13. Persahabatan Sekedar Perasaan

158 130 32
                                    

"Hah?"

"Apaan?"

Ando mendengus lagi, Kirana ini memang selalu membuatnya jengkel. Padahal gadis itu yang memanggil, namun diri sendiri bersikap seolah tidak mengingat. "Lo ngapain manggil?" Ando bertanya ogah-ogahan.

"Muka lo ... jelek." Kirana memberi jeda, "Gue cuma mau ngasih tau itu doang sih." Muka lempeng tanpa dosa itu ingin sekali Ando tikam.

"Gue nggak jelek. Cuma—"

"Cuma jelek!" Revan datang dengan Danu, menginterupsi keduanya. Mereka sehabis membereskan bola karena disuruh si guru olahraga. Kebetulan mata pelajaran olahraga anak kelas XII IPA 1 dengan IPA 3 bersamaan. Lelaki yang baru saja mengejek Ando duduk di sebelah Kirana, "Ngaku aja kali punya tampang pas-pasan!"

"Hm. Seenggaknya kalo jelek jangan miskin. Pasti lo nggak ada duit beli skincare, 'kan?" Kirana menghina dengan raut datar, memang dia sendiri tidak ngaca.

"WOI!" Ando memukul meja, menyorot tidak terima. Intensitas tatapannya menajam, si lawan bicara sama sekali tidak terintimidasi. "Gue gini-gini punya mantan banyak, lho."

"Cih. Sampah dibanggain." Ucapan Kirana memang luar biasa menyakitkan, meski iris malasnya seakan tidak memberi lawanan. Kata-katanya begitu menohok, Ando yang sesaat membanggakan diri kembali merengut sedih.

Kirana ini kalau soal berdebat ... pasti selalu menang, itupun jika niat malas bicaranya menghilang.

"Hm ... gini-gini. Jelek itu bukan masalah fisik. Kata 'jelek' nggak cuma mentok di fisik doang. Contohnya, mph ... siapa itu yang cantik tapi kelakuannya rendahan, Dan?" Revan bertanya pada Danu, Danu nampak berpikir mencerna pertanyaannya.

Visual Revan jika dilihat dari samping itu nampak gagah. Kirana saja sampai tidak berkedip ketika keringat di pelipis Revan jatuh ke bukunya. Dengan seragam olahraga yang belum dia ganti, membuat tubuhnya ...

"Bau." Kirana mengambil bukunya yang berada di depan Revan. "Bau lo, Van."

Revan menoleh genit, "Masa?" Dia mencium ketiaknya sendiri, lalu iseng mendekatinya pada Kirana. Lelaki itu tertawa sambil menghindar, wajah datar Kirana membuatnya tidak tega untuk menjahili. Lagipula tadi itu ... jorok sekali. "Gue males ganti, bentar aja deh."

"Oh ... temen sekolah lo dulu itu?" Danu mengingatnya. Dia memang tahu semua gosip yang beredar. Seluk beluk sekolah lain pun dia cerna untuk dijadikan bahan gosipan. Lelaki berkacamata itu membuka mulut ketika Revan mengangguk. "Namanya Devina."

"Nah, tuh contohnya si Devina. Fisiknya cantik, nggak jelek. Tapi ... sering rusak hubungan rumah tangga orang. Istri-istri mereka yang Devina rebut suaminya pernah mergokin, bahkan ada juga yang labrak secara terang-terangan." Revan mengambil napas. Hanya Ando yang terlihat semangat mendengarnya, sementara Kirana nyaris terlelap, Danu nampak tidak tertarik karena sudah mengetahui.

"Kalian tau? Suami mereka malah lebih mihak si Devina yang nggak tau diri, sampe ada beberapa yang cerai demi lanjutin hubungan sama cewek senajis itu." Revan melanjutkan.

"Ew, jijik." Setelah mendengar cerita dari Revan, Ando berkomentar rendah. "Devina memang makhluk biadab, paling brengsek dan, ish ... mau muntah gue. Benci, ey!"

Revan mengernyit, Ando terlihat sangat membenci si Devina itu walau hanya mendengar Revan cerita. Sorot matanya kian serius sejak Danu mengucapkan nama 'Devina'. "Iya sih, Devina itu mau aja gitu tidur sana-sini. Bahkan dia pernah nekat lakuin tindakan mesum di sekolah. Anehnya, yang mergokin dia lakuin 'itu' nggak pernah lapor ke OSIS atau guru biar di DO."

"Sekolah lo kurang elit sih, Van." Danu tertawa, Revan mengedik tidak peduli.

"Makanya gue pindah ke sini." Revan menjawab dengan senyuman lebar, menatap lekat-lekat ketiga orang temannya.

"Jadi, itu alasan lo pindah ke SMA ini?" Ando kepo.

"Iya."

Kirana yang sedari tadi menyimak sambil membaca menegakkan tubuh. Merasa heran, padahal maksud Revan pindah bukan karena alasan itu. "Bukannya ... lo pindah karena mau jagain gue?"

Revan tercenung beberapa saat, senyumannya berubah cengengesan. "Itu juga termasuk alasan kok, Beb. Nggak perlu khawatir."

"Beb, Beb, pala lo!" Kirana meringis jijik, kembali memangku tangan dan melanjutkan bacaannya.

Ando dan Danu memperhatikan interaksi antara Kirana dan Revan, persahabatan antara keduanya nampak kental, -murni. Tanpa perasaan sekedar lebih dari sahabat terselubung seperti film-film picisan.

Rasanya, tidak ada dari mereka yang menyimpan perasaan tersebut. Persahabatan terlalu terlihat jelas, cara tatap teduh seperti layaknya saudara, walau banyak yang mengira Revan berselingkuh dari Becca dengan Kirana yang jelas-jelas sahabat sehidup-matinya.

Itu juga hanya perkiraan, kita tidak tahu hati seseorang, 'kan?

Tersimpannya rasa cinta melebihi kata sahabat hanya mereka yang menentukan. Tidak ada yang tahu selain mereka sendiri dan Tuhan.

"Kalian orang baik, ya?" Ando mendadak bertanya skeptis, lebih memperhatikan kedua sejoli di hadapan. "Nggak pacaran aja?" lanjutnya ngawur.

"Amit-amit. Gue sudah sama Becca." Revan mengelak, melakukan gerakan mengusir pada Kirana yang menggulir mata bosan.

"Lo sendiri kok nggak pacaran?" Kirana balik bertanya.

"Pacaran sama siapa?"

Berpikir sejenak, Kirana berdeham pelan. "Mph ... sama Danu."

"Ogah!" Ando dan Danu sama-sama menjawab, menghindar, melotot garang pada Kirana secara bersamaan.

"Kalian homo, 'kan, ya?" Kirana bergulir ke pertanyaan berikutnya.

"Siapa bilang?!" Lagi-lagi jawaban terlontar secara bersamaan, mereka bertatap sejenak sebelum akhirnya membuang muka.

Kirana yang mendengar Ando dan Danu kompak 'lagi', sontak speechless. "Ah ... so sweet-nya ..." Dia menggoda.

"Sialan lo, Kir." Ando menatap marah, bertolak pinggang kesal.

Tidak memperdulikan, Kirana menguap ngantuk, Ando dan Danu tanpa sadar ikut menganga. Apa-apaan sih, mereka itu? "Ngomong-ngomong soal si Devina." Kirana mengalihkan topik ke semula, kian memberi atensi lebih pada Ando yang kembali serius. "Mantan lo, 'kan, Ndo?"

Pertanyaannya sanggup membuat Ando menjengit, Revan dan Danu bertanya-tanya turut penasaran. Si lelaki yang merasa tersudutkan memasang tampang was-was, dia berbisik lirih, "Kok lo tau?"

"Bener mantan lo, Ndo? Kok lo nggak cerita?" Danu sewot. Sebagai sahabat baik Ando, dia tidak terima sang sahabat menutup-nutupi sesuatu.

Ando panik lagi, menyengir untuk menetralisir kegugupan. "Bukannya nggak mau cerita, gue malu aja gitu punya mantan kek dia." Sebagai penyandang gelar playboy kelas kakap, mantan Ando memang bertebaran sana-sini. Bahkan beberapa dia campakkan hanya untuk mengganti pasangan.

Brengsek emang.

"Jangan-jangan, lo sudah nggak perjaka lagi karena pernah tidur ma mantan lo itu?" Tuduhan Revan mampu membuat Ando melotot lebar, -tidak terima.

"Enak aja! Gini-gini gue masih perjaka kali," ucapnya pembelaan diri.

"Terus ... kok lo nggak nyari pacar lagi?" Kirana bertanya ingin tahu, rasa kantuknya menguap melihat Ando panik karena kena salah tuduh.

Sebagai musuh, dia senang melihat wajah menderita Ando.

"Khilaf gue." Ando menghela napas, ikut menopang dagu bersama Kirana.

Si mata sayup mengedik, sedikit tidak percaya. Rasa curiganya semakin menjadi ketika Danu mengacak rambut Ando yang memang sudah berantakan dengan beringas, sampai akhirnya Ando menepis kejam.

Senyuman sudah tidak tertahan, dalam hati Kirana berucap; ‘Ah ... so sweet-nya’ berulang kali. Semakin memberi intensitas lebih, Kirana menyeruakan pertanyaannya yang sudah menggundah hati. "Lo bukan khilaf, Ndo. Lo homo sama Danu, cocok kok."

"SIAPA BILANG?!" Mereka memekik, menampik keras tuduhan menjijikkan tersebut. Lagi-lagi terlontar bersamaan, membuat Kirana kian tersenyum lebar.

"So sweet sekali ..."

KiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang