08

989 98 5
                                    

Sinar matahari pagi menjelang siang ini nampak masih malu-malu untuk menampakkan diri. Jungkook dengan jaket bombernya berjalan menyusuri trotoar menuju kedai seusai ia menyelesaikan jam pelajarannya di sekolah. Hari yang amat melelahkan baginya, ia harus belajar ekstra karena dua minggu lagi akan ada ujian akhir nasional. Ia harus segera lulus dari sekolah kejar paketnya demi mengurangi beban kehidupan paman dan bibi.

Sampai di kedai sederhana tempat ia bekerja, seorang bertubuh tinggi berperut buncit sudah menghadang di ambang pintu. Tatapannya tajam membuat Jungkook ciut nyali.

"Masuk!" Pintanya dingin. Jungkook segera mengikutinya.

Di ruangan kecil ini, mereka berdua saling berhadapan. Namja berbadan besar yang menjadi pemilik kedai ini duduk dengan angkuhnya, bahkan kakinya naik keatas meja. Sedangkan Jungkook hanya mampu terdiam, berdiri tanpa ada niatan untuk menatap atau bahkan melirik bos nya.

"Kim Jungkook! Kau tahu berapa kerugian yang harus kutanggung karena ulahmu?!" Tanya bos besar itu dengan suara tajam. Jungkook nampak membeku, ia tahu kerugian yang dimaksud bosnya.

"Kecelakaan yang kau buat sendiri membuat sepeda motorku hancur! Aku harus membeli motor lagi untuk delivery hanya karena kau!" Bos besar itu bangkit dari kursinya dan mendekat ke tubuh Jungkook. Kini tubuh kurus Jungkook nampak bergetar, telinganya mendengar suara mengerikan dari si bos.

"M-maaf, t-tapi b-bukankah sudah dilunasi?" Jungkook mencoba mengingatkan kembali walau suaranya bergetar takut. Ia tahu dari Namjoon, bahwa motor yang ada di bengkel telah lunas pembayarannya berkat seseorang yang mengaku datang dari kota. Dan Jungkook tahu orang itu adalah V.

"Memang sudah di lunasi, tapi aku harus membeli motor baru lagi karena motor lamaku belum juga beres! Dan kaulah penyebabnya!" Tunjuk bos itu pada wajah menunduk Jungkook.

"Maafkan saya, bos..." Jungkook meminta maaf dengan penuh ketulusan.

"Mulai hari ini, kau boleh pulang! Karena kau ku pecat!" Jungkook mendongak membelalak. Terkejut bukan main akan ucapan dari bos kedai.

"T-tapi, bos... A-aku harus kemana lagi kalau tidak bekerja disini?" Manik Jungkook dipenuhi air mata. Memerah dengan bibir yang bergetar takut.

Bos itu mengacak pinggang angkuh. Ia membuka laci lalu melemparkan sebuah amplop cokelat kepada Jungkook.

"Angkat kakimu sekarang juga! Sebentar lagi akan ada karyawan baru yang menggantikanmu." Bos itu pergi meninggalkan Jungkook sendiri yang masih terpaku di tempat. Amplop yang terlempar hanya tergeletak tak berdaya di bawah kakinya. Mata Jungkook mulai menitikkan air mata. Tubuhnya luruh berlutut sendiri dengan isak tangis yang ia tahan.

Jungkook menatap amplop pemberian bosnya, nampak memburam lantaran air matanya. Jungkook meraih amplop itu dengan tangan gemetar. Gaji terakhirnya untuk bulan ini telah dibayarkan sekarang dan mulai saat ini ia tak akan bisa bekerja di tempat ini lagi. Tempat yang hampir tiga tahun ini menjadi topangan hidupnya. Yang telah memberikan kehidupan dari saat kakaknya masih hidup hingga dirinya yang menggantikan.

Meskipun pemilik kedai ini sama sekali berhati dingin, Jungkook tetap semangat bekerja. Ia tak akan mengecewakan bosnya sendiri karena ia tahu ia harus bekerja dengan sungguh-sungguh. Namun sekarang ia sudah tidak akan ada di sini lagi. Ia pasti akan merindukan tempat yang telah menghidupi keluarganya.

~~~

Jungkook berjalan lunglai sampai di depan rumah bibi. Masuk dengan langkah gontai menuju kamarnya. Menaruh tasnya lalu berbaring menelungkup.

Tak sengaja bibi Kim mendengar suara pintu ditutup. Ia segera beranjak dari dapur untuk melihat siapa yang baru saja pulang.

"Jungkook?" Panggilnya saat membuka kamar Jungkook. Bocah itu tak berkutik, membuat bibi Kim harus mendekatinya.

My Eyes is Yours 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang