"Apa yang tengah kau cari?" Pertanyaan melesat dari seseorang yang tengah duduk di atas tembok.
"Kau?" Arman merasa heran dengan apa yang ia lihat, bukan hanya dirinya tetapi juga Ryan, Damian, Heru bahkan Amanita yang baru saja menyusul.
"Mengapa kau ada di sana?" timpal Ryan menatap sosok lelaki misterius yang menggemparkan penjaga. Restu menatap Ryan, Arman, dan yang lainnya silih berganti lalu menunjuk ke arah gerombolan orang yang tengah duduk tidak jauh darinya.
"Lidya tengah kacau, bukan hanya dia. Tetapi hati kami semua, kami berusaha menghibur diri. Setidaknya sebelum tanggal main kami dimulai," tukas Restu sembari menatap Dimas yang berada di sampingnya. Arman mengangguk pelan lalu menatap Ryan dengan penjaga lainnya, mereka meninggalkan Amanita, Heru beserta Damian yang masih berdiri membeku. Damian mencari sosok wanita yang ada di hatinya, ia ingin menghiburnya, sangat ingin baginya untuk melakukan itu.
Restu menatap Damian dengan memahaminya, anak lelaki itu kini tumbuh dengan penempahan dirinya yang sangat tangguh dan juga hati yang begitu lembut. Restu menjentikkan jarinya membuat Damian menoleh ke arah sumber suara. Restu menunjuk ke suatu arah yang mengantarkan ke punggung Lidya. "Lidya sangat menyayangi kalian. Kami pun juga, kalian akan selamat. Kami berjanji demi kalian, dan juga anak-anak kami. Kalian tidak akan terluka, sekali lagi kukatakan kami berjanji."
Damian mendekati Lidya setelah mendengar perkataan Restu, Restu dan Dimas tetap menatap gerak-gerik mereka. Dengan sangat samar, Damian bisa mendengar semua yang Lidya katakan.
"Kau tau, Gio. Aku kini sudah hancur, aku telah kehilangan kepercayaan cintaku sendiri. Ini jauh lebih sakit daripada kehilangan nyawaku. Sama sakitnya dengan melihat Zhiro terluka, kau tau sendiri hidupku seperti apa. Hidupku ada di dalam diri mereka namun mereka membenciku. Aku akan menemui Gino, pertempuran akan pecah. Kita akan mati lalu anak kita akan selamat, itu adalah suatu hal pasti. Aku sendiri tidak menyangka, jika perjalanan tentang harta, cinta, dan tahta akan berakhir di sini. Apa yang bisa kita lakukan? Aluna, kau harus pergi dengan yang lainnya ke luar dari sini. Dan bawa juga mereka, biarkan kami yang tersisa," ujar Lidya dengan tegas.
"Kau benar, Lidya. Kita tidak bisa mengorbankan mereka dalam masa lalu kita. Biarkan kita yang tiada, masa depan mereka masih sangat panjang dan jangan sampai mereka merasakan apa yang telah kita rasa. Hanya sakit, pedih, tangis, air mata, kecewa, dendam dan amarah. Lagipula setelah kejadian malam ini, apa yang bisa mereka banggakan dari kita? Kita adalah penjahat ulung," ujar Oxy mengiyakan perkataan Lidya baru saja ia dengar.
"Lalu mengapa aku yang harus pergi? Tidak! Aku akan tetap di sini!" Aluna membantah dan menatap tajam, ia tidak ingin diperintah apalagi berlari seperti pengecut. Itu bukanlah dirinya.
"Bodoh! Siapa yang akan menjaga Damian, Amanita, dan yang lainnya terutama Yassa?!" Gio menyergah dengan nada yang tinggi. Aluna berpikir sejenak. "Kau benar."
"Untuk kali ini kita tidak akan melibatkan Restu, Dimas, dan yang lainnya. Ini adalah masalah aku, Gio, dan juga Oxy. Kami yang menjadi asal muasal dari masalah yang menggunung ini."
