🍀

Terkadang apa yang terbersit di hati bisa menjadi kenyataan. Seperti sebuah permohonan yang tidak sengaja terucap. Inilah yang Anindya rasakan. Paginya harus kacau saat mendengar berita yang sungguh mengagetkan. Bukan hanya dirinya saja, tapi bagi seluruh penghuni kosan.

"Ini beneran kan, Mbak?"

"Iya, Nin. Gue juga masih enggak percaya. Tapi mau gimana lagi. Sudah diputuskan juga. Cuma yang jadi masalah itu, gue harus pindah ke mana? Tiga hari. Apa enggak gila tuh?"

Anindya menghela napas. Beban pikirannya bertambah lagi. Pindah kosan dalam waktu tiga hari itu bukan hal yang mudah. Apalagi dia sudah kerasan tinggal di sini. Hampir dua tahun lamanya. Namun, apa boleh buat. Bu Mirna terlilit hutang dan menjual rumah ini.

Pemilik baru rumah meminta untuk dikosongkan. Dengan alasan akan direnovasi. Mau tidak mau semua penghuni harus keluar.

"Kenapa mendadak sekali? Terus gue harus pindah ke mana?" Anindya bergumam kesal. Kepalanya mendadak pusing.

Semangatnya untuk bekerja mendadak hilang. Prioritasnya mencari tempat tinggal baru. Memang sempat berencana untuk pulang dan terbersit pula untuk berhenti bekerja. Namun, hati kecil tidak bisa dibohongi. Anindya masih ingin meneruskan kesehariannya sebagai kasir di BobaMoza.

Jarum jam sudah menunjuk angka sepuluh lebih. Seharusnya Anindya sudah berada di tempat kerja. Mulai bersiap menyambut pengunjung sebelum jam buka. Niatnya untuk bekerja sudah sirna, maka dia pun mutuskan untuk menelepon Hovawk.

Setidaknya memberi kabar kalau hari ini tidak bisa masuk kerja. Urusan mesin kasir bisa ditangani Gangga. Pemuda itu tidak akan protes. Tidak di depan Anindya. Di belakang, siapa yang tahu.

Anindya pun mengambil ponselnya yang berada tidak jauh darinya. Posisinya saat ini sedang duduk di samping lemari sambil menyandarkan punggung ke dinding. Kedua kakinya ditekuk.

Sebelum menemukan kontak Hovawk, sempat terbersit untuk menghubuingi Angels. Mengabarkan berita ini, tapi Anindya mengurungkan niatnya. Teman-temannya pasti punya masalah pribadi, dan dia tidak ingin menambah beban masalah mereka. Lebih baik diam dan mencoba untuk menyelesaikannya sendiri.

Meskipun mendadak, tapi masih ada waktu tiga hari untuk Anindya menemukan kosan baru. Kalupun dalam jangka waktu itu dia tidak bisa mendapatkannya, terpaksa minta bantuan Angels. Mungkin menumpang di tempat Aeri atau minta Any yang mencarikan tempat tinggal. Itu opsi terakhir.

Untuk saat ini pilihan terbaik yaitu menghubungi Hovawk. Pastrier BobaMoza ini selalu bisa dipercaya untuk memberikan pendapat. Sikap bijaksananya bertolak belakang dengan penampilananya yang terkesan garang.

Tak perlu menunggu lama, pada dering ketiga sambungan telepon pun terhubung.

"Gue izin enggak masuk dulu ya, Bang."

"Lo sakit lagi, Nin?"

"Enggak. Gue cuma mau nyari tempat kosan baru."

"Eh? Lo diusir? Enggak habis berkelahi sama temen sekosan kan, Nin?"

Anindya memutar bola matanya. Bibirnya mencebik. Ingin sekali melempar serbet ke wajah Hovawk. "Lo kok suudzon gitu sama gue, Bang?"

Terdengar tawa dari seberang sana.

ENCHANTED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang