4- Masalah Baru

166 22 6
                                    

Cucuran air mengalir dari atas kepala Damian dan membasahi rambutnya yang telah memanjang.

Air itu mengalir tepat ke wajahnya. Dengan cepat Damian mengusap air di wajahnya.

Lelaki itu langsung melepas earphone yang dipakainya. Ia melemparkan ke meja dan mengeluarkan hp dari saku seragamnya,  seragamnya mulai basah.

Ia melirik ke arah pelaku penuang air tersebut, dia adalah Mahen. Lelaki itu kini tengah menyeringai hebat karena telah menggencarkan aksinya.

"Kau tau akibatnya, kan? Jika kau berani mendekati Amanita," gumam Mahen dengan sinis.

Damian hanya terkekeh geli, ia menatap miris ke arah lelaki yang berani menuangkan air ke kepalanya. "Lalu, jika aku tetap melakukannya kau mau apa?"

Damian melangkah ke arah luar kantin namun langkahnya sempat terhenti ketika melihat Harley dan Nesya mendekatinya dengan tergesa-gesa.  Tangan Harley mengepal kuat lalu melakukan lompatan kecil dan membanting tubuh Mahen ke lantai. Semua pengunjung kantin menatap ke arah mereka.

Amanita lebih merasa marah daripada yang Harley rasakan. "Sofi, buka ikatanku!"

"Kau tidak apa-apa,  kan?" tanya Nesya dengan terlihat sangat cemas.

"Seperti biasanya," tukas Damian dengan sangat tenang. Nesya mulai berpikir jika Damian tidak diberikan banyak rasa dalam hidupnya.

"Aku akan menemanimu ke toilet," tawar Nesya sembari menarik tangan Damian tanpa persetujuannya.

Dengan terpaksa Damian melangkah gadis itu, ia sangat mengkhawatirkan wujud patung yang seakan bernyawa.

"Kau? Menghantamku? Menerjangku! Kau merasa sangat hebat hah!" amuk Mahen setelah bangkit dari sikapnya.

Mahen menatap sinis ke arah pengunjung kantin yang menatap dirinya seperti pertunjukkan wayang kulit, ia ternganga hebat.

Perkelahian antara Harley dan Mahen tergolong biasa. Namun ketampanan yang dimiliki mereka berdua sangat memanjakan para mata gadis yang haus akan cogan.

Roy menatap punggung Damian yang mulai menjauh dari kantin. Seperti itulah dirinya sebelum ia satu kelas bersama Amanita. Gadis itu seperti tidak takut maut yang menjadi ketakutan setiap orang.

Dengan susah payah Sofi membuka ikatan dasi yang menahan tangan Amanita, pantas saja gadis itu tidak dapat membukanya.

Amanita menggebrak meja yang membuat semangkuk baksonya tumpah. "Apa yang kau lakukan? Aku akan membuat kau menyesal!"

"Roy dan Sofi! Bawa hp Damian ke kelas, kalian bawa saja bakso ini atau pindah ke meja lain. Ini akan menjadi urusanku!" gertak Amanita sembari menunjuk lelaki yang berada di hadapannya.

Dengan rasa menurut yang tinggi, Roy dan Sofi melintasi pertarungan yang sempat terjeda karena mereka.

Mereka memakan bakso di meja makan lain sembari menatap pertarungan yang diadakan oleh Amanita, Harley dan Mahen.

Amanita menyisingkan lengan bajunya ia menatap miris ke arah Mahen. "Apa yang kau ingin? Dengan beraninya kau bersikap seperti itu ke Damian!"

"Aku mencintaimu Am! Aku tidak ingin kau mendekati lelaki lemah seperti itu!" lirih Mahen sembari menatap sepasang manik mata Amanita.

Plak...

Pipi Mahen terasa panas ketika telapak tangan Amanita menamparnya dengan keras. Semua menatap ke arah wanita itu.

"Lemah! Jaga mulutmu itu! Kau bilang mencintaiku? Cintai saja dirimu sendiri! Mimpi! Sekali lagi! Jika kau berani mendekati Damian aku yang akan menghantammu!" gertak Amanita dengan lekas.

