Apakah perempuan tidak boleh memilih?Apa itu hanya berlaku untuk laki-laki?Aku perempuan. Dan aku ingin memilih serta menentukan jalan hidupku sendiri.
🍀🍀🍀
Melalui kaca spion depan mobilnya, Aldyo kembali mengecek penampilannya. Harus tampil sempurna tanpa cacat. Degup jantungnya pun terasa dua kali lebih cepat. Sudah seperti mau kencan pertama saja.
Bagaimanapun caranya, malam ini Anindya harus bisa ikut dengannya karena Aldyo akan memperkenalkannya pada keluarga besar. Tentu saja sebagai orang terpilih yang akan menjadi pendamping hidupnya.
Sebut saja nekat. Konsekuensi sudah jelas, antara 99% ditolak banding 1% setuju. Namun, menyerah tanpa mencoba itu bukan gaya Aldyo. Hasil akhir dipikirkan nanti.
Suasana BobaMoza tampak cukup ramai. Ini bisa jadi karena malam minggu. Banyak pasangan yang memilih untuk hang out di sini. Di area out door pun hampir semua meja terisi.
"Syukurlah. Semua kembali seperti semula," gumam Aldyo.
Kabar tentang insiden kecoak yang sempat menggegerkan memang sampai juga ke telinga Aldyo. Namun, dia yakin jika kejadian tersebut bukan kesalahan dari pihak BobaMoza. Terbukti dengan kembali ramainya kafe ini.
Aldyo pun mengulas senyum ketika melangkah menuju pintu masuk BobaMoza. Bayangan tentang seorang gadis yang sedang sibuk di meja kasir pun kian mengganggu pikirannya. Rasanya tak sabar untuk melihatnya secara langsung. Langkahnya kian cepat.
Namun, jauh dari sangkaan. Tak ada Anindya di meja kasir. Aldyo mengedarkan pandangan matanya ke setiap sudut kafe. Mencari sosok gadis pujaan. Tak jua menemukan. Akhirnya dia pun menghampiri pemuda yang biasanya menjadi boba & coffee barista ini.
Tanpa basa-basi Aldyo pun bertanya, "Anin di mana?"
Gangga yang sedang fokus melayani pengunjung terkejut. "Pulang." Hanya satu kata itu yang keluar dari bibirnya. Kembali fokus menghitung belanjaan dari pengunjung.
Aldyo masih berdiri di depan meja kasir. Segenap hati dan pikirannya mulai bertanya tentang apa yang terjadi pada Anindya. Kenapa kasir BobaMoza ini meninggalkan daerah kekuasaannya?
Pertanyaan demi pertanyaan yang ingin diucapkan hanya sampai di hati. Aldyo melihat gelagat tak bersahabat yang ditunjukkan Gangga. Hal ini menegaskan jika dia harus pergi tanpa banyak bertanya.
Lagipula kosan Anindya tidaklah jauh dari BobaMoza. Jawaban pasti akan didapatkan jika Aldyo datang ke sana. Toh, dia sudah kenal dengan pemiliknya. Tak akan ada hambatan. Sepertinya.
Bukan lima belas menit yang Aldyo butuhkan untuk sampai di depan kosan Anindya. Tidak sampai sepuluh menit. Langkah panjang dan cepatnya memangkas waktu tempuh.
Aldyo disambut pemilik rumah berlantai dua ini. Tak perlu bertanya karena informasi yang dia inginkan pun keluar begitu saja dari mulut Bu Mirna. Berita tentang sakitnya Anindya sudah berhasil membuatnya cemas.
Beruntung perempuan bertubuh subur ini tidak mengajak Aldyo mengobrol lama. Dia langsung mengantarkannya ke lantai dua. Tempat kamar Anindya berada.
Kening Aldyo mengerut tatkala melihat ada banyak sepatu yang berada di depan pintu kamar Anindya. Tak sempat bertanya karena Bu Mirna sudah lebih dulu mengetuk pintu kamar. Tak perlu menunggu lama pintu pun terbuka.
Seorang pemuda berada di ambang pintu. Menatap kaget. Namun, beberapa detik berikutnya tampak jelas ada perasaan tidak suka dari sorot matanya. Aldyo yakin itu.
"Nak Aldyo tidak butuh apa-apa lagi, kan?" Bu Mirna menoleh pada Aldyo yang dijawab dengan anggukkan kepala saja.
Aldyo masih tetap berdiri di depan pintu bahkan setelah Bu Mirna sudah turun ke lantai bawah. Bukan kemauannya untuk seperti itu. Sosok pemuda yang sedang menatapnya tajam ini tampak enggan memberi jalan untuk masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENCHANTED
RomanceRencana pernikahannya yang gagal membuat Anindya terpaksa menjual gaun pengantinnya. Namun ternyata pembelinya itu Aldyo, mantan pacarnya sewaktu SMA. Anindya mulai goyah dengan kehadiran Aldyo. Melupakan luka lamanya. Dan saat hatinya kian mantap...