Semuanya hening kecuali Virgo yang gelisah untuk dapat duduk bersama dengan lelaki idamannya, Damian Aileen.
Damian menunduk dan menyetel lagu yang ia sambungkan dengan earphonenya. Lalu menatap papan tulis.
Sofi membuka bukunya sembari memperhatikan Bu Asri yang tengah menjelaskan materi limit.
Sementara itu Amanita tengah berselfie ria mencoba segala filter yang ia punya. Ia mencoba berbagai gaya dan menjadikan Roy sebagai kelinci percobaan.
Roy menghela nafasnya, filter itu sangat parah. Ia mendengus kesal lalu meletakkan tangannya di atas meja dan menekuk mukanya.
"Pas! Berfose seperti itu," kekeh Amanita lalu mendapatkan potretnya. Ia menyimpan foto itu dalam galerinya. "Untuk kesekian kalinya, aibmu aku simpan."
"Bu! Damian tidak mendengar penjelasan ibu!" teriak Mahen, musuh sepanjang tahun selama tiga periode.
Bu Asri langsung menatap Damian dan Amanita langsung menyimpan hpnya ke tempat yang aman. Ia menatap Mahen dengan tajam. "Awas aja kau! Urusan dengan Damian berarti berurusan denganku!"
"Damian! Mengapa kamu memakai earphone ketika ibu tengah menjelaskan pelajaran? Apa kamu sudah pintar? Apa kamu mau jadi sok hebat?!" murka Bu Asri sembari menghela nafasnya. Wajahnya merah padam menahan amarah.
Sofi menyenggol lengan Damian dengan hati-hati. Wajahnya dipenuhi rasa khawatir. "Aku telah terbiasa."
Damian hanya menunduk lalu menatap ke laci mejanya. Dalam diam ia menyimpan hpnya dan mengganti dengan mp3 yang selalu ia bawa. "Simpan ini."
Sofi menyimpan hp yang Damian berikan ke dalam lacinya.
"Damian jawab ibu!"
"Bukankah semua orang diciptakan dalam keadaan yang pintar, Bu? Kita pasti telah mengetahui jika tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanya malas dan kehilangan akal. Sekolah tentu jadi sarana dalam mengasah pemikiran setiap siswa yang sarat akan pengetahuan dan tentulah para guru yang membuat siswa itu menjadi lebih pintar selain tekad dari dalam pribadi masing-masing, termasuk yang ibu lakukan kini," jelas Damian sembari melepaskan earphonenya.
"Berapa hasil dari lim x mendekati tak hingga dari x pangkat 5 - 2 x pangkat 3 per 3 x pangkat 5 ?" tanya Bu Asri menatap muridnya yang cerdas dalam pelajarannya.
Damian tersenyum singkat. "1 per tiga. Ketika menyelesaikan limit x mendekati tak hingga yang berbentuk pecahan kita hanya melirik pangkat tertinggi pada pecahan tersebut. Jika pada pembilang memiliki pangkat tertinggi maka hasilnya adalah tak hingga. Jika pada penyebut memiliki pangkat tertinggi maka hasilnya adalah nol. Jika pada penyebut maupun pembilang memiliki pangkat tertinggi yang sama maka kita tinggal melihat koefisiennya saja. Dalam soal yang ibu berikan pada pembilang maupun penyebut memiliki pangkat tertinggi yaitu x pangkat 5, seperti yang telah aku katakan sebelumnya kita hanya melirik koefisiennya dan mengabaikan suku dengan pangkat yang lebih kecil," jelas Damian setelah terhenti mengambil nafas.
Merek ternganga, walaupun hal ini telah sering terjadi. Damian tetaplah memukau di mata para gadis yang menanti kasih sayang dari pemilik wajah tampan itu.
Tepuk tangan menggema. Bu Asri hanya menghela nafasnya lega. Di balik sikap malas yang Damian memiliki tetaplah menyembunyikan hal yang sangat memukau.
"Baiklah, kerjakan soal bagian 5."
Mereka langsung berembuk untuk mencari jawaban. Dalam beberapa menit Damian telah menyelesaikan tugasnya, Sofi langsung menatap kaget teman sebangkunya.
Damian berjalan dengan santai lalu memberikan bukunya ke Bu Asri. "Ada apa Damian? Ada yang sulit?"
"Tidak ada, aku mau kumpul." Damian meletakkan bukunya ke meja Bu Asri. Bu Asri mengecek tugas yang Damian kerjakan. Tulisannya terkesan rapi untuk 10 soal yang ia kerjakan dalam waktu beberapa menit. Damian mengerjakan sesuai cara yang Bu Asri jelaskan ketika lelaki itu mendengar lagu-lagunya. Bu Asri paham, pasti Damian dapat menggunakan cara singkatnya namun selalu tidak digunakan. "Oke, benar."
"Damian?" heran seisi kelas sembari menghentikan aktivitas 'searching google'.
"Ada apa?" Damian kembali duduk dengan meninggalkan bukunya di meja Bu Asri.
"Mengapa kau meninggalkanku?"
"Kau berlebihan, aku tidak pergi kemanapun."
"Kau tidak menyisakan jawabanmu untukku," sinis Amanita dengan tajam.
Damian sedikit tersenyum lalu sedikit mendekati wajah gadis itu. "Bukankah sudah aku bilang, nyawamu akan aku bayar dengan jawaban Matematikaku?" kekeh Damian membuat Sofi yang bersiteru dengan angka menoleh lalu mengerenyitkan dahinya.
"Kau menyebalkan Dam!" hela Amanita sangat kesal.
"Kapan aku terkesan menyenangkan?" Damian tersenyum lama, hal terlangka yang Damian lakukan hingga Virgo dengan diam-diam mempotret senyuman Damian.
"Berbaliklah, aku akan mengajarkan kalian," gumam Damian setelah berhenti tersenyum. Amanita dan Roy menoleh dengan semangat. Sofi yang di sebelahnya pun menyodorkan bukunya ke arah Damian.
***
Mahen berjalan dengan angkuh melewati Damian lalu tersenyum ramah ketika menatap Amanita.
Akhirnya lelaki itu tersungkur jatuh setelah gadis itu memasang kakinya di jalan yang Mahen lewati. Gadis itu melompat kegirangan. "Akhirnya kau jatuh!''
Mahen jatuh tepat di teras kelas. Ia mengepalkan tangannya. Roy menelan salivanya, keberanian Amanita patut diacungi jempol.
"Sofi! Ayo kita ke kantin!" teriak Damian sembari memperhatikan gadis itu menata setumpuk bukunya di atas meja.
"Tunggu dulu," gumam Sofi. Dan selesai.
"Kau tidak mengajakku?" tanya Virgo dengan penuh harap.
"Mimpi!"
Sofi bergegas menyusul Damian dan Amanita yang telah menunggunya.
"Mengapa kau berguling di teras?" tanya Sofi dengan polos tanpa mendengar ringisan yang keluar dari mulut Mahen.
"Bukankah kau selalu mencari kekurangan dari Damian Aileen? Sebelum melakukan hal itu kau harus menyadari jika kau tidak bisa menggunakan kinerja sepasang organ itu dengan benar. Aku ingatkan sekali lagi jika kau berani mengganggu Roy dan Damian maka kau akan berurusan denganku. Dan jika kau berani mengusikku, aku yang akan menghantammu!" ancam Amanita sembari menunjuk wajah Mahen yang belum juga terangkat dari lantai.
"Ayo ke kantin," ajak Damian sembari menarik lengan baju seragam gadis itu dengan kedua jarinya—seperti tengah memindahkan anak kucing.
"Kau mau ikut kami atau mau dibully di sini?" teriak Amanita kepada Roy yang masih ternganga.
Roy bergegas menyusul Amanita dan kedua temannya.
Mahen berusaha berdiri dengan dibantu dengan beberapa anak buahnya—siswa malas yang hanya bekerja untuk makanan gratisan. "Kau menantangku Amanita, aku menyukaimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fused of Glitter
Novela Juvenil"Lalu bagaimana dengan Glitter?" "Sepertinya Kirana harus mencari kakak baru." "Glitter? Oh sungguh tidak penting, tidak berbobot, dan tidak berharga." "Sebuah kilauan yang indah, pemikiranmu lumayan juga." "Memang satu glitter tidak berarti, tetapi...