Kay's pov
Aku memang berlatih basket dengan keras sejak kemarin. Mengetahui akan ada pertandingan yang cukup besar, membuatku jauh lebih bersemangat. Kemarin aku tidak bisa bermain dengan baiik. Emosiku yang sedikit terganggu membuat permainanku hancur, hingga nyaris menempatkanku hanya menjadi pemain cadangan saja. Aku yang memohon meminta kesempatan untuk bisa menunjukkan kembali kemampuanku yang sempat tertidur karena kesehatanku.
"Peluk aku Kay." Kalimat itu terus saja mengulang di telingaku saat aku latian kemarin sore. Terus saja mengganggu konsentrasiku bermain. Bahkan sampai kagetnya aku mendengar keinginannya itu, aku sampai hanya menjadi diam.
"Sekali ini aja." Lanjutnya lagi saat mengetahui aku tidak juga menggerakkan tubuhku. Entah apa yang merasukiku, aku menjadi sangat berat untuk menggerakkan tubuhku. Hatiku jelas sangat meng-IYA-kan permintaannya yang sangat sepele ini. Tapi entah apa yang terjadi dengan tubuhku, karena tubuhku seolah menolaknya. Bahkan aku masih saja terdiam di tempat yang sama saat Putri pergi menjauh dariku.
Dan yang terjadi setelahnya? Aku hanya bisa merutuki diriku sendiri kenapa tidak bisa mewujudkan keinginannya yang sepele itu. Kenapa aku lantas tidak memeluknya?
PELUK. Dia hanya minta di PELUK Kay! Dan kenapa lo bodoh banget buat ngebiarin dia pergi gitu aja??
Ada perang batin dalam diriku sore itu, sehingga berimbas pada permainan basketku yang jauh dari kata pantas untuk mengikuti sebuah pertandingan. Setelah itu aku memang menggenjot diriku sendiri untuk bisa kembali bermain pantas. Dan pagi ini adalah pembuktianku pada pelatih yang sekaligus menjadi guru olahraga di sekolahku ini. Aku tidak ingin kehilangan kesempatan untuk ikut bertanding sebagai pemain inti.
Setelah teman sekelasku berkumpul, aku mendapat tantangan dari Pak Gun, pelatihku untuk bermain 1 by 1 bersama Eci. Tentu saja aku mengerahkan seluruh kemampuanku yang baru saja aku asah dengan cukup baik. Kurang lebih 30 menit kami bermain dengan point ku yang lebih unggul dari Eci dan sukses mendapat senyum kepuasan dari pak Gun.
"Ini baru Kay yang main. Good job. Kamu akan tetap sebagai pemain inti di pertandingan kali ini." Pak Gun mengulurkan tangannya, yang langsung ku sambut dengan wajah penuh bahagia.
"Makasih pak."
"Pertahanin permainan kamu yang kaya tadi Kay. Itu akan sangat membantu untuk pertandingan nanti. Oke?"
"Siap pak. Pasti saya akan berusaha semaksimal mungkin." Kataku dengan nada optimis.
Setelah itu, kelas kami diberi kesempatan untuk bermain basket bersama dengan dibagi menjadi beberapa team. Aku dan Eci ditugaskan untuk menadi penanggungjawab jam olahraga kali ini. Sementara pak Gun hanya mengamati kami dari jauh, karena sebelumnya sudah memberikan teori untuk permainan basket.
Nyeri di dadaku kembali terasa untuk sesaat, membuatku kembali sedikit kehilangan fokus mengajari beberapa temanku. Tak lama berselang, Rani datang menghampiriku.
"Kay, Putri kambuh. Sekarang di UKS." Mendengar ucapannya, aku langsung membuang bola yang tengah berada di tanganku dan berlari menuju UKS.
Aku masuk dan menemukan Putri tengah memejamkan kedua matanya. Sakit di dadaku sudah mulai hilang dan berganti. Aku lebih sakit melihatnya seperti ini. Wajahnya pucat. Aku mendekatinya dan langsung menggenggamtangannya, membuatnya langsung tersadar.
"Kenapa sayang?" tanyaku dengan sebuah senyum yang ku paksakan. Aku ingin membuatnya kuat dengan kehadiranku.
"gapapa yank. Tadi Cuma rasanya ga bisa buat nafas lagi."
"separah itu?"
"Ya kan emang kaya gini kalo kambuh." Dia tertawa kecil. Seperti menertawakan sakitnya sendiri.
"Efek semalem nangis?"
"kayanya.." aku mengusap lembut pipinya sembari tersenyum. Aku masih bisa mendengar suara yang sulit mengambil nafas.
"Udah tau punya asma, nangisnya jangan kebablasan dong yank."
"Air matanya aja yang gamau di stop."
"Kasih lampu merah makanya. Biar dia berenti."
"Ntar kalo ijo pasti jalan lagi."
"Lampunya merah aja terus, jangan di ijo-in. Biar kamu gak sakit."
"Ntar diomelin ama pengendara yang lain kalo ga ijo-ijo. Kaya depan aku nih..."
"Kenapa jadi aku?"
"Iya, soalnya kan ga sabaran banget." Kami sama-sama tersenyum.
Melihatnya sudah bisa tersenyum lagi seperti ini membuatku menjadi lebih lega. Padahal sdah cukup lama aku tidak mendengar asma-nya kambuh. Pasti ada pikiran berat yang sedang mengganggunya.
"Yaudah kamu istirahat disini aja dulu ya, sampe enakan lagi." Kataku sembari membetulkan selimut yang membungkus tubuhnya.
"Temenin ya.." Katanya dengan wajah sendu. Aku hanya mengangguk memenuhi permintaannya.
Tangannya masih erat menggenggam tanganku, seolah takut aku kan pergi meninggalkannya. Entahlah, mungkin aku harus bolos pelajaran berikutnya agar bisa menemaninya. Aku ingin dia benar-benar sembuh dan sehat kembali. Melihatnya ceria adalah hal yang penting untukku dan membuatku lega.
Dia sama sekali tidak membiarkan genggaman tangan kami terlepas, padahal menurutku dia sudah tertidur pulas. Tapi ada sedikit saja pergerakan tanganku, akan membuatnya kaget juga. Sehingga pada akhirnya aku hanya bisa duduk tenang di sampingnya sembari mengamati setiap inchi perubahan wajahnya. Aku menyingkirkan beberapa anak rambut yang jatuh menutupi wajahnya.
"Apa yang sebenarnya lagi kamu rasain sekarang Put? Apa yang bikin kamu nangis? Kenapa aku jadi orang yang seperti ga bisa lagi mengenal kamu? Kamu boong kan sama aku? Apa kamu ga bahagia saat ini? Kenapa aku ngeliat sosok Putri yang lain?"
aku seperti berbicara dengan diriku sendiri karena hanya bisa mengeluarkan suara bisikan agar tidak membangunkannya.
"Maaf untuk sakit yang aku kasih. Maaf sayang.."

KAMU SEDANG MEMBACA
imposibble (girl x girl)
De TodoKarena hati hanya mampu memendam rasanya sendiri... menebak sesuatu yang hanya menjadi harap dan karena kepastian yang menjadi tidak pasti adalah permasalahan kedua hati "semoga kamu bahagia" ..... *kay*