Amanita melangkah masuk ke dalam kelas, semua mata melihatnya dengan jelas terutama Mahen, rasa bersalah masih merasuki dirinya karena di balik jatuhnya Amanita, semua itu dilakukan oleh anggota gengnya.
Baru saja Mahen mencoba membuka mulut, Amanita telah menjauhi mejanya. Tidak lama dari itu Damian menyusul langkah gadis itu sembari membawa sebuah seragam yang masih basah.
Tidak ada yang berubah pada wajah Damian tetap tenang dengan ekspresi yang polos. Pandangannya tetap teduh dan wajahnya tetaplah tampan dengan rambut yang sangat berantakan.
Lelaki itu duduk dengan rileks sementara Amanita menatap Mahen dengan tajam ketika orang itu menoleh ke arahnya.
"Sepertinya dia merasa bersalah dan dia memang menyukaimu," gumam Roy ketika mengerti pandangan orang yang pernah membullynya.
"Aku itu playgirl bukan orang yang mudah mabuk akan cinta. Targetku sekarang adalah Raka dan Mahen? Apa untungnya aku menerima cintanya? Dia telah menyakiti orang yang sangat aku sayang. Coba tanyakan saja pada Damian," gumam Amanita. Serentak mereka menoleh.
"Dam..."
Amanita sedikit ternganga, lelaki itu sepertinya sangat kecanduan dengan earphone. Ia tengah menatap papan tulis dengan polos tetapi telinganya telah tersumpal sepasang earphone. Ia melirik ke arah Amanita namun menulis lagi, sementara Sofi tidak jauh berbeda dengan Damian.
Amanita hanya menghela nafas lalu mengikuti aktivitas Damian dan Sofi sembari mengabaikan pernyataan Roy.
*
**
Bel pulang telah berbunyi, sebuah surga yang indah bagi para siswa yang merindukan rumah dan masakan ibunya. Hal ini terjadi pada Damian, ia tidak ingin memperpanjang waktu di sekolah hanya untuk menunggu Amanita menggencarkan aksinya.
Damian langsung menarik lengan Amanita dan mengunci pergerakan gadis itu, ia merengut kesal. "Aku tidak akan menunggumu untuk berbicara dengan ketua tim basket itu!" lirih Damian yang masih di dalam kelas.
"Kau itu harusnya tau diri!" sergah Mahen yang mulai mendekati Damian dan Amanita.
Amanita menatap sinis dan berusaha menutupi Damian dari Mahen. Kejadian kembali lagi ketika lelaki terlihat lemah.
"Menjauhlah!" sergah Amanita terlihat sangat murka. Sementara Damian, ia tetaplah Damian yang tidak terlalu suka untuk mengekspresikan emosinya. Ia tetap menikmati alunan lagu yang memecahkan telinga Amanita.
"Jika aku tidak mau?" tantang Mahen berusaha mendekati Amanita. Amanita memandang was-was, hidupnya sebagai Amanita Valerie dipertaruhkan.
"Lepaskan mereka Mahen!" teriak Virgo sembari menggebrak meja.
"Aku tidak berurusan denganmu Virgo!" teriak Mahen sembari menunjuk wajah gadis itu dari kejauhan.
"Segala yang berurusan dengan Damian akan menjadi urusanku!" balas Virgo dengan gencar.
Tepuk tangan dari Mahen menggema di ruang kelas. Para siswa tidak ingin meninggalkan kelas, mereka masih berharap Damian berdiri dan membanting tubuh Mahen. Mahen telah merajalela.
"Orang lemah melindungi lelaki lemah. Amanita, apa untungnya kau bersamanya? Menjaga dirinya sendiri saja tidak becus apalagi menjagamu!" teriak Mahen memandang Damian dengan remeh, ia ingin sekali membuat lelaki itu bergerak dan membalas perlakuannya namun sia-sia.
"Maksudmu? Aku akan memilihmu! Tidak akan! Damian mungkin tidak bisa melindungi dirinya sendiri tetapi dia bukan penindas sepertimu! Enyah dari hadapanku!" sergah Amanita namun Mahen merasa tertantang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fused of Glitter
Teen Fiction"Lalu bagaimana dengan Glitter?" "Sepertinya Kirana harus mencari kakak baru." "Glitter? Oh sungguh tidak penting, tidak berbobot, dan tidak berharga." "Sebuah kilauan yang indah, pemikiranmu lumayan juga." "Memang satu glitter tidak berarti, tetapi...