18✓

477 90 38
                                    

“Gaes, hari ini hari Minggu, kan?” Jimin bertanya kepada lima anak yang berada di depannya.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.00

Sampai detik ini, empat anak yang sedang berlari pagi itu masih belum pulang. Entah apa saja yang mereka lakukan selama dua jam terakhir ini.

“Yaiyalah, hyung. Emang hyung pikir sekarang hari apa?” Soobin bertanya.

“Bukannya gue lupa hari, gue cuma mau memastikan aja,” Jimin berkata sembari memandang Soobin dengan diiringi senyuman manisnya.

Sepertinya mulai detik ini kita bisa menobatkan Jimin dan Soobin sebagai sepasang sahabat yang benar-benar bisa saling menjaga.

“Itu doang? Yakin?” Soobin memandang Jimin sembari memicing ke arahnya karena dirinya tahu bukan itu maksud dari pertanyaan Jimin tadi.

“Sebenernya besok gue udah pingin berangkat kuliah lagi,” jawab Jimin.

“Jangan dulu, hyung. Hyung masih sakit dan masih lemes, lho. Buat bangun kepalanya masih pusing juga, kan? Pokoknya hyung harus istirahat dulu sampai sembuh, baru boleh pergi ngampus lagi,” nasihat Soobin kepada Jimin.

“Soobin hyung bener lho, hyung. Jangan maksain diri sendiri untuk kuat kalau nyatanya hyung masih selemah ini.” Taehyun memandang Jimin sembari tersenyum tipis hingga menampakkan lesung pipinya.

“Kalau lo nekat, hyung, nanti kejadiannya malah kayak Hueningkai, lho. Masih sakit maksa ngampus, eh, di sana dia jatuh dan malah lukanya tambah parah. Akhirnya untuk sembuh harus nunggu beberapa waktu lagi, padahal kalau waktu itu dia mau di rumah aja, pasti sakitnya akan lebih cepet membaik,” Yeonjun berujar untuk membuat perumpamaan pada Jimin dengan kejadian Hueningkai beberapa hari lalu.

“Tapi kalau orang tua gue nanti tahu kalau gue gak ngampus, nanti gue malah dimarahin, gaes. Keknya gue pernah ceritain masalah keluarga gue ini ke Soobin, Taehyun, sama Hueningkai. Kalian masih ingat, kan?”  tanya Jimin sembari memandang Soobin dan Taehyun dengan tatapan yang seakan memberi sinyal untuk mereka mengingat lagi akan ceritanya yang berkaitan dengan keluarganya.

“Iya, gue masih inget, hyung. Tapi, mau seperti apa pun keluarga hyung, kesehatan itu tetep yang utama, hyung. Kalau hyung tetep nekat kuliah dalam keadaan yang masih seperti sekarang. Bukannya materi yang diterima bisa dicerna dengan baik, malahan hyung tambah sakit karena kecapekan. Tolong lah, hyung. Hyung harus mau menjaga diri hyung sendiri.” Soobin menatap Jimin dengan serius. Wajahnya yang selalu tampak tersenyum itu kini benar-benat terlihat sangat serius. Tentu saja itu membuat ketampanannya naik berkali-kali lipat.

“Emang keluarganya Jimin hyung kenapa, sih?” tanya Yeonjun dengan muka tanyanya yang sungguh kentara.

“Keluarga Jimin hyung tuh nggak perhatian sama Jimin hyung. Mereka cuma kerja sehari semalam buat memenuhi kebutuhan Jimin hyung, udah itu doang. Nggak ada sayang-sayangan kayak keluarga pada umumnya. Dan lagi, Jimin hyung tuh selalu dituntut untuk nomor satu dalam hal apa pun oleh keluarganya. Kayaknya karena hal itu deh Jimin hyung nekat mau pergi kuliah walaupun masih sakit, dia takut dimarahin orang tuanya,” papar  Taehyun berusaha menerangkan sejelas-jelasnya.

“Tapi meski demikian, Jimin hyung harus lebih memilih untuk menjaga kesehatannya daripada mencapai gelar nomor satu demi orang tua tapi kesehatannya terancam,” ujar Soobin kepada Taehyun.

“Tapi gue udah baikan kok, Bin.” Jimin menatap Soobin serius untuk meyakinkan namja itu kalau dirinya sudah baik-baik saja.

“Nggak bisa, hyung masih pucat. Itu artinya hyung masih sakit. Hyung nggak boleh ngampus dulu pokoknya, nanti malah tambah sakit, tahu,” ujar Soobin dengan tegas.

Bad Past | BTS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang