Tatapan mata seorang namja setengah abad masih sama, hanya memandang lekat dua kelopak tertutup milik anak kandung kakaknya. Tiga jam yang lalu Jungkook ditemukan dalam keadaan tak sadarkan diri. Seorang diri di rumah kecilnya tanpa ada orang lain yang tahu bahwa keadaannya sangat buruk. Tinggal dirumah sendiri memang bukan perintah Namjoon. Remaja itu yang telah memaksakan kehendaknya sendiri tanpa berpikir jika tubuhnya memang belum sepenuhnya sembuh.
Kondisi Jungkook yang tidak baik-baik saja saat ditemukan bukan pertama kalinya bagi Namjoon. Beberapa tahun yang lalu keadaan yang menimpa keponakannya terbilang lebih parah. Mungkin kali ini Jungkook hanya mencoba menyayat nadi kirinya, beruntung kata dokter, nadi Jungkook tidak terputus, hanya darah dari goresan kulitnya yang hilang dan mengering.
Tetapi bukan alasan untuk Namjoon menghela nafas lega. Sampai sekarang, Jungkook belum juga siuman. Pemandangan wajah pucat pasi dengan cairan kering berwarna merah pekat masih menghiasi otaknya. Bagaimana mungkin Jungkook sudah dalam kondisi pingsan sejak tadi malam seperti yang dokter perkirakan? Selama beberapa jam apakah Jungkook merasakan sakit yang bertubi-tubi? Seharusnya Namjoon datang sebelum kejadian itu terjadi. Seharusnya Namjoon selalu mengecek kondisi Jungkook setiap ia pulang bekerja.
Namjoon akui ia lalai menjaga anak kakaknya sendiri. Bahkan Jungkook sempat memakan jajangmyun. Apakah sebelum kejadian cuter kuning itu menggores nadinya, Jungkook baik-baik saja? Jajangmyun yang tergeletak di lantai masih sangat banyak, hanya sebagian kecil yang berkurang. Posisi Jungkook juga berdekatan dengan makanan itu. Lalu apa yang membuat Jungkook kambuh disaat ia tengah memakan makan malamnya? Namjoon pun belum mengetahuinya. Kambuhnya Jungkook yang ia ketahui tak melihat waktu dan tempat. Itulah yang membuat dirinya khawatir dan cemas.
Namjoon mengusak wajahnya kasar, menyesal dengan amat sangat pada dirinya sendiri. Ia yang sebagai walinya tidak bisa melindungi Jungkook disaat keponakannya membutuhkan pertolongan. Namjoon bagai orang yang tak berguna, ia lalai dan ia menyesal.
Satu jari kanan Jungkook bergerak kecil, Namjoon yang melihat itu segera meraih tangan kanan Jungkook yang terbebas dari perban.
Kehangatan dalam hatinya kian muncul, senyuman yang sedari tadi tak sudi untuk datang kini terpancar di bibirnya. Manik sembabnya berbinar terang menanti Jungkook membuka mata.
Dua mata sayu itu mengerjap. Menatap bingung ke segala arah. Ada dua buah kantung transparan berisi cairan bening dan cairan merah pekat. Dua kantung itu memiliki selang yang terhubung ke kedua lengannya. Atensinya menurun, tertuju pada seseorang yang tengah menanti tatapannya.
"P-paman..."
Namjoon semakin tersenyum lebar mendengar suara serak Jungkook yang memanggil namanya.
"Ne. Kau sudah sadar. Kau sekarang di rumah sakit."
Mendengar penuturan Namjoon, Jungkook segera mengedarkan bola mata hitamnya. Ruang kamar ini tidak lain adalah kamar inap yang dulu selalu ia kunjungi.
Pandangannya turun hingga ke pergelangan tangan kirinya yang mati rasa. Sebuah perban terlilit di antara telapak dan lengan bawahnya.
"Apa yang terjadi padaku?" Tanyanya pada Namjoon. Namjoon yang tahu bahwa Jungkook mungkin tidak akan ingat dengan kejadian yang menimpanya segera menjawab dengan tenang.
"Lenganmu tergores pisau saat membantu paman memasak di rumahmu. Apa kau tidak mengingatnya?" Bohong Namjoon. Jungkook terlihat berpikir. Ia tidak merasa bahwa ia memasak bersama pamannya. Ia juga tidak melihat pamannya datang ke rumah. Terakhir ia ingat adalah saat dirinya membuka bungkus jajangmyun. Lalu entah ia tak tahu lagi apa yang terjadi setelahnya.
"Ah begitu ya." Gumamnya lirih.
"Tapi, kenapa aku di rumah sakit?"
Namjoon lekas menutup mulutnya. Dia tidak tahu harus membohongi Jungkook dengan kata apa lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eyes is Yours 2
FanfictionDua bola mata ini semula menjadi impian terbesarku, demi menatap hyung tersayangku. Namun saat impian ini tercapai, hyungku tega meninggalkanku. Dia pergi jauh untuk selamanya tanpa memberiku izin untuk menatap wajahnya walau hanya sekali. Dari sin...