Sebuah tangan mendorong tubuh kecil Amanita ke arah dinding kanting. Matanya mulai terlelap dengan pandangan yang mulai mengabur.

"Amanita!" teriak Roy, Sofi, Harley dan Mahen hampir serentak.

"Hila! Bawa Amanita ke UKS!" teriak Roy ketika melihat adik kelas dengan seragam yang berlambang PMI.

"Iya kak! Ger ambil tandu!" teriak Hila dengan nada yang khawatir.

Belum sempat pemuda yang dipanggil Hila melangkah mengiyakan permintaannya, seseorang telah mengangkat Amanita dengan kokoh. Lelaki itu adalah Damian.

Ia menggendong Amanita dengan lekas, hal yang biasa ia lakukan tiap kali bagian belakang Amanita terbentur. Seperti ada yang bermasalah, tetapi pemilik tubuh tidak dapat mengetahuinya.

Nesya menyusul sembari menemui Roy dan Sofi lalu kembali mengikuti Damian. Pertempuran sengit masih terjadi antara Mahen, Harley dan beberapa pendatang baru yang menjadi pelaku atas pingsannya Amanita saat ini. Harley menatap tajam ke arah Mahen setelah sekilas melirik ke arah Nesya.

Damian membaringkan tubuh Amanita ke tempat tidur dengan tangkas tenaga medis sekolah langsung memeriksanya.

Damian duduk disusul oleh Nesya, gadis itu menunggu di luar.

"Bagaimana?" Damian mengedikkan bahunya lalu menadahkan tangan, Nesya segera memberikan hp Damian yang sempat tertinggal.

"Dam?" lirih Amanita terdengar lebih lemah, ia mengerjapkan mata dan menatap ke arah lelaki yang baru saja berdiri.

"Ya?"

"Kau yang mengangkatku?"

"Maaf."

"Untuk apa?"

"Seragammu sedikit basah setelah mengenai seragamku," jelas Damian singkat lalu mengibaskan seragamnya. Ia merasa ia telah disiram air satu baskom, bajunya basah kuyup. Dada bidangnya menjiplak dengan sedikit otot kekar di lengannya.

"Aku baru tau sesuatu." Amanita menyeringai hebat, ia telah mendapatkan nyawanya kembali. Nesya bergidik ngeri melihat Amanita yang mengubah ekspresinya tiba-tiba sedangkan Damian memutar kedua bola matanya.

"Apa yang kau ketahui?" tanya Nesya dengan curiga. Ia menatap malas ke arah Amanita, ia selalu berpikir manusia berjenis apakah Amanita ini, Ratu fungi.

Roy datang dengan tergesa-gesa. Ia menteraturkan nafasnya yang terengah-engah. "Ada apa?"

"Dam, kau dipanggil guru BK," gumam Roy sembari menghela nafasnya. Perjalanannya terasa teramat panjang.

Damian mengangguk, ia melangkah namun tertahan setelah mendengar Amanita melirih sembari memanggil namanya. Damian menoleh, tatapan matanya teduh.

"Terima kasih telah datang kembali untukku," gumam Amanita sembari menatap Damian dengan sangat polos.

"Untukmu? Mimpi! Aku kembali karena sadar telah meninggalkan hp dan mp3ku yang mungkin akan kau ajarkan untuk terbang," ketus Damian dengan sangat gencar. Kalimat yang menyakitkan.

"Jadi kau tidak peduli denganku? Tidak merasakan sakit yang aku rasa?" tanya Amanita bertubi-tubi.

"Bodo amat!" Damian melangkah ke arah Nesya sembari memberikan kembali benda-benda elektroniknya.

"Jaga baik-baik dan jangan diberikan kepada Amanita, karena akan melawan kodratnya tertarik gravitasi," gumam Damian dengan santai lalu berlalu keluar.

"Damian!"

Amanita merilekskan tubuhnya lagi, mengabaikan kehadiran Nesya yang menunggunya. Ia tau, lelaki yang terlihat lemah dan tjdak punya rasa peduli itu memiliki hati yang begitu lembut dan raga yang sangat keras, jjwanya tidak selembut hatinya.

'Rasa peduli dan rasa sayang itu beda tipis.'

Fused of GlitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang