Semenjak kejadian malam itu, kini Delvin lebih dekat dengan ku. Meskipun dalam lubuk hati ini, seorang Reli masih menempati persinggahan utama. Kata-kata pedas tak lagi keluar dari mulut nya, tapi tetap saja. Sikap nya yang berubah-ubah sering membuat ku kesal bukan main. Hari-hari indah bersama Delvin, Freya, dan Alfa begitu indah di lalui.
Sejenak, bersama mereka aku dapat melupakan segala nya tentang Reli. Akan tetapi, sosok Reli kembali terngiang saat kami berdua tak sengaja berpapasan di tempat umum atau di jalan. Dan seperti nya, saat ini Reli tengah dekat dengan Dinar. Mungkin peristiwa tabrakan itu membuat mereka dekat.
Baru datang, aku sudah di hadiahi permasalahan Freya dengan Alfa. Baru sampai Freya sudah menunduk lesu, ketika aku meminta nya untuk bercerita Freya malah menangis tersedu-sedu. Untung nya siswa-siswi yang datang baru beberapa, sebagian yang datang juga memilih bertengger di luar daripada di dalam kelas.
Freya yang ceria, tangkas, dan hobi meledek orang itu kini berbanding balik dengan keadaan nya. Rambut nya juga tidak di rapikan, wajah lesu dan mata sembab menghiasi pias wajah tengil nya.
Tak tega melihat nya menangis tersedu-sedu, sampai nafas nya tersendat-sendat aku pun langsung memberi nya pertanyaan bertubi-tubi. Berharap Freya bersedia menceritakan keluh kesah nya.
"Semalem, gue di turunin di depan gang." Jelas Freya masih sesenggukan.
Mendengar penjelasan alasan yang sepele hingga menangis separah ini, sontak aku tertawa kencang tanpa mempedulikan raut Freya yang berubah. Benak nya bertanya-tanya, mungkin ia heran mengapa aku menertawai nya puas.
"Kasian mana masih muda." Ledek ku menyisakan tawa.
Freya mendelik tak suka, lalu aku memegang kedua bahu nya agar Freya mau menghadap ku, "Di turunin di depan gang itu nggak seberapa, gimana kalo lo jadi gue. Di turunin di depan rumah sakit? Pasti lo udah nangis kejer sampe bunuh diri."
Raut Freya berubah, ia seperti menahan tawa. Entah apa yang membuat nya menahan tawa hingga wajah nya memerah. "Sialan, gue lagi sedih pengen ngakak. Gimana ekspresi lo waktu itu ya".
"Udah tenang kan, gue yakin kok Alfa pasti punya alesan." Tutur tersenyum tulus.
Rencana nya, istirahat pertama ini aku dan Freya memutuskan untuk menemui Alfa mengenai masalah semalam. Setelah menemukan Alfa yang duduk seorang diri di sudut kantin. Freya berlari lebih dulu mendahului ku. Aku juga ikut berlari kecil menyusul Freya yang sekarang sudah duduk berhadapan dengan Alfa.
"Kenapa semalem nurunin gue di depan gang?" Tanya Freya bernada dingin.
"Maaf Fre, gue syok. Karena gue dapet chating dari bokap kalo nyokap gue di rawat di RS." Jelas Alfa dengan wajah pias yang memohon kepada Freya.
"Kenapa nggak cerita sama gue?" Tanya Freya masih dengan nada dingin.
"Gue syok Freya." Jelas Alfa yang tampak kehabisan akal.
"Gue maafin." Jawab Freya sekenanya.
"Udah maaf-maaf nya?" Tanya Delvin, air muka nya tampak bosan.
Alfa dan Freya kompak mengangguk.
Delvin beralih menatap ku, begitu pun dengan ku yang tak segan-segan menatap nya balik. Cukup lama....
"Entar pulang sekolah, kumpul di cafe tuju-tuju yuk." Ajak Freya.
"Setuju ibu negara." Jawab Alfa antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua cangkir, dua rasa
Teen FictionCerita ini hanya sepenggal kisah cinta putih biru. Sebuah perkenalan dalam kelas, dan waktu yang berjalan. Mendekatkan kita, seolah saling melengkapi. Tak ada kata pisah, cerita demi cerita terajut membentuk kenangan yang tak dapat di gantikan oleh...