Selesai membeli buku cerita pesanan Arsya, terlebih dahulu Azmi mengantarkan Sila pulang karena hari yang sudah gelap.
"Terima kasih untuk hari ini," ucap Sila tersenyum ramah kepada Azmi.
"Aku a-tidak." Azmi menggelengkan kepalanya pelan lalu kembali menatap gadis di samping kiri motornya yang sedang menatapnya bingung.
Ia tersenyum tipis, "Gue juga makasih sama lo."
Sila mengurungkan pertanyaannya dan memilih mengangguk saja. "Mau mampir dulu?" tanyanya dan dibalas gelengan.
"Gue pulang dulu, ya. Maaf kalo sampe malam. Salam untuk orang rumah," jawab Azmi. Sila menganggukan kepalanya dengan senyuman ramah masih terlukis di wajahnya.
Kemudian Azmi melajukan kembali motornya meninggalkan Sila yang melebarkan senyuman. Ia merasa hatinya begitu senang sore ini. Lelaki itu tak selamanya menyebalkan, pikirnya.
Setelah memastikan Azmi hilang dari pandangannya, ia pun berjalan masuk ke dalam rumah. Tugasnya telah selesai, jadilah ia bisa rebahan dengan tenang.
•••
Pukul sepuluh pagi Azmi datang ke rumah Sila untuk menjemput gadis itu. Ya, adiknya memintanya agar Sila main ke rumahnya. Tak mungkin ia membiarkan gadis itu datang ke rumahnya tanpa ia jemput.
Setelah menunggu sekitar sepuluh menit gadis itu bersiap, akhirnya Sila keluar dari kamarnya dengan baju lengan panjang warna putih bergaris biru horizontal yang dipadukan dengan celana jeans.
Selesai menutup kembali pintu kamar, Sila berjalan menghampiri Azmi dengan seutas senyuman di wajahnya.
"Ayo!" ajaknya seraya memegang tali tas selempangnya yang berada di bahu kanannya.
Azmi membalas senyuman dari Sila lalu menganggukan kepalanya. Ia pun bangkit dari duduknya. Kemudian mereka berdua berjalan keluar rumah menuju motor vespa yang bertengger di garasi rumah Sila. Mereka pun segera berangkat ke kediaman keluarga Randika.
•••
Setelah sampai di rumah, Azmi mempersilakan Sila untuk duduk di ruang tamu. Ia berjalan menuju dapur untuk membuatkan gadis itu minum dan memberikan cemilan.
Sembari menunggu sang tuan rumah yang sibuk di dapur, mata Sila tak berhenti menatap sudut rumah Azmi. Cukup luas dan megah.
Meskipun di bayangannya rumah ini terbesit suasana sepi. Tapi ia menyadari jika Azmi memiliki adik yang sangat cerewet. Ia tersenyum tipis. Suasana rumah ini mungkin tak seperti di bayangannya.
"Temannya abang, ya?" tanya Arsya yang berjalan menuruni anak tangga.
Pandangan Sila pun langsung mencari keberadaan suara itu. Senyumannya semakin lebar tatkala bocah mungil itu menghampiri dirinya dengan raut ceria.
"Iya, bener! Kak Arsi!" seru Arsya langsung berlari memeluk Sila. Hal itu membuat gadis itu tertawa hangat. Sila membalas pelukan erat dari Arsya.
"Hai, Arsya!" sapa Sila seraya melepas pelukan dari bocah kecil itu yang sekarang duduk manis di samping kanannya.
Arsya terus menatap penuh kegembiraan ke arah Sila. "Arsya seneng Kak Arsi bisa datang," balasnya.
Senyuman di wajah Sila masih terpancar. Ia terperangah dengan Arsya yang dapat mengucapkan huruf 'r' dengan jelas. Karena sewaktu ia kecil, ia masih agak cilat--susah mengucapkan huruf 'r' secara jelas.
Sila menganggukan kepalanya, "Kak Sila juga senang bisa bertemu dengan Arsya."
"Arsya panggil Kak Arsi, ya," pinta Arsya dan dibalas anggukan senang oleh Sila.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKSA
Teen FictionTAKSA Arsila, ia telah menemukan obat untuk luka lamanya. Ia sudah mulai bisa tersenyum hangat kepada orang asing. Namun, obat yang telah ia temukan terasa tarka baginya. Ia ingin tahu apa obatnya itu akan bertahan lama untuk dirinya. Jika tidak, ia...