Chapter 19 || Kacau

24 4 0
                                    

Langit biru itu berkata, "Tetap cintai ia sebagaimana kamu menginginkannya ketika pertama kali  beradu tatap satu sama lain."

Ya, rasa ini tetap utuh, walau badai pertama baru saja menghantam. Pemilik cinta itu sudah seharusnya kuat, sebagaimana ia ingin dimiliki dan dicintai.

Namun jika ini teramat sakit, lantas haruskah tetap bertahan?
Ya, selayaknya cinta, ia harus senantiasa di jaga sebagaimana ia diminta untuk tumbuh pertama kalinya.




"Nggak nyangka gue sama temen gue sendiri," gumam Agam sembari berjalan memasuki kelas.

Lelaki itu memutar balikkan langkahnya, menghampiri seseorang yang ingin ia babak belurkan saat ini juga. Sebenarnya ia tak berhak untuk ikut campur, tapi menurutnya ini sudah keterlaluan. Seburuk apapun sikap Agam, ia tak pernah tega melihat perempuan disakiti. Agam berbeda dengan Bevan dan Raka.

Bugh!

Bevan tak membalas pukulan itu, ia mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa, lo?"

Bugh!

"Ngomong, bego."

Bugh!

Sudah gila. Kalau sudah seperti ini, Bevan mau tak mau harus memukulnya balik, di mana letak harga dirinya kalau hanya diam saja. Apalagi kini mereka sudah menjadi tontonan banyak orang. Kebiasaan manusia mana pun, hanya menyaksikan perkelahian tanpa melerainya. Aneh memang, hal buruk yang sudah mendarah daging.

"Bubar, bubar!" Seseorang memecah kerumunan. Ini akan jadi masalah jika ada yang melapor pada kesiswaan, ditambah lagi Bevan merupakan ketua OSIS, hancur sudah imagenya.

"Bev, Gam, apa-apaan, sih?!"

"Udah gila lo berdua?"

"Hei, bubar-bubar, nggak denger gue ngomong?!"

Keduanya tak menanggapi Airon. Walaupun sejujurnya mereka terkejut melihat Airon yang baru saja hadir di sekolah. Lelaki berkewarganegaraan ganda itu baru saja datang dari Amerika setelah cuti selama dua bulan.

Pertarungan sengit itu berakhir begitu saja, ada amarah bergejolak dalam diri Agam yang tak Bevan pahami. Ia benar-benar tidak tahu, biasanya Agam selalu memberi tahu apapun yang mengganggu pikirannya, karena ia tahu betul bahwa Bevan tidak pernah peka.

"Bisa-bisanya lo punya niat jahat sama cewek lo," bisik Agam dengan penuh penekanan, tepat pada telinga Bevan. Ia mengeratkan cengkramannya pada pergelangan tangan Bevan.

Lagi-lagi, Bevan menaikkan sebelah alisnya. Ia sangat terkejut, tapi sebisa mungkin menetralkan raut wajahnya.

"Tau apa, lo?"

"Nggak usah belaga bego, gue tau."

Sial. Agam pasti mendengar percakapannya dengan Raka tadi. Satu-satunya cara, ia harus membuat Agam menutup mulutnya rapat-rapat, lalu semua akan baik-baik saja. Mungkin.

Melirik arlojinya sekilas, lalu melanjutkan niatnya yang tertunda, semoga saja gadisnya ada di dalam kelas. Waktu hanya tersisa sepuluh menit sebelum jam istirahat habis.

Stand By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang