22. Kisah Cinta Sehari

79 10 3
                                    

"Duh, bosen." Revan menopang dagu sambil mengaduk-aduk minumannya. Sepulang sekolah, Revan dan Kirana langsung pergi ke kedai minuman di seberang jalan. Seperti biasa, ucapannya tidak pernah mendapat respon dari Kirana.

Minumannya habis tak tersisa, tenggorokannya pun telah basah, dan Kirana kembali membaca bukunya. Kepala Kirana terasa sedikit pening, entah karena efek begadang semalam atau memandang buku seharian. Titik fokusnya tetap kuat, tidak akan berpaling dari bacaan jika belum dituntaskan.

"Apa sih, Brengsek?"

Revan membelalak, kaget tiba-tiba disebut seperti itu oleh Kirana. "Punya masalah apa sih, Kir?" tanyanya.

"Lo ganggu gue, Bajingan." Kirana mendengus, ekspresinya kecut seperti tak ada gairah.

"Kapan woi?!" Revan tidak terima dirinya dituduh. Dari tadi dia hanya diam sambil memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di jalanan. Entah mengapa Kirana tiba-tiba menyebutnya bajingan?

Kirana mendengus lagi, mata pekatnya beralih menatap Revan, menunjuk-nunjuk cowok itu dengan kesal. "Nggak jelas lo, Goblok." Berdecih, Kirana merotasikan matanya kembali ke buku.

"LO!" Memang Kirana ini diam-diam menyebalkan. Emosi Revan terpancing, membuatnya menghembuskan napas berkali-kali agar tidak membuat Kirana makin pusing. Sahabatnya itu selalu saja tidak jelas, melampiaskan kekesalannya pada orang yang jelas-jelas diam bahkan tidak punya minat untuk menganggunya.

"Hansa. Temen SMP gue itu otw ke sini." Kirana memberitahu dengan lempeng.

Revan menoleh, "Siapa tuh?" Dia bertanya penasaran. "Cantikan mana sama Becca?"

"Cantikan Danu. Loli-loli gemes ..."

"Tolol lo."

Kirana mengangkat jarinya ke udara, menunjuk seorang gadis berseragam SMA yang menghampiri dirinya. Hansa duduk di sebelah Kirana, langsung berpangku tangan di atas meja dan menelungkup di sana.

"Galau temen lo, Kir?" tanya Revan berbisik.

Kirana mengangguk. "Biasalah, masalah anak muda."

"Oh ... putus cinta?"

"Hm. Dia ... nggak bisa pacaran."

Mendadak Hansa mendongakkan kepalanya, menghentak-hentakkan kakinya di lantai dengan raut kesal. "Jadi ... gue harus gimana, Kir?" Hansa menjerit, menyenggol-nyenggol Kirana agar memberi atensi padanya.

Revan berdiri, menghentikan pergerakan tangan Hansa yang menganggu Kirana sedang membaca. "Gue saranin jangan senggol singa. Di ngap ..." Revan mencekik dirinya sendiri, berpura-pura mati, lalu duduk kembali.

"Ah ..., sorry." Hansa melepaskan tangannya dari Kirana. Dia mengerti jika Kirana tidak suka diganggu saat sedang membaca. Kebiasaan Kirana di masa SMP dulu pun sama persisnya. Wajah Hansa tampak lesu, dia merengut, "Gimana dong?"

"Putusin aja sih, Han," saran Kirana.

"Ya ampun, Kirana. Gue ama dia udah PDKT-an setahun, lho. Bayangin, Kir, kita baru pacaran sehari, tapi ..." Hansa menghela lesu, dia menatap Kirana dan Revan bergantian.

"Tapi apa tuh?" Revan turut penasaran.

"Suasananya kek beda banget nggak sih setelah dan sebelum pacaran? Ya ... gue nggak nyaman gitu."

"Terus?"

"Ya ... gue harus gimana?!" Hansa kian gregetan, dia memainkan kesepuluh jarinya agar menetralisir kegugupan.

"Gue tadi bilang putusin aja, emang kenapa sih?" Kirana menutup bukunya, menyender pada tembok di sebelahnya. Lebih tertarik mendengarkan kisah cinta temannya yang masih anget-angetnya.

KiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang