Fajar dan Heru kini menjadi fokus sorot mata mereka. Heru hanya menunduk, tatapannya menajam sebelum akhirnya ia angkat bicara. "Semuanya tenang, lebih tenang daripada biasanya. Tidak ada satupun pergerakan yang mencurigakan sampai suatu ledakan terdengar di telinga kami. Kami gelagapan, kami yang mengamati jalan seakan tengah dijebak. Ledakan palsu untuk mengecoh, tidak ada bekas. Hanya ada tape recorder yang mengulang-ulang."
Heru menghela napasnya, waktunya bagi Fajar untuk menyambung cerita yang mereka dapatkan hampir semalaman. "Beberapa orang menyergap kami dari belakang, kami masih dalam penyamaran. Tidak ada yang tahu, termasuk anak-anak bengkel. Kami ditahan, Heru membuka ikatan dengan susah payah. Ia telah dilatih untuk lepas dari beberapa jeratan tali, sekalipun itu adalah rantai. Heru memang ahli dalam hal itu, kami terbebas dan mengambil alih. Bala bantuan datang sesuai kiriman dari Restu, kami melawan mereka yang jumlahnya dua kali lipat dengan seimbang. Suatu asap mengepul—"
"Taktik lama," potong Lidya dengan nada malas, ia menggeret samurainya keluar. Semuanya tertegun mendengar pernyataan Lidya yang memotong, wanita itu kembali lagi.
Fajar menyelesaikan ceritanya. "Kala asap itu mengepul, kami diserang dengan gencar tanpa ampun. Heru menarikku menjauh dari bengkel dan kami diserang dari luar, daerah itu sangat sepi. Kami disergap namun kami dimenangkan oleh kehadiran beberapa suruhan Om Arman."
"Mereka akan datang, rencana mereka kian tersusun sebelum pelepasan Gino dari penjara."
"Siapa Gino?" sela Damian, raut wajah para penyimak kian berubah kala mendengar nama itu terucap dari bibir Restu.
"Kau harus tahu dulu siapa kami sebelum mengenalnya, kau harus paham siapa Bundamu, Ayahmu, dan kami semua," tukas Rozi dengan lantang.
"Sebelum itu ..." lirih Lidya sembari melangkah ke hadapan mereka semua, perlahan Heru dan Fajar mulai menyingkir. "Kau harus tahu tantangan apa yang memalang lintangkan keluarga ini."
"Keluarga ini sungguh tidak aman walaupun penjagaannya teramat ketat. Kalian akan menemukan tumpahan darah dibalik gelimang harta. Di antara kalian ada yang tidak bisa menerima keadaan ini? Jika tidak, di depan mata kalian telah tertumpuk samurai yang siap menumpahkan darah. Bawa ke sini dan tebas kepalaku, karena aku adalah penyebab dari semua ini. Lakukan saja, kalian berhak melakukannya," ungkap Lidya dengan sangat tenang. Jantung Damian tidak tenang, darahnya mendadak gusar.
"Dan sebelum kalian membunuh Lidya. Maka bunuhlah aku, aku yang menjadi dalang dari segala akibat ini dan Lidya yang menjadi sasaran empuk dari maut yang menuju," tambah Gio sembari merentangkan tangannya menunggu hujaman samurai yang menginginkan nyawanya. Amanita hanya menangis, Lulu beranjak menenangkannya.
"Semuanya harus terjadi," tambah Oxy dengan menunduk. "Aku adalah salah satu orang yang bertanggung jawab."
"Tidak akan ada yang berani menyentuh mereka! Siapapun itu! Jika di antara kalian ada yang berani berdiri, maka akan kubunuh," ancam Damian. Ia menatap lurus ke arah Lidya. "Tidak ada seorang anak yang menginginkan kematian orang tuanya sendiri."
Lidya hanya mengangkat senyumnya kala putranya mulai angkat bicara. Damian tumbuh dengan sangat berbeda, kasih sayangya teramat tulus, duplikat Zhiro.
"Untuk siapapun Gino, aku akan tetap ada di pihak keluargaku. Apapun risikonya, meskipun nyawa yang terhantar. Aku takkan masalah," tambah Damian dengan mantap.
"Gino adalah musuh di keluarga ini, dia hanya menginginkan kematianku dan Lidya," jelas Zhiro dengan miris. "Jika nyawa kami diberikan maka aku sangat yakin, hidup kalian akan menjadi lebih tenang."
"Jangan libatkan adikku, Zhir—"
"Aku yang jadi akar muasal semua masalah ini, Gio! Kau tidak dapat memungkiri itu!" sergah Lidya dengan lantang. Nyali Nesya kian menciut.
"Lupakan tentang Gino. Kalian ingin mengenal kami? Bukannya kalian selalu bertanya tentang masa lalu kami? Hari ini kami akan terbuka karena besok hari akan terasa lebih gelap daripada biasanya." Semuanya mengangguk mendengar pernyataan Restu.
Restu menghela napas sangat dalam, ia tersenyum jauh lebih miris. "Aku bukanlah siapa-siapa, aku hanya anak jalanan yang menorehkan hidupku di jalan. Sampai aku bertemu dengan Zhiro, semuanya berubah. Aku mendapatkan nama Groye di belakang namaku, begitupun dengan Nesya. Peranku menjaga tokoh utama, aku telah berkali-kali melukai orang lain bahkan membantai. Semua hanya karena tokoh utama."
Semuanya ternganga. Nesya membuka matanya dengan lebar. "Jadi, nama Groye itu hanya tambahan? Kita tidak mendapatkannya secara murni?"
"Lalu, siapa tokoh utama itu?" tambah Harley. Ia merasa terjebak dalam suasana yang sangat dilematis.
"Lalu siapa aku?" tanya Cakra yang mulai angkat suara. "Aku adalah sahabat kecil Zhiro sejak TK, tidak ada yang mengenalnya sama sepertiku. Aku hanya bagian kecil dari kisah ini, aku mengikuti pertarungan hebat kala hampir lulus SMA. Bayangkan saja, peranku saat ini adalah pengobatan para petarung, termasuk pengobatan dan kesehatan tokoh penting dalam kisah ini."
"Lalu, aku. Aku hanyalah ketua anak gelandangan di pasar yang kini menjadi orang yang sangat dihormati. Penyusun strategi dan salah satu pengawal tokoh penting. Aku bersama Ryan mendedikasikan hidup pada Lathfierg, lebih dalam dan jauh. Sebuah nama Guarda melekat pada namaku, aku adalah orang yang berbahaya dan bekerja untuk seorang panglima," ungkap Rozi. Semuanya membelalakkan mata, mereka tidak menyangka.
"Zhiro, salah satu pemain penting dalam permainan ini. Usahanya telah melejit kala ia masih memakai seragam SMA. Pendana hebat yang menyerhkan banyak harta untuk kekuasaannya dan kebahagiaan kalian. Dia adalah orang terkaya di antara kami, ia lebih tenang daripada emosinya. Namun ia bisa saja disebut sebagai pembunuh, semuanya ada kala kita bertahan hidup. Manipulasi seseorang yang handal membuat dia tetap hidup," ungkap Cakra dengan lancar, semuanya mengangguk paham ataupun memaksa untuk paham dengan keadaan yang mulai terasa dengan penekanan atmosfer yang berbeda.
"Aluna Fentino, namaku. Aku hanyalah seorang penyiksa bayaran dan memimpin sebuah geng berbahaya. Aku adalah mata-mata yang memakai seragam SMA, aku pandai menipu keadaan. Di siang hari aku belajar dan di malam hari membelah jalanan kota. Aku telah dijadikan kelinci percobaan, hanya untuk tokoh utama. Lalu Oxy, ia adalah lelaki dingin dengan IQ yang tinggi. Jauh lebih tinggi daripada anggota Lathfierg lainnya. Kekuasaan perusahaannya jauh lebih kuat kala ia mulai mengenal tokoh utama," tutur Aluna dengan santai.
"Lalu, aku adalah mata-mata bayaran tokoh utama dalam memantau musuh. Aku memang terlihat lebih polos, namun aku telah menipu mereka semua. Lebih handal daripada Aluna, wanita itu selalu menggunakan emosi daripada akalnya," ungkap Laila. Aluna menatap Laila dengan tajam, ia memperkirakan waktu serta suasana yang tepat guna merajam Laila dengan samurainya.
"Aku adalah penyedia kebutuhan Panglima, semua yang ia butuhkan aku siapkan," jelas Lulu dengan singkat. Ia memang tidak terlalu berperan penting dalam kisah ini, ia bahkan tidak tega melukai orang lain.
"Siapa Panglima itu? Apakah dia tokoh utama?" tanya Amanita dengan tingkat penasaran yang tinggi.
"Aku adalah tokoh utama." Lidya akhirnya membuka mulut. "Aku adalah orang yang memanipulasi keadaan, penipu, dan pemain utama permainan ini. Kekuasaan berada penuh di tanganku. Aku adalah orang berbahaya sampai bisa membahayakan keluarga sendiri, berkali-kali berada di penghujung maut. Terkejut? Seranganku selalu dengan taktikku sendiri. Siapa yang akan menentangku? Tidak akan ada."
"Aku adalah Panglima. Tugas utamaku adalah membunuh Lidya. Sutradara handal yang membuat skenarioku menjadi nyata. Aku yang selalu meneror mereka dan menyeret Lidya dalam maut. Namun aku adalah kakak yang baik, di saat bersamaan aku memihak adikku. Ia tumbuh dengan didikan beberapa orang. Wanita baik yang selalu ditempa untuk membuat keadaan memihak padanya. Kalian ingin tau kapan terakhir kali pertarungan besar kami terjadi? Beberapa bulan sebelum kalian lahir dan Lidya telah hilang kala itu. Ia penipu yang handal dan ia adikku." Gio berdiri dan memeluk Lidya dengan erat.
"Jadi, kalian adalah penjahat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fused of Glitter
Teen Fiction"Lalu bagaimana dengan Glitter?" "Sepertinya Kirana harus mencari kakak baru." "Glitter? Oh sungguh tidak penting, tidak berbobot, dan tidak berharga." "Sebuah kilauan yang indah, pemikiranmu lumayan juga." "Memang satu glitter tidak berarti, tetapi...