Sudah seminggu Sila tak mendengar kabar dari Azmi. Lelaki itu hilang begitu saja tanpa memberikan alasan yang jelas. Reina, gadis itu turut menghilang juga. Hanya surat izin bertuliskan alasan kepentingan keluarga.
Sila benar-benar tak paham. Ia sudah bertanya kepada sepupunya mengenai keberadaan Azmi. Tapi Danu bilang jika Azmi tak berada di rumah.
Danu hanya menemukan Arsya yang bermain bersama pengasuh. Jawaban dari pengasuh pun tak membantu sama sekali. Karena keluarga tersebut terkesan menutupi masalah mereka. Danu juga sudah menelpon nomornya Azmi dan dibalas jika Azmi sedang sibuk dengan masalah keluarga.
"Sila serius mau ke rumahnya Kak Azmi sendirian?" tanya Kiara dengan raut keseriusan.
Sila menganggukan kepalanya mantap dengan senyuman menenangkan. "Gue gak bisa terus terikat ketidakpastian dengan Azmi, Ki. Gue harus selesain ini dan gue berharap bisa ketemu dengan Azmi," jawabnya berusaha tegar.
"Oke. Hati-hati, ya." Kiara pun melepas pegangan tangannya pada kedua pergelengan tangan Sila.
Lalu Sila berjalan menuju ojek yang telah dipesannya. Ia pun segera berangkat ke kediaman Randika.
Selesai membayar ojek tersebut, Sila berjalan menuju pos satpam lalu bertanya. Tapi jawaban dari pak satpam itu membuatnya begitu hancur.
"Keluarga Randika pagi tadi sibuk beberes untuk pergi ke Kanada. Bilangnya gitu sih neng dari Den Arsya. Oh ya, tadi bapak juga liat ada non Reina kemari. Kayanya dia juga ikut pergi."
"Saya boleh tanya soal hubungan antara Azmi dan Reina itu apa ya, Pak?" tanya Sila setelah berhasil menahan diri untuk tidak runtuh.
"Saya kurang tahu, Neng. Tapi Non Reina sering main ke sini. Soalnya saya kerja di sini baru dua tahun. Seinget saya Non Reina sering main ke sini baru setahun. Dia juga akrab dengan tuan dan nyonya."
Hati Sila tertawa hambar mendengar jawaban itu. Sebenarnya hubungan seperti apa yang terjalin antara Azmi dan Reina.
"Oh gitu, Pak. Kalo gitu saya pamit pulang, ya."
"Hati-hati ya, Neng." Sila menganggukan kepalanya lalu membalikan tubuhnya. Ia akan berjalan sebentar untuk menenangkan dirinya baru ia memesan ojek lagi dan pulang ke rumah untuk istirahat.
•••
Setelah menyelesaikan makan malam, seperti biasa Sila akan mengurung diri di kamar dengan menyibukan diri bersama tumpukan bukunya. Tapi malam ini ia tak berselara mengencani para bukunya.
Kedua matanya tertuju pada bingkai kosong di sebelah kirinya. Terakhir ia memasang foto dirinya bersama sahabat dekatnya. Ia mulai merindukan lelaki itu.
Kepergian Azmi yang meninggalkan ketidakpastian pada dirinya membuatnya teringat kenangan lamanya. Seakan membuka luka lama yang ia coba sembunyikan.
Ia berdesis pelan seraya memejamkan kedua matanya. "Rivan," lirihnya.
Ia kembali membuka kedua matanya. Lalu ia menyandarkan punggunya pada kursi. Ia teringat dengan gelang pemberian Rivan yang tak sengaja ia tinggalkan di rumah sakit.
Pikirannya terasa dipenuhi beban lama yang datang ditambah beban barunya. Dua lelaki yang ia anggap berharga berhasil melukainya--membuatnya menangis.
Semenjak perubahan sikap yang dilakukan oleh Azmi, Sila merasakan kesulitan dalam menghadapi perubahan tersebut.
"Terima kasih," ucap Arsila dengan senyum manis di wajahnya. Ia menatap begitu hangat lelaki di hadapannya yang sedari tadi hanya diam saja.
"Kamu ... taksa," lanjutnya.
Pandangan matanya tertuju pada jalanan di depan sana. Ia berharap bisa bertemu dengan Azmi lagi. Ia menghela napas panjang. Ia harus mencoba merelakan lelaki itu.
END.
Thanks and see you in the next story.
(Kembang Api dan Kau Istimewa)
Bye 🐧🐻💚

KAMU SEDANG MEMBACA
TAKSA
JugendliteraturTAKSA Arsila, ia telah menemukan obat untuk luka lamanya. Ia sudah mulai bisa tersenyum hangat kepada orang asing. Namun, obat yang telah ia temukan terasa tarka baginya. Ia ingin tahu apa obatnya itu akan bertahan lama untuk dirinya. Jika tidak, ia...