E n a m

3.7K 817 127
                                    

6. Sahabat

Di balkon kamarnya, Crystal menatap langit malam.

Menatap langit di malam hari seperti saat ini sudah menjadi rutinitasnya sejak bertemu dengan Bintang.

Gadis itu tersenyum miris. "Di saat aku ketemu sama kebahagiaan aku, kemungkinannya kecil banget buat bertahan."

Crystal meraih ponselnya. Gadis itu mencoba menghubungi Mamanya yang berada jauh di negeri paman sam sana.

Sayangnya, sampai dering terakhir panggilannya sama sekali tidak di angkat. Gadis itu menatap layar ponselnya sedih.

Tring!

Mom : Maaf, sayang. Mama banyak kerjaan, bisa lewat pesan aja? Kenapa?

Crystal mematikan ponselnya. Gadis itu menatap ke arah langit lagi, tanpa sadar air matanya menetes. "Aku mau pulang, Ma. Aku pengen sama Mama," lirih Crystal.

Sampai saat ini, Crystal masih belum mengerti mengapa dirinya dititipkan di teman Mamanya.

Jika hanya karna Mama dan Papanya yang sibuk bekerja, tak pernah ada waktu di rumah, Crystal sama sekali tidak masalah untuk itu. Lagipula, berdiam di rumah sendirian setiap harinya tidak akan membuat Crystal mati karna bosan.

Tapi kenapa? Kenapa harus di Indonesia? Mengapa harus Crystal dititipkan di sini?

"Ma, Crystal pengen pulang."

Ponsel Crystal berdering. Gadis itu meraihnya, dahinya berkerut ketika melihat nama Bintang tertera di layar sana.

Tanpa basa basi, Crystal memilih mengangkatnya.

"Hallo?"

"Lagi liat langit?"

Crystal diam. Bukankah pulang sekolah tadi, Bintang marah padanya? Bahkan, ia meninggalkan Crystal tadi.

"Iya, kamu juga?" tanya Crystal.

"Gue di teras rumah Raffa. Bisa turun ke bawah? Kita liat sama-sama."

Crystal sontak beranjak. Gadis itu berlari keluar dari kamar dan menuruni anak tangga.

Saat membuka pintu, ia disuguhi sosok Bintang yang tengah menatap ke arahnya.

Crystal mematikan sambungan teleponnya yang masih terhubung.

"Gue minta maaf." Bintang menatap Crystal lekat.

Bintang menjilat bibir bawahnya yang terasa kering. Cowok itu menarik napasnya, kemudian mengembuskannya pelan. "Soal tadi siang, gue rasa gue keterlaluan udah ninggalin lo cuman gara-gara masalah sepele kayak tadi," lanjutnya.

"Gak papa, aku juga yang salah. Aku yang asal-asalan jodohin kamu sama Silva. Aku—"

"Kita lupain semuanya. Kita … bisa jadi sahabat, 'kan?" tanya Bintang pada Crystal.

Senyum di bibirnya mengembang. Gadis itu mengangguk, "Aku seneng kita sahabatan."

Karna kalau pacaran gak akan mungkin, ujar Bintang dalam hati.

"Iya. Mau liat bintang sama-sama?" tawar Bintang.

Crystal mengangguk pelan. Tangan Bintang terulur menggenggam tangan Crystal, membawanya ke depan teras dan berdiri di bawah langit malam.

Keduanya sama-sama mendongak.

"Kamu tau, Bintang? Aku sedih."

Bintang mengalihkan pandangannya menatap wajah Crystal dari samping.

After we met [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang