Chapter 22 || Tak Terduga

55 5 2
                                    

Ada kata, yang ketika diucapkan malah terasa sakit. Tapi ada pula diam, yang ketika dipertahankan malah sama-sama menyakitkan. Sejatinya jatuh dan patah itu satu, karena setelah tumbuh, maka terciptalah retakan-retakan sebelum ia benar-benar patah.

Alarm sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu, sementara gadis itu masih terlelap dalam mimpi-mimpi indahnya. Bagaimana bisa, ia baru saja melewati hari yang tak kalah indah kemarin.

Sinar mentari masuk melalui jendela kamarnya, seseorang baru saja menyingkapkan gorden kamar lalu pergi tanpa membangunkan gadis yang mungkin saja bisa terlambat ke sekolah.

Tata menutup wajahnya dengan selimut karena cahaya matahari begitu menyengat wajahnya yang belum sadar sepenuhnya. Gadis itu menatap sekelilingnya, lalu matanya terpaku pada jam weker yang terletak di samping ranjangnya.

Hoam!

Tata beranjak dari ranjangnya menuju nakas, ia meneguk setengah gelas air putih yang setiap hari tersedia di tempatnya. Gadis itu menatap pantulan dirinya pada cermin, "Tata cantik banget,"

"Kayaknya omongan Abang Bevan sama Raka itu bohong. Kemarin semuanya baik-baik aja. Iya, kan, Tata kaca?" tanyanya pada pantulan kaca.

Tanpa berlama-lama, gadis itu kini sudah berada di pekarangan rumahnya, menunggu Pak Andi--supir pengganti memanaskan mobilnya. Tata menyumpalkan headset pada kedua telinganya lalu memutar lagu To The Bone milik Pamungkas. Akhir-akhir ini lagu itu sering ia dengarkan, entah mengapa menjadi candu.

Pak Andi ini orangnya lumayan pendiam, tidak seperti supir Tata yang sebelumnya. Kebetulan ia sedang pulang kampung, ibunya sakit.

"Pak Andi, Tata berangkat, ya!" Pak Andi hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Hati-hati, Pak!" sambung gadis itu.

Tata memasuki sekolahnya, baru saja ingin melintasi koridor, seseorang menghentikan langkahnya.  "Ta," sapa Reva--osis angkatan Bevan.

"Iya, Kak Reva, kenapa?"

"Hari ini anak osis dispen semua, ya, ada rapat dadakan."

"Berarti Tata ke kelas dulu, atau langsung ke ruang osis?" tanya Tata seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Terserah, yang penting pas bel langsung ke ruang osis aja."

Tata mengangguk sebagai jawaban, sedangkan Reva pergi mencegat anak osis yang lain untuk memberikan info seperti yang ia lakukan pada Tata tadi.

Tata memilih untuk menemui teman-temannya terlebih dahulu sebelum ke ruang osis. Karena ia yakin, ketika sudah berada dalam ruangan osis, itu akan sangat menyita waktunya, terutama waktu untuk berdekatan dengan Bevan.

Gadis itu lanjut menyusuri koridor yang saat ini sudah ramai orang berlalu-lalang, ia masih setia dengan headsetnya walaupun sudah tidak ada musik yang berputar.

"Hei!"

"Mau kemana, Len?" tanya Tata ketika bertemu dengan Aileen di koridor, baru saja  ia ingin ke kelas, tapi temannya malah berkeliaran di koridor.

"Nganterin Kyra ke toilet."

Tata hanya ber 'oh' ria, "Tata nggak ikut belajar nanti, disuruh dispenser sama Kak Reva."

"Hah?"

"Iya itu dispenser, jadi kita nggak usah belajar."

Aileen menoyor kepalanya seraya tertawa kecil, Aileen bukanlah tipe gadis yang memiliki selera humor receh. Kalau saja ada Kyra di sini, ia pasti sudah terpingkal-pingkal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stand By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang