Kay's pov
Aku menatap puas penampilanku sekali lagi ke dalam cermin. Setelan jas silver dengan kemeja putih yang memiliki sedikit motiif pada kancingnya dan ditutup dengan sepatu pantofel mengkilap plus model rambut pilihan Sherly. Semua tampak begitu sempurna dimataku. Aku memang tidak pernah meragukan sedikitpun selera Sherly, terutama dalam hal fashion. Pilihan pakaianku ini bukan tanpa tantangan untuk bisa ku gunakan. Awalnya Sherly sudah menolak pilihanku, ia ingin aku mengenakan sama dengan yang dikenakannya, dengan alasan karena aku ini adalah perempuan dan harus mulai merubah penampilanku. Tapi setelah perdebatan yang cukup lama mengenai kostumku, akhirnya ia menyetujuinya meskipun dengan berat hati.
"Gantengnya.. Jangan diliatin mulu ntar berubah jadi jelek." Ucapnya yang baru saja datang dan langsung berdiri disampingku dengan tangan mengalung di lenganku. Aku hanya bisa tersenyum.
"Kamu juga perfect." Kataku jujur mengamati detail penampilannya yang terlihat sangat elegan. Sebuah longdress perpaduan kebaya dan sutra yang menutupi seluruh tubuhnya, dengan heels tinggi senada dan rambutnya yang dibuat seperti sanggul mini beserta riasannya.
Aku mengambil sebuah ponsel dalam saku celanaku dan memotret kami berdua dengan beberapa gaya.
"Kamu lepas jasnya dulu aja deh.. Masih lumayan lama kan. Nanti keburu lusuh. Gantengnya berkurang deh.." Ledeknya melihat penampilanku yang sudah sangat rapih.
"Siap boss." Aku melepaskan jasku dan memberikannya kepada Sherly untuk ia simpan lebih dulu.
"Kamu turun ke bawah dulu aja, aku masih mau siap-siap. Oke? Kelamaan disini ntar kamu bosen."
"Yaudah dehh.. Jangan kemenoran makeup mu. Segitu aja udah bagus tau."
"Hahaha.. Iya iya, tenang aja. Aku cuma mau nyempurnain ni mahkota aja." Dia menunjuk ke arah rambutnya. Aku pun hanya mengangguk angguk kemudian berlalu meninggalkannya.
Kondisi dibawah sudah sangat ramai. Sebenarnya aku bukan tipe orang yang menyukai keramaian seperti ini. Membuatku sakit kepala melihatnya. Aku lebih menyukai sepi dan sunyi, meskipun itu sangat menyakitkan. Aku memutuskan untuk hanya fokus ke depan, tapi ada sesuatu seperti magnet yang menarikku untuk menatapnya. Beberapa orang wanita dengan kebaya ungu yang tengah asyik mengobrol. Meskipun aku hanya melihat punggungnya, aku seperti mengenal betul salah satu dari sosok itu, sosok yang membuat nyeri hati setiap kali baik sengaja maupun tidak harus mengingatnya. Seperti luka itu kembali terasa sangat menyakitkan meskipun telah berlalu beberapa tahun lalu. Bersyukur karena aku segera disadarkan oleh tepukan di pundakku.
"Ke depan aja yuk sama Bapak." Aku mengangguk dan mengikuti langkah kaki ayahnya Sherly.
Sesampainya di depan, mba Siska dan suaminya sudah duduk manis di kursi pelaminan, sementara ayahnya Sherly sudah siap di samping kursi pelaminan. Aku mengambil posisi di kursi samping mba Siska.
"Wah.. Ganteng banget nih ade mba." Aku hanya tersenyum menanggapi pujian mba Siska.
"Yank, kamu kayanya kalah ganteng sama adeku nih.." Lanjutnya lagi pada suaminya, mas Arga.
"Iya deh. Belum apa-apa juga aku udah di kalahin ama yang lain." Kata mas Arga dengan nada sedikit merajuk. Aku dan bapak hanya ikut tertawa mendengarnya.
"Oiya, kamu ginian aja apa pake jas Kay?"
"Pake jas dong mba.. Nanti lagi diambilin Sherly." Kataku sembari membetulkan tali sepatuku.
"Ya kirain. Wahh.. Kamu jangan ngalah-ngalahin pengantin Kay. Bisa-bisa kamu yang disalamin." Ledek mba Siska.
"Hahaha.. Kalo salam tempel sih gapapa deh mba.. Rela-rela aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
imposibble (girl x girl)
DiversosKarena hati hanya mampu memendam rasanya sendiri... menebak sesuatu yang hanya menjadi harap dan karena kepastian yang menjadi tidak pasti adalah permasalahan kedua hati "semoga kamu bahagia" ..... *kay*