Satu menit setelah bel berbunyi, aku dan Freya bergegas menuju kantin. Takut jika kantin sudah ramai dan sesak. Pasti lebih susah untuk memesan makanan. Melihat keadaan kantin yang ramai dan sesak, aku dan Freya sama-sama mendengus kesal. Kami berdua memilih untuk menghabiskan waktu di perpustakaan. Tapi langkah kami sama-sama terhenti saat Alfa berdiri sambil merentangkan kedua tangan nya. Jangan lupakan dengan senyum lebar nya.
"Ke kantin yuk, gue yang pesen makanan deh." Ajak Alfa kepada Freya.
Freya mengangguk senang, "Tapi sama Naizila ya, kasian dia udah jomblo sendiri lagi."
"Idih." Balas ku sengit.
Kami kembali ke kantin, aku dan Freya pergi memilih kursi yang kosong. Sekitar sepuluh menit menunggu, tetapi Alfa tak kunjung kembali. Mungkin karena padat nya penghuni kantin yang masih sibuk membeli makanan.
"Liat Alfa nggak?" Tanya Delvin tiba-tiba, entah sejak kapan kedatangan nya.
Aku dan Freya sama-sama terperanjat kaget melihat kedatangan Delvin tiba-tiba.
"Innalilahi, astaghfirullah ngagetin aja sih lo" Decak ku sebal.
"Cih, gitu aja kaget. Dasar pantat kuda." Ledek Delvin sinis.
"Dari pada lo upil badak." Balas ku turut meledek.
"Emang lo pernah liat badak ngupil?" Tanya Delvin tersenyum miring.
Kedatangan Alfa menghentikan acara perdebatan antara aku dan Delvin. Selepas menaruh nampan yang berisi makanan dan minuman dingin, Alfa menatap ku dan Delvin bergantian.
"Bisa kagak sih, sehari aja kalo ketemu jangan adu mulut." Protes Alfa kesal.
"Kita yang adu mulut, kok lo yang kesel sih Fa?" Tanya Delvin heran.
"Tau nih." Beo ku.
Aku dan Delvin saling tatap secara bergantian. Kami berdua saling melempar senyum sumringah.
"Cie senyum-senyum." Ledek Freya.
Aku dan Delvin kembali saling pandang, kali ini dengan tatapan yang ogah-ogahan.
"Najis." Semprot ku beralih menatap mie ayam yang hampir dingin.
"Lo lebih najis " Damprat Delvin kesal.
"Lo"
"Lo"
"DIAM." Gertak Alfa kesal.
"Suara kalian merusak suasana." anjut Alfa menatap kami bergantian.
"Lebih merdu suara Freya." Ujar Alfa lagi sembari menatap Freya genit.
Sang empu yang di tatap genit pun tersenyum malu.
"Baru pertama ini ada orang uwu gue nggak iri." Gumam ku sengaja dengan nada sedikit lantang.
"Iri bilang sahabat." Balas Freya terkekeh geli.
**
Sebelum pulang, aku masih harus melaksanakan piket. Begitupun dengan Rion sebagai ketua kelas harus mengawasi siswa-siswi yang masih piket.
"Rion, lo pulang aja. Lagian bentar lagi kita selesai kok." Tukas ku tersenyum singkat.
"Ini tugas gue, nggak mungkin lah gue ninggalin tugas gue gitu aja." Jawab Rion.
"Ini nih, gue suka. Berjiwa pemimpin banget, nggak salah anak sekelas milih lo." Pinta ku membuat Rion menepuk dada nya bangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua cangkir, dua rasa
Teen FictionCerita ini hanya sepenggal kisah cinta putih biru. Sebuah perkenalan dalam kelas, dan waktu yang berjalan. Mendekatkan kita, seolah saling melengkapi. Tak ada kata pisah, cerita demi cerita terajut membentuk kenangan yang tak dapat di gantikan oleh...