Drrt.. Drrt..!
Yura mengeluarkan ponselnya di saku mantelnya. Tertera nama yang sangat dia benci.
"Kenapa tidak mengangkat?" Hueningaki bertanya sambil memperhatikan siapa yang menelepon gadis itu. "Itu ayahmu, kau tidak berniat meneleponnya?"
Yura terdiam. Membiarkan ponselnya bergetar sampai mati dengan sendirinya. "Dia pasti hanya menanyakan keadaanku, membuang-buang waktu."
"Tapi, dia tetap ayahmu." Yura menghela napas. Hueningkai tidak tahu apa-apa tentang dirinya. "Maaf,"
"Berhenti meminta maaf, kau selalu saja seperti itu. Padahal bukan salahmu,"
Hueningkai tersenyum, "tidak apa-apa, asal Yura tidak marah lagi."
Yura merotasikan matanya, "terserah dirimu."
Ting!
Yura kembali menyalakan ponselnya, seseorang mengirimkannya pesan.
Father
Kau tidak pulang ke rumah? Nenek sedang sakit.Yura menghela napas, ia menolehkan kepalanya. "Hueningkai, sepertinya aku akan pulang telat malam ini. Ayahku mengatakan nenekku sedang sakit. Tidak apa?"
Hueningkai mengangguk, "tentu saja, aku tidak melarangmu jika bertemu dengan keluargamu. Aku akan men-"
"Tidak, kau tidak perlu menunggu ku kembali. Aku akan pulang telat, nenekku biasanya akan menahanku. Jadi, sepertinya malam ini aku tidak tahu aku akan pulang atau tidak." Ucap Yura memotong ucapan Hueningkai. Tidak, Yura mengkhawatirkan pemuda itu. Jika Hueningkai menunggunya, itu akan sangat merepotkan. Lagipula, ia tahu kode apartemen Hueningkai.
"Baiklah, hati-hati di jalan kesana!"
Yura tersenyum, "kau juga."
-мy ғιancé-
"Hah.. Yura lama sekali, ini sudah larut malam. Dia tidak pulang?"
Hueningkai sejak jam tujuh malam, terus saja berkeliling di depan pintu. Menunggu kedatangan Yura. Dan sekarang sudah jam sebelas malam. Sangat larut.
Ia menggigit jari kukunya, khawatir pada Yura. Ponselnya terus berada di tangan, ia berniat menelepon Yura, tapi tidak ingin mengganggu kesenangannya bersama keluarga.
Drrt!
Tepat sekali, Yura meneleponnya disaat ia hampir menyerah menunggu dan ingin menelepon.
"Halo,"
"Kau tidak pulang malam ini?"
"Oh, aku pulang kok, se-sekarang sedang bersiap-siap." Suara Yura terdengar aneh, Hueningkai menekuk alis. Yura seperti menahan tangis.
"Kau baik-baik saja?"
Diseberang sana, Yura tersenyum. "Kau khawatir?"
Hueningkai menangguk dengan spontan meski ia tahu Yura tidak melihatnya. "Tentu saja, kau itu tu–... tunangan ku! Aku akan jadi suami yang buruk jika tidak mengkhawatirkan mu sama sekali."
"Benarkah? Ah, sekarang kau ingin menjadi suami yang baik?"
Terdengar tawaan dari Yura, Hueningkai merasa lega. Menurutnya memang tidak ada yang lucu, tapi setidaknya Yura tertawa untuk sesaat. Dan Hueningkai tahu, itu bukan tawa palsu. Melainkan murni. Yura tertawa lepas tanpa ada paksaan

KAMU SEDANG MEMBACA
мy ғιancée | Hueningkai
Fiksi Penggemar[END] "Your my only, my fiance." Note : kalau pun ceritanya sudah selesai, upayakan vote dan comment ya 😉😘 © Leyaaa7246, 2021