Bel rumah Danu berbunyi keras, kepala Sila langsung tertoleh ke arah pintu. "Sil, tolong bukain! Gue masih ngurusi Dani!" seru Danu yang sibuk memandikan adiknya.Baiklah, Sila pun menuruti perintah tersebut. Pagi tadi ia diminta oleh Danu untuk membantu mengurus Dani yang masih berusia tiga tahun dikarenakan orang tua lelaki itu sedang menjenguk ibu dari Dara-tantenya. Jadilah, ia pergi ke rumah Danu sekalian mengerjakan PR-nya.
Saat pintu rumah terbuka jantungnya langsung berdegup cepat. Kedua matanya melebar menatap lelaki di hadapannya yang masih terasa aura dingin.
"Danu mana?" tanya Azmi langsung. Ia menatap dengan sorot penuh ketajaman.
Sila berusaha mengendalikan dirinya, lebih tepatnya degup jantungnya, "Lagi ngurusin Dani. Silakan masuk." Lalu ia mempersilahkan Azmi masuk. Tapi lelaki itu malah diam membatu di pintu.
"Bilangin ke Danu buat datang ke pesta ulang tahun adik gue," ucap Azmi menatap lurus ke arah mata Sila.
Gadis itu menganggukan kepalanya perlahan, "Oke, gue bakal sampein ke dia." Ia menatap balik Azmi, ia begitu membenci tatapan itu.
"Eh Mi, ternyata lo. Masuk dulu gue buatin minum," ucap Danu yang menggendong adiknya. Ia berjalan menghampiri Sila dan Azmi yang mengalihkan fokus kepadanya.
"Makasih, gue langsung pulang." Azmi tersenyum tipis kepada Danu lalu ia menyerahkan kartu undangan kepada Danu saat lelaki itu menghentikan langkah tepat di hadapannya.
Danu menerima kartu tersebut kemudian membacanya sebentar. Ia melirik sebentar Sila yang diam memperhatikan dengan posisi masih sama yaitu memegang pintu rumah. Lalu ia beralih kembali menatap sahabatnya seraya menyerahkan kartu undangan tersebut kepada adiknya.
"Sila gak lo undang?" tanyanya.
"Gue pulang,," pamit Azmi langsung pergi meninggalkan kedua orang bersaudara itu yang diam dalam kesedihan.
Lalu Sila langsung menutup pintu dan berjalan menuju meja ruang tamu untuk kembali menyelesaikan tugas sekolahnya. Danu memperhatikan tingkah sepupunya yang bodo amat terhadap sikap Azmi.
"Gue bakal bicara sama Azmi-"
"Gak perlu. Buat apa lo bicara ke dia, gak penting," potong Sila cepat lalu sibuk menuliskan jawaban atas soalnya.
Danu pun memilih diam dan membiarkan gadis itu tenang. Ia akan tetap bicara kepada Azmi, meminta kejelasan--alasan kenapa sepupunya tidak diundang.
Arsya pernah bilang kepadanya jika Sila akan diundang dalam pesta ulang tahun bocah imut itu. Tapi kenapa Azmi tadi tak menjawab pertanyaannya. Artinya Azmi tak mengundang Sila di pesta ulang tahun Arsya.
•••
Memang benar jika Sila tak diundang ke pesta ulang tahunnya Arsya. Paginya ia kedatangan tamu yaitu bocah imut itu bersama abangnya yang masih menatapnya dingin.
Setelah menuangkan secangkir teh kepada dua tamunya, Sila menatap ceria kepada Arsya yang mengulurkan pemberiannya. Kening Sila seketika berkerut tatkala ia menerima hangat hadiah tersebut.
"Apa ini, Arsya?" tanya Sila lalu menatap Arsya yang duduk bersama Azmi.
"Itu hadiah sebagai tanda maaf karena abang kemarin tidak ngundang Kar Arsi. Padahal Arsya udah bilang buat undang kakak. Tapi abang nolak, gak jelas alasannya," jawab Arsya menjelaskan.
Sila menganggukan kepalanya paham, sesekali ia menatap Azmi yang terlihat cuek. Lalu ia tersenyum manis, "Arsya suka gak dengan hadiah dari Kak Arsi?"
Arsya mengangguk dengan senyuman lebar. "Aku bisa berani untuk tidur sendiri semalam," jawabnya seraya mengingat boneka beruang pinguin besar pemberian Sila.
Gadis itu senang mendengar jawaban dari Arsya, "Oh ya, Arsya mau makan gak?" Kedua mata Sila berbinar-- berharap Arsya dan Azmi setuju untuk makan di rumahnya.
Belum sempat Arsya menjawab pertanyaan dari Sila dengan persetujuan. Azmi terlebih dahulu menyatakan penolakan.
"Abang ada urusan, ayo kita pulang!" Azmi langsung berdiri dan menatap adiknya untuk berdiri juga.
Terlihat raut kesal terpampang jelas di wajah Arsya. "Abang kalo mau pulang silakan. Arsya bisa minta Pak Tirto jemput Arsya," tolaknya seraya mengalihkan tatapannya dari abangnya.
"Jangan keras kepala gitu," balas Azmi hendak meraih lengan kiri adiknya namun ditahan oleh Sila. Gadis itu menatap Azmi memohon agar dirinya jangan memaksa.
"Lo jangan ikut campur," desisnya tajam lalu kembali meraih lengan adiknya dan memaksa bocah itu untuk menurut.
"Biar gue yang antar Arsya pulang. Biarkan dia main di sini sebentar," pinta Sila seraya berdiri. Ia menatap dengan permohonan kepada Azmi.
"Gak perlu," balas Azmi dengan raut wajah keras.
Terlihat Arsya yang menahan tangis di balik tundukan kepalanya. Sila sedih melihat Arsya yang ditarik paksa abangnya untuk pulang. Motor vespa milik Azmi telah menghilang tanpa meninggalkan suara klakson ataupun lambaian tangan dari Arsya.
•••
Setelah menyelesaikan ekstra, Sila buru-buru menghampiri Azmi yang masih bersiap bersama Raka dan Rizky untuk pulang.
"Hai! Maaf ganggu," ucap Sila setelah ia berhasil berdiri di hadapan ketiga lelaki itu.
"Ada doi eh maksud gue ada Sila," sahut Rizky yang tersenyum ramah dan dibalas oleh Sila dengan senyuman yang sama pula. Raka ikut mengalihkan fokusnya ke arah Sila sedangkan Azmi hendak pergi tapi dicekal oleh Raka.
Sila beralih menatap Azmi yang enggan menatapnya, "Azmi, bisa tolong berikan ini kepada Arsya." Ia pun menyerahkan amlop berisikan surat ucapan terima kasih.
Ujung mata Azmi menatap uluran surat tersebut lalu menatap tajam kepada gadis di hadapannya. "Lo tau sopan santun 'kan?" tanyanya.
"Iya, tau." Sila menganggukan kepalanya dengan tangan masih terulur--menunggu Azmi menerima surat darinya.
"Kalo tau kenapa gak manggil gue 'Kak' sebagai rasa hormat lo sebagai adik kelas?" tanyanya lagi lalu melepas cekalan dari Raka dan memilih pergi terlebih dahulu.
Perlahan Sila menurunkan tangannya yang menerima penolakan dari Azmi. Ia enggan menatap punggung lelaki itu yang masih bersikap dingin kepadanya.
Ia tak mengerti kenapa Azmi bersikap seperti itu kepadanya. Apa karena Reina yang posesif itu sehingga menyuruh Azmi harus bersikap dingin kepada semua cewe.
"Biar kita yang anterin surat itu kepada Arsya," saran Rizky dengan raut kegembiraan--berharap Sila akan terhibur.Benar saja, Sila tersenyum senang lalu memberikan suratnya kepada Rizky. "Makasih ya, Kak."
"Maafin sikapnya Azmi, ya. Setelah berita dia pacaran dengan Reina, sikapnya memang lebih keras dari sebelumnya. Dia ada tekanan yang gak mampu untuk diungkapin," balas Raka menjelaskan.
Rizky menganggukan kepalanya setuju, "Bener banget. Kalo diliat dari tatapannya, Azmi seperti butuh teman curhat. Tapi gengsinya gede."
Sila hanya dapat tersenyum menanggapi penjelasan dari dua lelaki itu. "Kalo gitu gue pulang duluan ya, Kak Rizky dan Kak Raka," pamitnya seraya menatap Rizky dan Raka bergantian. Mereka berdua pun mengizinkan Sila untuk pulang.
"Gue kasihan sama Sila," keluh Rizky dengan kedua mata tertuju pada Sila yang telah pergi menuju gerbang depan untuk menunggu jemputan dari Sahril.
Raka menghela napas sejenak seraya merampas lembut amplop dari pegangan Rizky, "Gue udah coba bicara dengan Azmi, tapi dia bungkam. Lalu gue juga udah tanya ke Reina ya dia gak ngasih jawaban yang tepat menurut gue."
Rizky mengalihkan fokusnya kepada Raka. "Lo kenal dengan Reina?"
"Gue greget Azmi berubah jadi patung. Terpaksa gue berani tanya ke Reina," jawabnya lalu berjalan terlebih dahulu. Rizky pun menyusul langkah dari sahabatnya.
"Reina jawab gimana?" tanya Rizky.
"Dia malah bilang kalo Azmi memang beneran cinta pada dia."

KAMU SEDANG MEMBACA
TAKSA
Fiksi RemajaTAKSA Arsila, ia telah menemukan obat untuk luka lamanya. Ia sudah mulai bisa tersenyum hangat kepada orang asing. Namun, obat yang telah ia temukan terasa tarka baginya. Ia ingin tahu apa obatnya itu akan bertahan lama untuk dirinya. Jika tidak, ia...