"Kau telah mengerjakan tugas Matematika?" tanya Amanita dengan mata yang penuh harap.
"Tentu," jawab Damian singkat sembari mengangguk pelan dengan mata tetap menatap hpnya. Ia kini tengah melakukan video call dengan Alva, Alva Fitzgerald.
"Boleh aku melihatnya?" tanya Amanita dengan mata membesar dan suara yang manja.
Damian sejenak menatap gadis pemalas itu, dilihatnya lekat-lekat gadis itu. Alva mulai mengumpati sifat malas yang Amanita miliki. Mata Amanita berkedip-kedip dan mengeluarkan jurus andalannya, puppy eyes.
Damian bangkit setelah menghentikan aktivitasnya. Ia membuka tasnya dan mengeluarkan buku. "Terima kasih Dam.."
"Ets. Kerjakan sendiri ya! Aku mau melarikan bukuku darimu," guman Damian terlihat sinis dengan wajah 'bodo amat'.
Damian berjalan santai ke luar kelas dengan tangan yang melempar-lemparkan buku seperti akrobatik. "Damian!"
Lelaki itu terlihat tidak peduli walaupun Amanita akan mengamukinya dengan benda-benda yang langsung melawan gravitasi. Tubuh lelaki itu menghilang.
Pikiran gadis itu kini bergemuruh dengan perutnya. Ia bimbang karena tidak mensikronkan antara pikiran dan rasa laparnya.
Ia menerima pesan singkat dari anak lelaki bernama Alva.
Alfa betha gamma
'Pemalas.'Aku akan menyembelihmu dan memberikan tubuh tidak berguna itu kepada semua buaya yang ada di kebun binatang.
Sembelih saja jika kau mau, tetapi aku akan membakar make-upmu sebentar lagi.
Jika kau berani berbuat sesuatu akan aku gantung kau di pagar.
Wah kakak.. Aku takut sekali. Mimpi!
"Mengesalkan! Bagaimana bisa aku mengenal bocah lelaki itu!" gerutu Amanita dengan kesal setelah membanting hpnya.
Biasanya Amanita dapat mengerjakannya dengan mudah. Tugas matematika ini tidak terlalu sulit jika Damian memberikan bukunya kepadanya. Hanya saja, hasutan Alva benar-benar mampu mempengaruhi seorang Damian.
Damian masuk dengan santai dari muara pintu. Mata gadis itu berbinar menatap pahlawannya yang datang.
Damian tidak seperti remaja laki-laki biasa yang harus membuat kekerenannya dengan sengaja. Damian adalah seorang lelaki yang pemalas, irit ngomong, suka menyendiri, santai, tidak memperbesar masalah, muka tembok, tahan banting, dan tetap menganggap dunia itu kecil walaupun hampir tiap triwulan ia pergi ke luar negeri bersama orang tuanya.
"Pahlawanku, kau kembali untukku, kan?" Damian mengerenyitkan dahinya, menatap Amanita dengan tatapan yang aneh.
"Mimpi! Bu Asri ada di depan dan meminta semua murid untuk masuk," tukas Damian sembari duduk di belakang Amanita.
Amanita duduk dengan Roy, lelaki yang hampir setiap hari menjadi korban bully. Damian? Ia duduk sendiri lagipula ia juga malas untuk membela seseorang. Singkatnya, Amanita menjadi seorang penjaga yang baik.
Amanita kehabisan akal. Roy datang dengan tergesa-gesa, ia menatap tatapan tajam gadis itu kepada lelaki yang masih memainkan hpnya. "Ada apa?"
"Roy, kau sudah mengerjakan tugas Matematika?" tanya Amanita berharap Roy mengangguk dan memberikan buku itu.
Harapannya benar. Namun baru saja ijab peminjaman dikabulkan, bu Asri telah datang. "Semuanya kumpul tugas yang telah ibu berikan kemarin!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Fused of Glitter
Teen Fiction"Lalu bagaimana dengan Glitter?" "Sepertinya Kirana harus mencari kakak baru." "Glitter? Oh sungguh tidak penting, tidak berbobot, dan tidak berharga." "Sebuah kilauan yang indah, pemikiranmu lumayan juga." "Memang satu glitter tidak berarti, tetapi...