Berita Tasya dan Elan yang berpacaran menyebar, membuat pagi ini seakan gempar. Berkat dua lelaki jahil yang nekad memajang foto mereka di mading sekolah. Siswa-siswi kian dibuat penasaran dengan hubungan keduanya, apalagi ketika melihat dua sejoli tersebut bergandengan tangan.
Banyak yang berbondong-bondong mendekati si pasangan baru tersebut, namun mereka sok tak tahu menahu, menyuruh bertanya pada Ando dan Danu saja agar lebih jelasnya. Menjadikan dua lelaki penggosip itu sebagai sasaran keingin tahuan para murid yang bak netizen, sekaligus hukuman karena memajang foto mereka sewaktu kencan di kafe di mading sekolah tanpa ijin.
Tepat saat Ando dan Danu dikerubungi di kantin, Kirana memilih menjauh agar tak terkena senggol-senggolan para murid. Sesekali Revan yang berada di hadapannya terkekeh-kekeh melihat kesialan dua 'sahabatnya'.
"Hadeh, ngurusin hidup orang sih," celetuknya tiba-tiba. "Heran deh gue, kenapa mereka fotoin Tasya ma Elan terus taro di mading? Kena getahnya, 'kan." Revan terkekeh lagi, kegirangan bukan main, beruntung dia tak mengikuti kekonyolan Ando dan Danu kemarin. "Kir, gue ngomong sama lo, lho, bukan sama Mbak Sekar," kata Revan melihat Kirana tak menghiraukan.
"Kalo orang lagi sibuk jangan diganggu, ngerti?" Kirana geleng-geleng kepala, tak mau banyak membuang tenaga karena pertanyaan Revan yang tak ada ujungnya.
Revan mencebikkan bibir, menyorot humor. "Dih ... sok sibuk," cibirnya.
Diam lagi.
Kirana tak mau meladeni lebih lama lagi.
Revan melirik Ando dan Danu yang berjalan menghampirinya. Dua lelaki itu kini menjadi pusat perhatian, langkah mereka digiring tawa para murid di sekeliling. Dari kejauhan, Tasya terbahak menatap punggung sasarannya, sangat puas mengerjai keduanya.
"Mulai stress deh orang-orang." Danu duduk di samping Kirana, tampak terganggu dengan tawa para teman-temannya.
"Iya." Ando membetulkan. "Padahal nggak ada yang lawak, kok pada ketawa? Gila lo pada!" Ando menunjuk-nunjuk mereka yang kian tertawa, mengelus-elus dada melihat para teman-temannya yang makin terpingkal. Dia mengembuskan napas, "Duh, nggak terselamatkan kalian ini."
"Lo kali yang gila!" Seorang lelaki menepuk pundak Ando sambil tertawa, lalu lari terbirit ketika Ando hendak meninjunya.
Revan yang pada awalnya bingung akhirnya mengerti, dia mengambil kertas yang tertempel di punggung Ando, membaca tulisannya dengan lantang. "Kita gila. Menjauhlah kalian!" sontak dia tertawa, memberi kertas tersebut pada Ando yang merebutnya.
Danu meraba punggungnya, mengambil kertas yang juga tertempel di belakangnya. "Kerjaan Tasya nih pasti." Mendengus, Danu meremas kertas tersebut lalu melemparkannya pada Revan yang kian tertawa mengejek.
"Nona Tasya memang tidak bisa dilawan," ucap Ando mencoba sabar.
"Banyak ngomong kalian. B-a-c-o-t." Kirana mendadak menyeletuk marah. Tampak terusik dengan kedatangan dua makhluk di dekatnya.
"Kir, kalo baca buku posisinya jangan gitu, duduk yang bener dong." Revan memberitahu perhatian, besar kemungkinan minus Kirana akan bertambah kalau membaca dengan posisi tidur seperti itu.
"Ngatur." Tak peduli, Kirana justru menyamankan kepalanya yang tiduran di meja.
"Dipeduliin kok malah gitu? Gue malah pengen banget punya temen yang peduli kek Revan." Ando memasang wajah sedih, eksistensinya seperti habis tak dipedulikan dunia saja.
"Sialan, kek gue nggak pernah peduliin lo aja." Danu sebagai sahabat Ando tak terima, dirinya seolah jahat mendengar ucapan Ando yang begitu menyedihkan. Ando hanya cengengesan.
"Yaudah, coba lo bayangin sekarang. Bayangin ada satu orang yang sayang dan peduli banget sama lo," ucap Kirana lempeng.
Ando menerawang lurus, perlahan bibirnya mengulas senyum. Mulai membayangkan jika ada seseorang yang begitu peduli dan sangat menyayanginya. Sosok itu seakan-akan mati jika tak bersanding dengannya.
Ando berkedip, dia kian tersenyum ketika membayangkan sosok itu adalah mantannya yang paling perhatian.
Revan menepuk pundak Ando, merasa lelaki itu terlalu lama menghayati khayalannya. "Bayangin aja kali, nggak usah ngarep."
Ando jengkel, balas dia meninju Revan, bibirnya bergerutu asal. "Bangke memang lo, Van. Fuck!"
Revan tertawa ringan, "Canda doang keles ..."
"Hm." Ando mendengus, sedikit kesal karena Revan menghancurkan khayalan indahnya. "Gunanya apaan sih, Kir?"
"Nggak guna. Ngayal doang aja."
"Bener-bener memang Nona Kirana ini." Ando mengelus dadanya sabar, banyak sekali cobaan untuknya ini. Kembali dia mencari topik pembicaraan agar suasana tak canggung sebab tak ada obrolan. Pikirannya berputar random. "Guys, cita-cita kalian apa sih?" tanyanya penasaran.
"Gue sih pingin jadi orang sukses. Aminin dong." Danu menimpali pertama kali.
"Amin ..." Ando mengusap wajahnya. Dia jadi bingung sesaat. "Nggak gitu juga bego," ketusnya emosi.
"Lho, lo nggak mau jadi sukses emangnya?" Danu bertanya dungu.
"Ya, maulah."
"Hm ... gue pengen jadi CEO muda. Huh, ngidam kaya nih," ujar Revan sembari melahap makanan.
"Merendah untuk digaplak. Lo udah kaya, oy!" Ando geregetan, tangannya ingin sekali meninju orang-orang di sekitar kalau saja ada lagi yang membuatnya kehilangan kesabaran.
Kirana mendongak dengan lemas, menutup bukunya keras. Baru saja dia menuntaskan bacaannya. "Gue pengen jadi model," katanya turut menimbrung. Dia menopang dagu, menatap lurus-lurus, "Hm ... bisa nggak, ya?"
"Amin, berdoa aja terus, Kir. Semoga kecapaian." Ando berucap bijak.
"Emang lo cita-citanya apa?" tanya Kirana balik.
Ando tersenyum lebar, "Jadi agen-agen gitu. Seru ..."
"Nggak cocok muka kek lo jadi agen. Mending ngebadut."
Revan dan Danu dibuat tertawa oleh hinaan Kirana. Entah ada masalah apa gadis itu sampai tidak menghargai setiap ucapan yang Ando lontarkan. Dendam kesumat yang sudah menumpuk di benak Ando membeludak, dadanya naik turun dengan cepat, kesal sekali dengan Kirana.
"Bangsat lo, Kir. Asyu," kesal Ando.
"Hm ... hm ..." Kirana mengambil bukunya lalu berdiri, menatap Revan sebentar dan melangkah pergi. "Yuk, Van, lagi bentar bel bunyi."
Setelah mengejek Kirana langsung beranjak, Ando merasa terhina dibuatnya. Menatap tajam-tajam Danu yang masih terpingkal. "Sahabat tai asyu ...," batin Ando jengkel.
Segera Revan menyusul Kirana, tak mau berlama-lama dekat Ando karena pasti akan dijadikan samsak tinju. Revan merangkul Kirana agar gadis itu berjalan lebih cepat, namun justru dia yang menyamakan langkah lambat Kirana.
"Nanti mereka mau ikut nonton. Nggak papa, 'kan?"
"Hm."
Revan mengangkat jempolnya, menganggukkan kepala. "Ngapain dah buru-buru ke kelas? Padahal bel masuk sepuluh menit lagi." Si bungsu Telgran bertanya setelah melihat jam tangannya.
Berdecak, Kirana berhenti sebentar karena lelah berjalan. Dia menatap Revan dalam-dalam, merogoh sakunya dan mengeluarkan kertas. "Mereka itu gila. Kita harus menjauh, Goblok!"
Ternyata kertas tersebut adalah kertas yang tadi tertempel di punggung Ando dan Danu. Revan mencibir, dia menyentil kening Kirana. "Lo yang goblok, Bego!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kirana
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠️ Qilefyi Kirana Putri. Ini kisah tentang seorang gadis beriris sayu, memiliki ambisus tinggi, dan kutu buku akut. Kirana namanya, membaca buku hobinya. Gadis dengan tatapan bengisnya itu sering kali membuat lawan bicara mend...