"Oh ... Gev." Kirana manggut-manggut. Setelah bergeming lumayan lama, akhirnya dia mengenali sosok jangkung di hadapannya. Seorang lelaki yang dia kenal lewat dunia maya, ternyata lelaki ini terlihat nyaris sempurna. "Gantengnya ...," decak Kirana kagum.
Gev terkekeh, pandangannya beralih kepada Revan yang menatap menyelidik. "Ini siapa lo btw?"
"Mau apa lo ke sini?" Bukannya menjawab, Revan malah balik bertanya. Aura Gev begitu memikat, kharismanya terbilang kuat, namun terlihat sedikit kejanggalan yang Revan rasakan.
Lagi-lagi Gev terkekeh, sudut bibirnya makin tertarik, dia mengembuskan napas tenang. "Nggak ada urusannya sama lo sih." Revan kian tidak suka, Gev semakin puas mengerjainya. "Gue mau ketemu sama Kirana, Bro."
"Untuk?" tanya Revan skeptis. "Jangan macem-macem deh lo."
"Nggak papa kali, Van. Dia mau ketemuan sama gue, bukan lo." Kirana menengahi, pusing sendiri mendengar pertanyaan Revan. Satu dus buku yang berada di sana tidak lagi Kirana hiraukan, kini fokusnya beralih pada Gev yang begitu memukau.
Gev berdecak, melirik Revan tajam seolah mencemooh. Tatapannya berubah teduh ketika netranya kembali menyorot Kirana, tersenyum manis melipat gandakan kadar ketampanannya. "Oh, ya, btw mau main ke rumah gue, nggak? Sekalian jalan-jalan sambil kenalan biar makin akrab. Di sini ada nyamuk, nggak nyaman kalo ngobrol."
Brengsek.
Revan tahu kalau lelaki itu sedang menyindirnya. Firasat Revan sedari tadi gundah, menuduh kalau Gev bukan pria baik-baik. Pasti ada kelicikan yang disembunyikan, mana lagi bertemu dengan sahabat Kirana saja dia tidak sopan. Bajingan. Revan tak akan membiarkan Kirana pergi bersama Gev.
"Bo—"
"Nggak. Kirana nggak bakal dapet izin dari tante Winny," potong Revan cepat. "Tujuan lo yang sebenernya apa sih? Jangan licik deh, Bro."
"Sinis amat. Gue dateng baik-baik malah disambut buruk kek tampang lo."
"Sialan!" Revan tampak murka, namun Gev terlihat tidak terusik sama sekali. Revan kian gregetan. "Oke, muka lo emang lebih ganteng dikit daripada gue ..."
"Makasih."
Revan mengendus tidak suka, lelaki di hadapannya sangat pede sekali. "Bukan bermaksud sombong, ya. Tapi gue tuh berasal dari keluarga Telgran, keluarga yang kaya raya itu, lho."
"Oh." Gev manggut-manggut tidak tertarik. "Dasar anak SMA, duit orang tua bangga," nyinyir Gev sungut.
Revan menggerutu, tangannya terkepal kuat, nyaris menghajar Gev kalau saja stok kesabarannya habis. "Dia siapa sih sebenernya, Kir?" Revan menatap Kirana bertanya. Gadis itu menopang dagu dengan tatapan mengarah pada Gev, seolah begitu mengagumi pahatan wajahnya. Kesal karena tak direspon, Revan memukul Kirana pelan, "Oi!"
"Hm?" Kirana terbuyar dari lamunannya, menatap Revan jengah. "Kenapa sih, Jelek?"
Tak habis pikir, bahkan sahabatnya sendiri mengejeknya ketika melihat yamg lebih bening di hadapan mereka. Revan mencibir keki, dia kesal setengah mati. Gev memang begitu sempurna, apalagi jika kaum Hawa yang memandangnya, mungkin akan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Contohnya, Kirana.
"Kuman, ganggu orang lagi kasmaran aja." Gev tertawa menghina, dia tahu kalau Revan sebal tanpa perlu melihatnya.
Merasa tak berguna berlama-lama di sana, Revan memutuskan masuk ke dalam dengan membawa dus berisi buku-buku yang tadi dia berikan pada Kirana. Di ambang pintu dia melirik Gev sinis, seolah memercik permusuhan. "Awas lo," sengitnya lalu kembali melangkah.
Gev terbahak, tidak terlalu mempermasalahkan Revan yang terlihat tak menyukainya. Lagi pula dia tak ada urusan dengan lelaki menyebalkan itu.
Urusan, ya?
"Jadi gimana, Kirana?" Gevin Beraldo nama lengkapnya, mengambil jurusan manajemen di universitasnya. Umurnya memang lebih tua dari Kirana, namun wajahnya tampak masih muda seperti anak remaja lainnya.
