17- Peran Dibalik Layar

96 19 2
                                    

"Maafkan sikapku selama ini. Jika aku tau bahwa kau adalah putranya Bunda, maka aku tidak akan ingin mencari masalah denganmu," gumam Heru setelah sampai di area belakang rumah miliknya.

"Kau mengenal bundaku sejak kapan?" selidik Damian merasa antusias dengan suatu hal baru tentang orang tuanya.

"Sejak aku kecil," kekeh Heru tanpa dosa.

Damian dan Harley saling menatap serta melemparkan pandangan. "Lalu, mengapa kau tidak mengenal Damian?"

"Ada dua alasan. Ide gila kembaranmu yang meminta untuk kalian menyembunyikan identitas kalian dan nama Damian tidak hanya satu orang." Heru sedikit tertawa kecil dan menatap Damian serta Harley secara bergantian.

Seseorang membawa minuman lalu pergi setelah melakukan tugasnya. Heru menenggak jus Melon kesukaannya lalu menatap Damian lagi. "Kesimpulan, Sofi yang aku bully di sekolah tadi adalah kembaranmu?''

"Apa kau patut dipercaya?" sinis Harley dengan tajam.

"Kau meragukanku? Jikapun aku adalah seorang berandalan di sekolah bukan berarti aku adalah seorang pengkhianat ulung. Apalagi mengkhianati keluargamu, sama saja menghantar nyawa," ungkap Heru terdengar lebih serius.

"Ya, dia adalah kembaranku," sahut Damian setelah mendengar penjelasan Heru.

"Aku tidak akan mengulanginya lagi. Lalu, Amanita adalah Putri Gio, Sofi adalah kembaran Damian, Harley putranya Dimas dan Restu? Di mana ada Restu pasti ada Dimas dan di mana ada Harley pasti ada.... Ah! Nesya putri Restu," simpul Heru dengan memandang langit.

"Mengapa kau tidak terlalu terkenal di area Lathfierg dan Groye?" selidik Harley tanpa memberi celah.

"Mereka semua mengenalku," kekeh Heru. Lelaki itu sekarang jauh lebih riang dari biasanya.

"Mengapa kau tidak pernah bertamu ataupun bertemu pada kami?" selidik Harley lagi. Damian hanya tertarik untuk menyimak kedua orang yang sebelumnya saling bermusuhan.

"Kehidupan kita berbeda, jika kalian memperkuat kekuasaan keluarga Groye dan Lathfierg dari dalam maka lain halnya denganku. Fajar, dia putra Bang Rozi, 'kan? Aku sering berkelana dengannya secara diam-diam. Penyamarannya menjadi preman tidak berkelas di sekolah sungguh menguntungkan," ujar Heru dengan santai.

"Jadi kau mengetahui identitas Fajar? Lalu tentang kami?" tanya Damian yang mulai tertarik dengan arah pembicaraan Heru dan Harley.

"Kita semua adalah pemain di balik layar. Kau seperti lelaki tidak punya daya dan sangat lemah. Sungguh rasanya aku ingin meludahimu setiap hari! Tetapi tidak, nyaliku kecut mulai saat ini. Aku tau kemampuanmu, kau sama seperti...."

"Seperti siapa?" tanya Damian setelah Heru berhenti tiba-tiba.

"Seperti orang yang kukenal," kekeh Heru sedikit berkilah. Damian hanya memutar bola matanya, tiba-tiba suara hp berbunyi.

"Mahen menelepon, kalian semua harap diam," ingat Heru serta mengangkat panggilannya.

"Ada apa?"

"Tenang saja, Ayahku tidak menyiksaku."

"Bukankah memang kau selalu meninggalkanku di saat yang sama?"

"Damian menghajarku? Lelaki lemah seperti itu punya daya untuk memukulku? Kau bercanda! Harley membantunya dan kondisi tidak memihak," kekeh Heru sedikit memberikan isyarat agar lelaki yang ia sindir memaafkannya.

"Isu di sekolah? Aku rasa kita gagalkan rencana itu, biarkan mereka bernafas dengan tenang untuk beberapa saat. Kita siapkan kejutan tidak terduga untuk mereka," kekeh Heru lalu memutuskan panggilannya.

"Aku harap kalian menjaga diri baik-baik," pesan Heru terdengar serius. "Mahen tidak akan main-main dengan ucapannya, ia terlalu dibutakan cintanya kepada Amanita namun Amanita tidak sedikitpun mempedulikannya."

"Anggap saja kita tidak saling mengenal," tukas Harley tanpa diminta.

"Benar. Lagipula aku harus mengetahui apa saja rencana Mahen terhadap kalian. Satu lagi, kondisi ini akan sampai saat ini saja. Jangan biarkan Sofi dan Amanita mengetahui kebenaran ini termasuk Nesya," jelas Heru memperingati Damian dan Harley.

"Kau bisa percayakan itu pada kami," jawab Damian dengan cepat.

"Biarkan aku saja yang menampakkan diriku pada mereka," gumam Heru terdengar lebih misterius.

"Apakah aku bisa bertanya?"

"Tanyakan saja!"

"Kau telah mengenal keluargaku sangat lama, 'kan?''

"Bukannya aku telah mengatakan sebelumnya?"

"Aku mengetahuinya. Apakah keluargaku menyembunyikan suatu hal dari kami?"

"Ada."

"Ceritakan pada kami."

"Tidak, Orang tuamu yang akan menjelaskan semuanya. Kalian pasti mendengar perkataan Bunda Lidya sebelum kita ke sini. Percaya saja kepada orang tua kalian, mereka tau yang terbaik."

"Baiklah," gumam Damian mengiyakan diikuti oleh Harley.

"Percayakan saja kepada orang tua kalian, kasih sayang mereka tidak pernah salah arah," pesan Heru sekali lagi.

Damian langsung menunduk dan menatap layar hpnya. "Ley, Bunda telah memanggil. Kita akan segera pulang."

"Baiklah, Dam. Heru, terima kasih jamuanmu yang mengesankan," gumam Harley lalu berlalu kembali ke ruang tamu.

"Dam!" panggil Heru sebelum Damian menyusul Harley. Damian berbalik.

"Jaga orang tuamu dengan baik. Aku akan selalu menjaga mereka, kau harus begitu," pesan Heru dengan lantang.

"Jangan meragukanku! Kasih sayangku kepada mereka lebih dari apapun!"

Damian melangkah meninggalkan Heru sendirian. Heru menatap langit. "Beri aku kekuatan agar bisa melindungi keluargaku ini. Bahaya semakin dekat, darah akan berceceran lagi. Seperti halnya 17 tahun yang lalu. Aku mempercayaimu Dam!"

Fused of GlitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang