11. Gaduh

162 149 12
                                    

Now playing: Remaja - HIVI!

"Permisi!" Ando maju ke depan, mengetuk-ngetuk papan whiteboard mengalihkan perhatian. Merasa jenuh dan bosan, dia memutuskan untuk mencairkan suasana di ruang kelas yang nyaris tidak ada hiburan. "Banzai ..." Dia menyengir lebar, menyorot satu persatu teman-temannya.

"Ngapain lo?" Dilon menyeletuk, bergidik ngeri dengan tingkah Ando yang aneh. Para guru sedang rapat, seluruh kelas jam kosong, Revan saja menyempatkan mampir ke kelas XII IPA 1. Elan bolos keluar seperti biasa.

Ando mengedik bimbang, setelahnya tersenyum penuh makna. Dia mengambil penggaris panjang di meja guru, menunjuk jam dinding menggunakan penggaris tersebut. "Ayo ... ini apa?" Dia berlagak menjadi guru, Danu di belakang sana terpingkal melihat aksi sang sahabat.

Dia memang manusia receh.

Walaupun begitu, semuanya kompak menjawab kecuali Kirana. "Jam, Pak!"

"Betul. A plus untuk kalian." Ando menggut-manggut. "Kalo ini apa?" Dia kembali menunjuk barang.

"Papan, Pak!"

"Nah, ini apa?"

"Meja, Pak!"

"Ayo ... kali ini apa, ayo?"

"Wah, apa tuh?" Mereka sok tidak tahu, pura-pura bingung. Memang tololnya anak kelas XII IPA 1 sudah menjalar mendarah daging.

"Apa, ya?" Ando celingukan, seolah mencari orang yang dapat menjawab pertanyaannya. "Itu yang mukanya galak di belakang, kamu tahu ini apa?"

Rafi menggeram, Ando sedang menunjuknya. Meski begitu, dia mengangguk, tahu kalau tengah bercanda dan mengurangi atmosfer berat yang sedari tadi menyelimuti suasana. "Itu kursi, Pak."

"Woah, bener!" Ando bertepuk tangan, semuanya mengikuti seakan takjub.

Kirana menguap, melirik Revan di sebelahnya yang ikut terbahak-bahak. "Tolol."

"Hah?" Revan menoleh.

"Tolol." Kirana mengulangi, menutup bukunya dan menopang dagu. Lagi-lagi Revan tertawa.

"Nah, nah, nah. Itu apa, ya?" Ando menunjuk Kirana, yang ditunjuk mengendus tidak peduli. "Kira-kira dia cantik nggak, ya?"

"Biasa aja, Pak!"

"Dia berguna nggak, ya?"

"Sama sekali nggak, Pak!"

"Cocoknya diapain, ya?"

"Dicocol enak juga, Pak!"

Mereka tertawa, Ando juga ikut terpingkal. Kalau sudah begini, kelas tidak akan hening kembali. Entah, tadi itu benar-benar sunyi dan sepi. Ando yang memang tidak menerima keheningan tersebut pun berinisiatif membuat kegaduhan.

Kirana yang dijadikan objek tertawaan semakin tidak bersemangat, ikut-ikut tertawa meski terputus-putus. "Iya sih, gue emang nggak cantik." Dia memberi jeda, "Nggak berguna juga, 'kan?"

Semuanya berhenti tertawa, Ando nampak salah tingkah. Merasa bersalah melihat Kirana yang tersinggung seperti itu, niatnya hanya bercanda.

"Tapi ... jangan cocol gue. Gue masih perawan."

Kembali terpingkal, Kirana itu memang tidak gampang tersinggung. Lagipula gadis itu tahu kalau mereka hanya bercanda. Di depan sana Ando menghela napas, lega karena Kirana tidak menganggap serius guyonan mereka.

Setelahnya, Kirana memejamkan mata. Garing sekali. Padahal dia tidak ada niat untuk bercanda, namun selera humor mereka memang di bawah rata-rata, selalu tertawa apapun kelakuan lucunya.

KiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang