Aku bahagia, pada hari-hari penuh canda. Ya, asal itu bersamamu. Karena candamu, kini sudah menjadi canduku.
Pancarannya begitu menawan, ketika aku tahu bahwa aku-lah tujuanmu tersenyum. Walau sekadar tersenyum, bukan tersipu. Aku mecintaimu, setidaknya untuk hari ini.
"Ayo," ajak Bevan singkat. Ia menggandeng lengan gadisnya tanpa menghiraukan seseorang yang diam-diam tengah memperhatikan mereka, lalu membawanya ke parkiran. Gadis itu hanya menurut tanpa bicara. Rasanya sulit untuk berpura-pura seolah semuanya baik-baik saja. Ia ingin tersenyum tapi dadanya sedikit sesak, melihat wajah Bevan sedikit saja membuatnya ingin menghilang sejenak dari bumi.
"Abang."
"Apa?"
"Abang, kita mau main ke mana?" tanya Tata to the point.
"Maunya ke mana?"
Tata berpikir sejenak, "Tata nggak mau ke mana-mana."
"Yaudah kita main di rumah."
"Di rumah siapa?"
"Kamu aja." Tata mengangguk paham. Ia ingin berbicara banyak tapi lidahnya terasa kelu untuk kali ini. Mungkin bisa dibilang, ini pertama kalinya seorang Tata merasakan patah hati.
Memang pada dasarnya Bevan itu batu, sudah batu cuek pula. Paket lengkap untuk manusia menyebalkan. Ia menyadari perubahan sikap gadisnya, tapi tak ada kata bujukan yang keluar dari bibirnya. Tetap saja datar dan singkat.
Tata yang memulainya, Tata juga yang harus siap dengan segala resikonya. Menjadi kekasih Bevan itu ternyata beresiko, ia harus bisa menanggung semua kecewanya seorang diri. Padahal ini kali pertamanya merasakan jatuh cinta. Apa Bevan bukan orang yang tepat?
Sepanjang perjalanan Tata membayangkan bagaimana mulanya ia bisa kenal dengan lelaki yang kini tengah memboncengnya. Rasanya indah sampai senyum pun tak dapat berhenti terukir dari bibirnya. Ia juga membayangkan bagaimana Bevan memperlakukannya dulu sebelum mereka akhirnya bisa dekat seperti saat ini.
"Sampe."
Bevan melihat gadisnya lewat kaca spion karena tak kunjung mendapat jawaban. Apa yang sedang gadis itu pikirkan? Mengapa ia tersenyum? Ternyata, selain manja dan menyebalkan, Tata juga sulit untuk ditebak jalan pikirannya.
Bevan melepas helmnya, ia juga melepaskan helm milik Tata. Itu pun karena diminta. Bevan sedikit ragu-ragu karena Tata memintanya tanpa tersenyum sedikit pun. Biasanya ketika gadis itu berbicara, pasti akan diselipkan senyum di akhir kalimatnya.
Keduanya memasuki pekarangan rumah Tata. Awalnya Bevan ingin mereka main-main di luar saja, namun Tata ingin mereka masak bersama. Padahal Bevan yakin, ujungnya hanya ia yang akan memasak, lalu Tata hanya akan menonton sembari memandang wajahnya dengan senyum merekah.
"Tata ganti baju dulu, Bang." Bevan hanya menanggapi dengan anggukan singkat. Sembari menunggu, ia mengecek pesan-pesan masuk yang terabaikan sejak pagi tadi.
Staf Inti Osis
(3 Pesan belum terbaca)Reva : Guys, kita nggak ngumpul hari ini?
Kak Reno : Udah gak usah, Rev, belajar aja di rumah. Bevan juga keliatannya lagi sibuk.
Reva : Oke deh, Kak. Lagian Bevan juga udah nggak ada di sekolah. Reva balik ya, kak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stand By You
Teen Fiction"Apa motivasi masuk osis?" "Mau ke kamu." Bagi Tata, Bevan adalah cinta pertamanya. Ia jatuh cinta ketika pertama kali menatap mata Bevan. Ia belum pernah jatuh cinta sedalam ini pada laki-laki selain ayahnya. Dengan sepenuh hati, Tata berusaha melu...