8. Berinteraksi

187 163 16
                                    

Di kantin sekolah, Revan memesan ketoprak spesial Mba Sekar. Selain menu makanannya lain, pemilik kantin pun tak kalah ramah dibanding Pak Mamat di sekolahnya dulu. Revan melahap seporsi ketoprak pedas itu dengan khidmat. Kedua lelaki yang nampak  riang gembira di hadapannya juga sedang memakan pesanan mereka.

Mulai sekarang, Revan resmi menjadi bagian dari Ando dan Danu.

Seorang lelaki berkacamata meneguk jus jeruknya, menatap lurus ke depan, objek yang ditatap mengernyit bertanya. "Lo kenal Elan anak IPA 1 nggak?" tanyanya pada Revan.

"Nggak kenal juga sih, cuma tau aja. Dia sering jadi sasaran tawuran di sekolah gue dulu, tapi cuma dua kali, temen-temen gue pada nggak berani lagi ngelawan sejak Elan remukin tulang kaki salah satu anak kelas 11." Revan menyeruput minumannya, menghela napas. "Gue juga nggak tau betul tuh korban bisa jalan lagi atau nggak?"

Ando dan Danu mendengar seksama, tentu sedikit terkejut. Ternyata seorang Acazio Elando diam-diam menyeramkan. Elan itu memiliki kharisma yang luar biasa, dia pandai mengontrol emosi di keadaan segenting apapun, bahkan ketika dia jatuh dari motor beberapa minggu lalu. Ando dan Danu saja tidak dapat membayangkan setenang apa Elan meremukkan tulang seseorang?

"Menurut gue, tuh cowok aneh. Punya otak pinter banget, cuek juga, dan lebih anehnya menjauh kalo dideketin banyak cewek. Tampang mendukung, punya otak berguna, tapi kek goblok gitu liatnya. Gue curiga juga kalo dia ... homo?" Ando mengusul heran.

Satu jitakan mendarat di pelipisnya. "Homo pala lo! Nggak ikut pre-order Bintang sih. Di season 1, dia mulai berubah woi!" Danu geram.

"Ah, masa?" Ando tidak percaya.

Jitakan yang lainnya ikut menyusul. "Gue yang nggak ikut di season 1 aja tau, Ndo! Belilah, kalo spoiler nanti pada nggak penasaran." Revan menimpali sambil terkekeh pelan.

Ando mengangguk mengerti, mungkin hanya dia yang tidak mengikuti pre-order itu diantara para temannya. Pulang sekolah nanti, dia akan langsung memesannya. Wajib! "Eh, tuh dia." Ando menepuk-nepuk meja, menyorot lurus ke arah Elan yang berjalan sendirian ke pojok kantin.

"Auranya dingin, 'kan? Tapi gue heran." Danu menyuapkan satu bakso ke dalam mulutnya, menatap Ando dan Revan bergantian.

"Heran kenapa?" Ando kepo.

Samar-samar Danu menyungging senyumnya, beralih memperhatikan pintu masuk kantin. Tak lama, seorang gadis cantik dengan raut kesal menghampiri Elan. "Kenapa ... Tasya bisa tahan dan rela melakukan apapun demi menaklukkan Elan?"

"KUTUB SELATAN!"

Tak mengindahkan teriakan Tasya yang menjadi pusat perhatian, Revan tetap tenang memakan ketopraknya. Sesekali melirik dua orang yang menjadi topik pembicaraan kali ini. "Cintanya tulus berarti," ucapnya berpendapat.

"Alah, susah nembus pertahanan Elan yang sudah kokoh. Sekalipun cewek primadona sekolah sudah turun tangan kek gitu, Elan nggak bakal luluh," ucap Danu. Dia yang selalu antusias dalam masalah-masalah begini.

"Sok tau lo murid baru." Ando mengejek Revan.

"Gue sudah baca novelnya, ya! Wajar kalo gue tau!" Revan menghembuskan napas. Makanannya habis tak tersisa, dia meneguk minumannya, lalu beranjak. Entah mengapa tiba-tiba dia ingin bertemu Kirana?

"Mau ke mana?" Ando sedikit berteriak.

"Balik!"

"Sudah bayar?"

"Bayarin, Kawan!"

Ando menggerutu, mencak-mencak sampai membuat Danu terkekeh-kekeh puas. "Nggak sekarang, nggak di season 1, ada aja yang minta bayarin makanan."

KiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang