002. PERPUSTAKAAN

16 16 7
                                    

Upacara bendera hari Senin telah berakhir. Para siswa dan guru mulai membubarkan diri.

Namun, ada beberapa siswa nakal atau terlambat akan mulai mendengarkan ceramah dan berakhir mendapat hukuman. Mereka membentuk barisan sendiri di pojok lapangan sebelah selatan. Beberapa guru piket menghampiri barisan tersebut.

Karena menunggu para siswa membubarkan diri, Sila bersama ketiga sahabatnya mulai berjalan meninggalkan lapangan. Sila bersama Kiara, Andra, dan Ferian, mereka berempat berjalan beriringan melewati barisan siswa nakal tersebut.

"Ki, ke kantin, yak!" ajak Andra yang berjalan di sebelah kiri Ferian. Ia menolehkan kepalanya ke arah kanan, menatap Kiara.

"Iya iya, biasanya gimana," balas Kiara menatap sekilas sahabatnya itu.

"Gue langsung ke kelas aja deh," sahut Ferian yang berada di tengah mereka.

"Lo mah gitu," sambar Andra cepat. Tak lupa ia mendorong pelan lengan kiri lelaki itu.

Sedangkan Sila memilih diam. Ia tak tertarik dengan topik dari ketiga sahabatnya. Mungkin ia akan langsung ke kelas. Sama seperti Ferian.

Kedua mata Sila tertarik untuk menatap barisan siswa nakal di seberang sana. Namun, ada satu siswa yang menarik perhatiannya. Tak sengaja kedua mata mereka berpapasan. Tapi Sila merasa jika lelaki itu menatapnya sedari tadi. Karena tatapan yang dilemparkan lelaki itu begitu lekat.

Sila merasa risih dengan tatapan lekat seperti itu. Terlebih lagi dari orang asing. Ia pun mengalihkan pandangannya sebentar. Namun, ia penasaran apa lelaki tadi benar-benar sedang menatapnya atau tidak. Ia pun kembali menatap lelaki itu.

Benar dugaannya jika lelaki itu masih menatapnya lekat. Sila mengerutkan kedua alisnya. Ia merasa bingung.

Tetapi respon lelaki malah tersenyum tipis. Hal itu semakin membuat Sila bingung dan bergidik ngeri.

"Gila," gumamnya mengatai lelaki itu.

•••

Setelah melaksanakan sholat zuhur di masjid yang berada di sekolah. Sila pergi ke perpustakaan seorang diri. Karena ketiga sahabatnya yang pergi ke kantin untuk makan siang. Sedangkan dirinya masih kenyang dengan bekal yang ia makan saat istirahat pertama tadi.


Selesai menuliskan namanya pada buku hadir perpustakaan, Sila berjalan menuju rak berisikan buku biologi. Ia memilih rak tersebut karena ada tugas yang harus ia selesaikan. Ia membutuhkan materi lebih banyak.

•••

"Apaan?!" tanya Azmi agak sewot.

Rizky-sahabatnya sedari tadi menyenggol lengan kirinya. Ia menatap sekilas sahabatnya itu yang masih menyenggol lengannya.

"Eh mi, ke perpustakan, yuk!" ajak Rizky.

Selesai memakai sepatunya, ia kembali menatap lekat sahabatnya. Ia mengerutkan dahinya. "Gue gak salah denger nih? Kesambet apaan dah lu?" tanya Azmi tak percaya.


Rizky menatap balik sahabatnya lalu mengendikan kedua bahunya. "Mungkin gegara gue liat si Raka ayem gitu baca buku," jawabnya mengingat kejadian pagi tadi di kelas.

Azmi mendengkus seraya mengalihkan pandangannya. "Hilih, sok-sokan lo. Nanti lo malah benci 'kan bahaya," balasnya.

"Bahaya gimana maksud lo?" tanya Rizky cepat masih menatap lekat sahabatnya.

"Ya bahaya lah!" jawab Azmi agak ngegas.

Ia menatap sebentar lelaki di sampingnya. Lalu kembali menatal lurus ke depan.

"Nanti lo nyontek gue sama Raka mulu. Nggak mau gue," lanjutnya dengan nada merajuk.

Sebuah dorongan pelan diterima Azmi. "Pelit amat, sih!" seru Rizky sewot.

"Bukan pelit. Emang peraturannya kek gitu, Andika Rizky," jawab Azmi menekankan pada nama lelaki di sampingnya. Ia menatap jengah Rizky melalui ekor matanya.

"Udah ah, yuk ke perpus," putus Rizky lalu berdiri dan berjalan terlebih dahulu.

Azmi menghela nafas sabar. Ia pun menurut saja.

•••

"Kok ke kantin dulu, Ki?" tanya Azmi bingung.

Karena mereka telah melewati perpustakaan. Azmi pikir jika Rizky tak jadi ke perpustakaan. Karena baginya itu sebuah wacana saja.

Rizky tersenyum tipis. "Gue mau beli permen dulu. Nitip gak?" tanyanya balik.

Azmi berdecak. "Enggak, makasih."

Rizky pun berjalan masuk ke dalam kantin. Sedangkan Azmi memilih menunggu dengan duduk di kursi depan kantin.

Tak membutuhkan waktu lama, Rizky pun keluar dengan beberapa permen kopiko dan kiss memenuhi kedua tangannya. "Beneran gak mau, nih?" tanyanya menawarkan permen yang baru ia beli.

Azmi menganggukan kepala malas. "Jadi ke perpus gak?" tanyanya menahan amarah.

"Jadilah, bentar-bentar," jawab Rizky seraya memasukan permennya ke dalam saku baju dan celana.

"Muak gue, Ki. Beneran," balas Azmi cepat. Lalu ia berjalan terlebih dahulu ke perpustakaan.

Rizky berdecak kesal, ia kesusahan memasukan seluruh permennya ke dalam saku. Dan sahabatnya malah marah kepadanya. "Lama sih, men. Gue dah diamuk ama Mami," keluhnya sendiri.

•••

Setelah meletakan sepatu di rak depan, Azmi dan Rizky masuk ke dalam perpustakaan. Azmi yang cepat tanggap melihat Rizky yang malah langsung pergi ke rak.

"Mau ke mana lo, Ki?" tanya Azmi langsung menarik kerah belakang sahabatnya itu.

Hampir saja Rizky mengumpat. Ia menarik dirinya agar tarikan dari Azmi lepas.

"Mau baca lah!" jawabanya kesal setelah Azmi melepaskan tarikan pada kerahnya. Ia menatap tajam sahabatnya seraya merapikan pakaiannya.

Azmi menatap balik sebentar sahabatanya. "Ngisi daftar hadir dulu, Ki," balasnya sabar. Ia berjalan menuju meja berisikan buku hadir perpustakaan.

Rizky berjalan mengikuti Azmi yang sudah meraih bolpoin. "Titip boleh 'kan?" tanyanya berharap banyak.

"Ogah! Seharusnya gue yang bilang gitu. Lo 'kan yang ngajak gue ke sini," jawab Azmi kesal seraya menulis namanya pada daftar hadir tanpa menatap sahabatnya.

Rizky berdesis dengan raut masam. "Di ajak nyari ilmu bilang makasih. Malah kek gitu balesannya," dumelnya masih menatap tak suka.

Azmi telah selesai mengisi daftar hadir. Ia menatap balik sahabatnya datar.

"Iya, terima kasih banyak, Andika Rizky," balasnya malas.

Lalu ia pergi terlebih dahulu menuju rak buku, meninggalkan sahabatnya yang semakin kesal kepadanya.

-happy reading-

TAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang