Rencana pernikahannya yang gagal membuat Anindya terpaksa menjual gaun pengantinnya. Namun ternyata pembelinya itu Aldyo, mantan pacarnya sewaktu SMA.
Anindya mulai goyah dengan kehadiran Aldyo. Melupakan luka lamanya. Dan saat hatinya kian mantap...
Gue rela kehilangan urat malu, demi bisa ngobrol bareng lo.
-Adhiangga Ervin Pratama
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jika dihitung, sudah lebih dari lima kali Anindya menguap. Namun, anehnya dia sulit tertidur. Ada pikiran yang mengganjal, membuatnya terus terjaga. Padahal sudah hampir jam satu malam. Ini sudah lewat dari jam tidurnya. Sewaktu normal tentunya. Jangan masukan ketika dia ngedrakor karena bisa sampai jam lima pagi.
Salah satunya penyebabnya adalah kejadian dua hari yang lalu. Insiden kecoa di BobaMoza. Masih tidak habis pikir, bagaimana serangga terbang menjijikkan itu bisa masuk ke dalam gelas boba pengunjung. Padahal Anindya sangat yakin kalau dia tidak menemukan keanehan ketika mengantarkannya. Gelas tersebut masih aman dan tersegel rapat.
"Gimana kalau BobaMoza ditutup? Gue kerja di mana?" katanya lirih.
Anindya waswas. Jika terjadi sesuatu dengan BobaMoza itu artinya dia juga terancam kehilangan pekerjaan. Dan bisa dipastikan mau tidak mau harus pulang kampung. Berarti pula menerima perjodohan yang sudah disiapkan.
"Enggak. Pasti semuanya baik-baik aja. Ino bakal selesaikan semuanya. Semoga."
Karena tidak kunjung bisa tertidur, walaupun sudah memejamkan mata. Anindya pun mencoba untuk menonton televisi. Beruntung tahun lalu dia membeli benda tersebut, meski sangat jarang baginya untuk meluangkan waktu menontonnya.
Hanya menekan remote yang dilakukan Anindya. Mencari saluran yang sekiranya bisa membuatnya tertarik untuk menonton. Nihil. Dia pun pasrah. Membiarkan layar kaca itu menyala tanpa ada yang menontonnya. Anindya kembali berbaring.
Dan, akhirnya malah televisi yang menontonnya. Anindya mencoba untuk tidur ditemani suara televisi. Matanya mungkin terpejam, tapi pikirannya tetap terjaga.
Besok akan menjadi hari yang berat baginya. Anindya harus melepaskan sahabat dekatnya, Rika. Untuk pindah ke Banjarmasin mengikuti orang tuanya. Rika mengatakan tidak bisa membiarkan ibunya sendirian karena sering sakit-sakitan. Apalagi dia itu merupakan anak tunggal.
Ditambah lagi satu pesan dari Aprian-adik laki-laki Anindya-yang mengabarkan akan datang menjemputnya, jika dalam dua minggu Anindya tidak memberi kepastian tentang kapan akan pulang ke Bandung. Rasanya ingin menenggelamkan saja tubuhnya di pasir hisap. Menghilang dari dunia. Agar tidak merasa dipusingkan dengan permasalahan yang ada.
"Kudu kumaha atuh?*"
Barulah ketika jam menunjuk angka dua, Anindya bisa benar-benar terlelap. Tubuh dan pikirannya butuh istirahat. Agar bisa kembali menghadapi kenyataan hidup yang berat.
Jika awalnya Anindya menganggap tidak akan tidur lama, nyatanya dia bangun sangat kesiangan. Tepatnya jam sembilan pagi.Telat satu jam dari janji yang dia berikan pada Rika.
"Haduh, kenapa sampai kesiangan gini?'
Mandi sepuluh menit, berpakaian sepuluh menit juga. Tanpa sarapan. Langsung berlari menuju jalan raya. Mencari ojol-ojek online-yang mungkin mangkal dekat MHS. Harus berpacu dengan waktu. Karena Rika sudah meneleponnya berulang kali. Pun mengirimkan pesan singkat.