Di bab ini, aku hanya ingin mengungkapkan banyak terima kasih. Atas segala yang kamu ciptakan, dan aku tak bisa membalas nya selain mengucapkan 'terima kasih'. Aku sadari, saat pertama kali aku bertemu dengan mu. Dan saat pertama kali, kita memulai topik.
Di usia itu, aku di ajarkan banyak hal untuk belajar menjadi dewasa. Dalam hal pikiran, bukan hanya dalam hal fisik. Berkat dirimu, aku mengenal sesuatu yang memaksaku untuk diam dan terus mendengar. Diam tentang perasaan ku yang terkubur rapih, dan terus mendengar tentang celotehan mu.
Mulut mu itu, padahal sudah berbusa-busa. Seakan, tak pernah lelah untuk berhenti berceloteh mengenai hari-hari mu. Diri mu yang dulu aku kenal, adalah sesosok anak laki-laki lugu, periang, penuh senyum dan tawa. Hari mu yang begitu menyenangkan, seolah semesta sedang berlarian bersama mu.
Sedangkan aku, gadis pendengar ini hanya mampu tersenyum dan ikut tertawa kala kamu juga tertawa. Seolah, semesta berbanding balik dengan ku. Yang terus di hantui perasaan aneh, sehingga aku kecil sedikit takut untuk bercerita mengenai perasaan ku sendiri.
Saat itu, aku hanya berusaha untuk mempertahankan pertemanan kita. Mempertahankan tawa yang senantiasa mengisi hari-hari ku di sekolah. Pada nyata nya, tanpa aku pertahankan pun momen itu pergi dengan sendiri nya. Meninggalkan ku dengan sejuta teka-teki, dan menjebak ku di dalam lubang hitam seorang diri.
Sosok nya yang sekarang, sangat berbeda. Benar-benar terlihat asing, kepribadian mu yang begitu pendiam, datar, dan jarang tersenyum di hadapan ku. Begitu pula dengan dirimu yang telah mengenal orang-orang baru, dan kamu memulai pergaulan bersama mereka.
Berbeda dengan ku, yang hanya bisa menemani mu saat di sekolah. Kembali esok, dan esok. Seterusnya begitu. Aku tak bisa royal seperti mereka, alasannya sederhana. 'aku selalu gugup jika di dekat mu'. hal itu mulai kurasakan, setelah kamu hilang. Tak lagi menyapa ku seperti dulu.
Berkatmu, orang-orang yang dulu memberiku perlakuan buruk, kini tak berani menatapku. Tak ada lagi ejekan saat kamu di sisi ku. Berbanding balik dengan saat ini, semua nya kembali. Penindasan yang mereka lakukan dan ejekan, yang dulu telah asing kini timbul dengan luka baru. Tak mau kah kamu melindungi ku, seperti dulu? Tentu tidak ya, aku tahu mungkin kamu lelah.
Tak bisa kubayangkan, apa jadinya jika dulu aku tak mengenalmu. Mungkin masa-masa pendewasaan ini yang bertahap hingga sekarang tak akan ada momentum istimewanya lagi. Tak ada alasan yang membuatku menyunggingkan senyum, dan tak ada alasan yang menjadikanku gadis tangguh layak nya saat ini.
Terima kasih, dengan kisah singkat itu aku belajar. Untuk terus menjadikan hidup sebagai panutan, dan tak selalu bergantung pada orang lain. Karena apa? Yang sempat berlabuh tak selamanya akan berlabuh. Yang dulu membuatku tersenyum, akan pergi menghilang pada waktunya.
Dan satu lagi, berkatmu aku tahu. Setiap yang datang, tak hanya merangkai kisah. Tetapi, juga merangkai sebuah pengalaman hidup. Yang menuntunku untuk dewasa, berani, tangguh, sabar, dan tetap tersenyum walau dalam keadaan pelik sekalipun.
Sekali lagi, terima kasih. Maaf, tak bisa membalas lebih, mungkin dengan ucapan ini. Ucapan yang tak pernah aku lontarkan terang-terangan. Bisa kamu rasakan lewat desis angin, yang menemani hari-hari mu dan mereka.
Cukup sekian, terima kasih atas semua kisah yang selalu membuat dadaku bergemuruh. Yang selalu membuat bibir ku menyunggingkan senyum di setiap malam pengantar tidur. Bagaikan dongeng, aku terlelap kala bayangmu menghampiriku.
Inilah kisahku...
🔥🔥
Gimana menurut kalian?
Jangan lupa kasih saran, kritik, vote nya juga jangan ketinggalan....
See you🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua cangkir, dua rasa
Teen FictionCerita ini hanya sepenggal kisah cinta putih biru. Sebuah perkenalan dalam kelas, dan waktu yang berjalan. Mendekatkan kita, seolah saling melengkapi. Tak ada kata pisah, cerita demi cerita terajut membentuk kenangan yang tak dapat di gantikan oleh...