"Hm ... kenapa?" Kirana bertanya tak paham, ketampanan Gev memang membuatnya gagal fokus. Baru kali ini Kirana melihat lelaki sesempurna seorang Gevin, mungkin hanya secuil manusia yang setara dengannya.
Gev mengedik, dia memiringkan kepala ke kanan lalu tersenyum tipis. "Ditolak atau ... diterima?" Tujuannya kemari hanya untuk mendengar jawaban Kirana secara langsung. Gadis di hadapannya terbilang unik, maka dari itu tanpa ragu Gev mengungkapkan perasaannya.
Melihat ekspresi bimbang yang Kirana tunjukan, Gev menepuk tangannya beberapa kali. Dia bukan lelaki pecundang yang tidak membawa buah tangan ke rumah gadis yang dia gemari.
Tak lama, seorang gadis bertubuh ringkih masuk menghampiri, dia membawa bingkisan dengan khidmatnya. Kepalanya menunduk, wajahnya tampak manis namun terlalu banyak kepedihan yang terlihat pada mimik wajahnya.
Kirana menerima bingkisan tersebut, memeriksa isinya yang ternyata berisi buku. Bahkan Gev telah tahu benda kesukaannya tanpa perlu bertanya. "Makasih. Mau aja lo repot-repot kek gini, kalo gue sih nggak mau."
"No problem." Gev kian tersenyum lebar. Dia melirik gadis yang tadi mengantar bingkisan tersebut dengan datar, memberi kode agar gadis tersebut pergi secepatnya. Tentu si gadis penurut itu langsung berbalik pergi, takut 'tuan'nya akan marah besar jika dia tak langsung bergerak dari sana.
"Dia siapa?" Kirana mengernyit ingin tahu. "Eh, sini dulu!" panggilnya pada gadis tersebut.
"Zela." Gev memberi tahu namanya, tersenyum samar saat Zela kembali mendekat dan menundukkan kepalanya sopan. "Cium kaki tuan rumahnya dulu, Sayang ..."
Zela mengangguk takut. Bertekuk lutut di hadapan Kirana, nyaris mencium kaki Kirana sesuai perintah Gev, namun Winny datang dan mencegahnya. Gadis malang itu begitu menuruti setiap perintah semena yang menyuruhnya, padahal dia dapat mengelak.
"Brengsek!" Revan mengangkat kerah baju Gev hingga lelaki itu berdiri, hendak menghajarnya namun kepalan tinjunya justru melayang di udara.
"Ada apa gerangan sih, Kawan?" Gev tetap tenang, menghempaskan Revan yang memegang kerahnya. Senyumannya terpampang lebar, tak tersulut emosi sama sekali. Tujuan utamanya datang kemari bukan untuk mencari masalah.
Winny menghela napas, menatap Gev dengan sorot menghakimi. "Kamu kalau mau macem-macem dengan anak saya, sebaiknya jangan. Singa buas seperti kamu ini nggak cocok disanding sama siput seperti Kirana."
"Kok Kirana siput, Ma?" Kirana tak terima dirinya disamakan dengan seekor siput, namun dia memilih untuk tidak peduli setelahnya.
Gev mencengkeram lengan Zela, membawanya pergi dari sana. Tangan Gev melambai-lambai, senyumannya masih terpampang, dia terlihat semakin menawan. "Gue ke sini cuma numpang aja sih."
"Maksud lo?" Revan yang bertanya.
"Lapak gue sepi, jadi nongol aja di sini. Kalo bukan karena niat gue baik, sudah gue cincang lo, Jelek."
Revan melotot lebar, dia sungguh kesal dengan lelaki itu. "Sekalinya mampir bikin gue naik darah lo! Pergi deh, jangan balik lagi!"
Gev terkekeh, "Bye!" Menyadari jika kata yang terlontar salah, Gev kembali mengulanginya, "Maksudnya, see you!" Dia melambai-lambai, menyeret Zela ikut bersamanya.
Zela begitu penurut, 'kebaikannya' melebihi setiap orang yang Gev temui. Wajah gadis itu sedari tadi pucat, Gev cukup peka kalau Zela merasa sangat tidak nyaman.
Tersenyum, Gev mengelus rambut Zela penuh sayang. Bukannya senang diperlakukan 'semanis' itu oleh sosok setampan Gev, Zela justru merinding ketika Gev berkata, "Kalo lo nggak mau si Una itu mati, kapan-kapan kita mampir ke sini lagi, oke?"
***
Wow, Gev sama Zela mampir nih. Jangan lupa baca Delusions juga. Sankyuu, Bre!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kirana
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠️ Qilefyi Kirana Putri. Ini kisah tentang seorang gadis beriris sayu, memiliki ambisus tinggi, dan kutu buku akut. Kirana namanya, membaca buku hobinya. Gadis dengan tatapan bengisnya itu sering kali membuat lawan bicara mend...