Chapter 17 || Panik

22 6 0
                                    

"To... Tolong...," rintih gadis itu, ia mulai kehabisan napas. Tata ingin sekali mengeluarkan air matanya, tapi setetes pun tak bisa. Berharap seseorang menolongnya,  ia terlalu takut sendirian.

Di sisi lain, Bevan bersama sekumpulan temannya  berada di posko pengungsian, memikirkan nasib Tata yang tenggelam seorang diri. Kyra hanya bisa menangis sesenggukan, sementara Aileen tak terlihat keberadaannya.

"Hiks... Hiks...," rengek Kyra, Agam berusaha menenangkan cewek itu dengan lelucon yang sama sekali tidak lucu dan memperkeruh suasana.

"Agam, bisa gak sih lo diem, gue capek dengerin celotehan nggak jelas lo itu!" bentak cewek itu dengan suaranya yang parau.

Yang lain tetap bungkam, termasuk Bevan. Entah apa yang merasuki dirinya, cowok itu kini berlari sekuat tenaga untuk memasuki area pantai. Ia tak peduli kalau pun akan ada tsunami susulan.

"Mau kemana lo?!" tanya Raka setengah membentak, tapi tak dihiraukan oleh Bevan.

Pikirannya kalut, yang ia sebut dalam hatinya hanya Tata. Entah kenapa, ia menjadi peduli pada gadis itu, padahal biasanya saja ia acuh tak acuh. Dirinya pun bingung kenapa ia bisa seperti ini.

"TATAA...,"

"TAA...,"

Matanya membelalak seketika, jantungnya berdetak tak karuan. Ia melihatnya, tetapi sedikit tak percaya. Mengusap matanya berkali-kali, memastikan retinanya tidak salah melihat.

Bevan berlari sekuat tenaga, hatinya mencelos melihat gadisnya yang terkapar tak berdaya di antara reruntuhan pohon. Ia akan menyalahkan dirinya sendiri kalau sampai sesuatu terjadi pada gadis itu.

"Ta, bangun," ucap lelaki itu sembari menepuk pelan pipi mulus milik Tata.

Tata tak sadarkan diri, bibirnya pucat pasi. Tanpa berpikir panjang, Bevan menekan dada gadis itu beberapa kali agar ia kembali sadar.

Selang beberapa detik, Tata mengerjapkan matanya perlahan. "Uhuk... Uhuk...,"

"A-abang?" rintihnya, ia bahkan sangat lemas untuk sekadar berbicara.

"TATAAA!" Teriakan penuh kekhawatiran itu datang dari teman-temannya. Mereka berlomba-lomba untuk segera mendekati Tata.

"Ta, lo nggak apa-apa, kan?"

"Untung banget lo selamat."

"Sumpah, Ta, gue panik banget tadi."

Bevan mengusir teman-temannya dengan isyarat tangan. "Berisik banget, sih, lo pada." Ia menyingkirkan beberapa ranting yang menempel pada pakaian Tata.

Refleks, gadis itu memeluk lelaki di hadapannya, Bevan pun membalas tak kalah eratnya. Setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Tata, ia takut.

***

Setelah dirasa membaik, sekumpulan pemuda itu kembali ke penginapan dan segera bersiap untuk kepulangan mereka malam ini juga.

Sunyi sepanjang perjalanan. Sepertinya mereka sudah cukup lelah untuk hari ini. Tapi tidak dengan Bevan, ia harus tetap bertugas untuk mengendarai mobil dan mengantarkan merek satu per satu.

Sehabis tugasnya selesai,  lelaki itu  mengantar Tata sampai ke dalam rumahnya. Lampu sudah sepenuhnya padam. Dapat dipastikan orang di dalam rumah itu sudah tidur, sehingga tinggal-lah keduanya di ruang tamu.

"Abang, makasih ya untuk hari ini, makasih udah selamatin Tata," ucapnya dengan senyuman tulus tanpa dibuat-buat.

Bevan membalas senyuman itu, ia mendekap erat tubuh mungil gadisnya. "Gue yang harusnya makasih, makasih untuk tetap ada di sini."

Stand By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang