Berita buruk

7 1 0
                                    

Selesai berbelanja kebutuhan dan beberapa camilan untuk mengisi kekosongan waktu, aku dan Freya melanjutkan perjalanan menuju kediaman Reli. Sejujurnya, aku sama sekali tak tahu alamat rumah nya. Tetapi, berkat bantuan Freya yang bertanya kepada Alfa. Beban ku sedikit berkurang, kami melesat membelah jalanan yang padat. Mega senja tampak elok di kota penuh polusi ini.

Mendengar adzan Maghrib, aku dan Freya melipir ke salah satu masjid umum. Setelah memastikan motor terparkir dengan benar dan aman. Kami berdua memasuki masjid, tak lupa mengambil wudhu dahulu. Dua puluh menit sholat Maghrib berjamaah telah usai, hal yang tak di sangka-sangka. Aku dan Freya sama-sama melihat Reli yang tengah memasang sepatu nya

Freya menarik pergelangan tangan ku untuk menghampiri nya. Melihat kehadiran kami, ia hanya melirik malas dan beranjak pergi.

"Eh, Rel...Reli tunggu! Sini lo, Naizila ada perlu. Heh batu, es, kutub, sini....main kabur aja." Panggil Freya heboh sambil melambai-lambaikan tangan nya.

Reli berbalik malas menghampiri kami berdua, dan kedua bola mata milik Reli menatap ku lekat dengan beribu pertanyaan yang melekat di benak nya.

"To the point, gue buru-buru, mau ketemu sama Dinar!"

Mendengar nama Dinar, pertahanan ku seolah hilang. Mendadak aku kehilangan kata-kata hanya untuk mengucapkan terimakasih. Bibir ini hanya terdiam rapat, kedua mata ini lesu dan kosong.

"Cepet!" Desak nya sekali lagi.

Aku menggeleng cepat sambil terus menunduk lesu.

Reli berdecak kesal, "Buang-buang waktu."

Setelah memastikan Reli benar-benar pergi, Freya menghujani ku dengan omelan-omelan tak berfaedah nya. Ingin menjelaskan apa yang sebenarnya aku rasakan pun Freya juga akan tetap mengomel layak nya ibu-ibu rempong.

Rintik hujan berangsur menjadi rintikan yang lumayan deras, mengharuskan aku dan Freya berteduh di salah satu ruko. Kebetulan sekali ruko tersebut sudah tutup, jadi kami tak peduli jika harus di usir. Dengan alasan mengganggu pembeli, begitulah tabiat orang-orang kota di Indonesia.

Benak ku menerka seseorang yang berdiri tak jauh dari tempat kami. Orang itu memakai Hoodie hitam pekat dengan coretan abstrak berwarna biru-putih. Aku semakin khawatir, merasa terintimidasi oleh seseorang tersebut. Tetapi aku berusaha untuk mengusir pikiran-pikiran negatif yang menghantui perasaan ku.

30 menit sudah, hujan mulai reda. Rintik nya pun tak seberapa, namun langit masih senantiasa menunjukkan warna abu-abu kepedihan nya. Jalanan becek tentu membuat ku yang mengendarai motor harus pelan-pelan, untuk menghindari cipratan air hujan yang menggenang di atas jalanan aspal.

**

"Buru kantin, gue laper." Kata Freya setengah berteriak di ambang pintu.

"Iya-iya." Jawab ku seraya berlari kecil ke arah nya.

Melihat kondisi kantin yang ramai dan bising, membuat Freya mencak-mencak tak keruan. Lantaran ada menu favorit nya batagor. Yang sudah habis tak tersisa. Tampak dari gerobak batagor yang tengah di bereskan oleh penjual nya.

Mau bagaimana lagi? Yang aku lakukan hanya mengelus pundak nya, sedang kan Freya tetap mencak-mencak kesal.

"Ya udah cari makanan lain deh."  Bujuk ku masih mengelus pundak nya.

Freya menggeleng kuat, dan aku hanya menghela nafas pasrah.

Datanglah dua makhluk konyol dengan tampang menjengkelkan. Masing-masing memperlihatkan deretan gigi nya yang rapi tak ternodai. Tak lain adalah Delvin dan Alfa. Selepas mencari kosong, tentu nya dengan memanfaatkan kehadiran Delvin serta Alfa. Akhirnya kami berempat dapat menikmati makan-makan di kantin dengan menu nasi goreng spesial dari Bu Yuyun.

Dua cangkir, dua rasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang