Sepulang sekolah, Kirana segera pergi ke rumah Tasya untuk mengerjakan tugas kelompok yang diberi oleh Bu Ani tadi. Shella pun ikut serta membantu meski dia lain kelas dengan yang lainnya. Tentu dengan sangat enggan, Kirana mengerjakan.
"Susah nih." Ando mengeluh putus asa, bingung dengan soal yang dikerjakan. "Gue sama sekali nggak paham yang ini. Bagi soal yang lebih mudah ada nggak sih?"
Bu Ani membagikan kelompok masing-masing 3 orang. Ando sudah bilang, dia ingin pindah dari kelompok Tasya, namun tak ada yang mau menampungnya. Peringkatnya memang yang terendah, dia tak pernah paham dengan apa yang dijabarkan guru di depan papan, selalu gagal jika diberi soal.
"Beban. Itu soal yang paling gampang, lho," celetuk Shella geleng-geleng kepala. Kembali gadis itu membantu Tasya menyelesaikan rumus-rumus fisika sembari mengemil kacang polong yang ada di meja.
"Biarin aja, Shell. Ngerjain dua soal doang sudah kek mau bunuh diri aja. Kebanyakan mikir!" Tasya berdecak, jengah dengan Ando yang mengeluh sejak tadi. Tasya yang paling sibuk, rela mengerjakan lebih banyak soal dari yang lain. Kepintarannya yang menjadi kebanggaan SMA Sakti Mulya tak perlu lagi diragukan.
"Dih, kek lo nggak mikir aja," nyinyir Ando tidak terima, wajahnya semakin kusut saja. "Kirana enak tuh diem doang, kok gue nggak boleh? Kata bunda, cowok ganteng itu nggak boleh capek-capek."
Tasya berdesis sinis, "Miris, ya liat cowok ganteng macem Ando, otaknya nggak guna. Lihat tuh Elan, limited edition." Membayangkan wajah Elan, Tasya melebarkan senyumannya, hatinya jadi lebih adem.
"Hm ... hm ... hm." Kirana menguap untuk yang kesekian kali, membalik halaman bukunya sambil memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman.
"Bener, 'kan, Kir?" tanya Tasya menggebu-gebu.
"Hm ... hm ..."
"Kerjain aja deh, besok kalian sudah mulai presentasinya, 'kan?" Shella yang berucap, mengingat kalau besok teman-temannya akan melakukan presentasi dari hasil kerja kelompok mereka.
Ando menghela napas, mengelus-elus dada agar makin tabah. Dia sudah berniat dalam hati, semoga Tuhan membuatnya pintar mendadak. Belum sempat menulis, Ando kembali mendongak, "Eh, ajarin, ya? Gue nggak janji bisa selesai kalo nggak dibantu nih."
"Hm ... hm ..."
Shella beralih membantu Ando menyelesaikan soal, Tasya dan Kirana sudah selesai sejak awal.
"Hm ..." Tiba-tiba Kirana telungkup di lantai, mata sayupnya setengah terpejam. "Hm ... hm ..."
"Kenapa?" Tasya bertanya bingung, keningnya ikut mengerut. "Aneh ih, Kirana."
"Mungkin ngantuk?" Ando menopang dagunya, memperhatikan Kirana yamg terkapar di lantai membuatnya bergidik ngeri. Lelaki tersebut membiarkan saja Shella yang mengambil alih soal-soal yang memusingkan kepalanya.
"Emang kalo ngantuk, dia reaksinya kayak gitu?" Shella hanya melirik sekilas, lalu lanjut mengerjakan soal milik Ando.
Tasya tampak berpikir, mengingat-ingat reaksi apa yang diberi Kirana jika mengantuk di kelas. "Nggak gini deh. Biasanya dia langsung tidur aja."
"Hmmm ..." Kali ini Kirana berdeham lebih keras, dia duduk lagi dengan hati-hati, lalu menaruh kepalanya di atas meja. Matanya terpejam.
"Kesurupan kali nih." Ando bergidik, melakukan gerakan mengusir, menjauh dari Kirana.
Mata Kirana terbuka, menunjuk-nunjuk Ando sengit. "Hm. Hm. Hm."
"Tuh, 'kan, aneh! Jangan sok bisu deh, Kir!" Ando mulai ketakutan, melihat sorot mata Kirana yang bengis seolah akan membunuhnya kian membuatnya gemetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kirana
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠️ Qilefyi Kirana Putri. Ini kisah tentang seorang gadis beriris sayu, memiliki ambisus tinggi, dan kutu buku akut. Kirana namanya, membaca buku hobinya. Gadis dengan tatapan bengisnya itu sering kali membuat lawan bicara mend...