"Tidak akan kubiarkan kalian bergerak sendiri, bagaimana aku akan meninggalkanmu Lid? Jika kau terluka maka aku juga harus terluka," pinta Zhiro dengan merangkul Lidya dan membawa ia ke dalam rangkulannya.
Gio menoleh ke arah belakang, ia melihat putrinya dan keponakannya tengah berdiri mematung menatap mereka. Gio langsung memutar tubuhnya disusul kepala yang lainnya memutar juga. "Ada apa, Am?"
"Pa, jangan tinggalkan aku disini!" tangis Amanita pecah, Heru seketika merasa shock melihat gadis seperti Amanita yang tengah menangis sekencang-kencangnya.
Gio langsung turun dari atas tembok dan mendekati Amanita yang tengah mengamuk pada dirinya sendiri. "Kau akan terluka jika di sini, mohon mengertilah. Kami berusaha untuk membuat kalian tetap selamat tanpa luka sedikitpun."
"Tidak mau! Amanita tetap di sini, kalo aku pergi maka Papa ga akan mendengar kabar kehidupanku lagi!"
"Am! Jangan mengatakan hal itu!"
"Aku menyayangi kalian! Aku bangga dengan kalian! Aku akan selalu berjalan di belakang kalian, mengikuti kalian!" Amanita mempertegas keinginannya, keinginannya tidak bisa diganggu gugat. Gio langsung memeluk Amanita dan menenangkan tangis gadis itu yang semakin mengencang.
"Bun ...." Sebuah panggilan yang teramat lemah melesat dari mulut Damian, Lidya menoleh dan menatap Damian dengan sendu. Ia ingin melompat seperti Gio namun sebuah dering telepon menghentikannya. "Apa?"
Ia langsung menutup sambungan teleponnya. "Restu! Dimas! Ini waktunya kita pergi! Zhiro, titip Damian!"
Lidya langsung melompat dari tembok tinggi itu disusul Restu dan Dimas. Setelah beberapa saat, satu persatu The~D juga melompatinya dan menghilang dari pandangan Damian. Oxy, Zhiro dan juga Aluna bersama Cakra melompat ke arah dalam Area kediaman Lathfierg.
"Tenanglah, hapus air matamu. Bukannya ayah tidak mengajarimu untuk menangis?" Zhiro mengelus puncak kepala Damian, lelaki itu sedikit mengembangkan senyumnya sedikit demi sedikit.
"Bunda ke mana?"
"Jangan khawatir, ini telah menjadi tugas mereka dan juga kami, Bundamu akan selalu selamat."
"Mengapa Ayah bisa tenang seperti ini? Tidak khawatirkah ayah melepas kepergian Bunda sendiri di malam seperti ini?" tanya Damian dengan sangat runtut. Heru dan yang lainnya hanya menatap Damian, sedikit heran namun mereka dapat menyimpulkan sikap Damian.
"Bundamu itu luar biasa, tidak seperti Aluna," kekeh Oxy sedikit memecahkan suasana. Aluna hanya mendengus kesal kala dijadikan kambing hitam. Damian tidak tersenyum seperti Amanita, ia masih fokus menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Ayahnya.
"Karena Ayah percaya sama Bundamu. Bundamu hanya berharap agar tidurmu bisa tenang malam ini, jangan membantah harapannya. Tidurlah, malam semakin larut. Kau belum kuat seperti bundamu, angin malam akan melemahkan kalian bukanlah menguatkanmu," saran Zhiro dengan tersenyum lebar. Ia berusaha lebih tegar daripada biasanya.
"Ayah berjanji, bundamu akan pulang dengan selamat tanpa luka ataupun goresan dan dia akan ada untukmu," ujar Zhiro menambahkan.
"Bunda, hati-hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fused of Glitter
Teen Fiction"Lalu bagaimana dengan Glitter?" "Sepertinya Kirana harus mencari kakak baru." "Glitter? Oh sungguh tidak penting, tidak berbobot, dan tidak berharga." "Sebuah kilauan yang indah, pemikiranmu lumayan juga." "Memang satu glitter tidak berarti, tetapi...