Menjadi Pelindung

8 3 0
                                    

"Assalamu'alaikum." Pamit ku pada kedua orang tua ku.

"Waalaikumsalam." Jawab kedua orang tua ku serempak.

"Sekolah! Jangan."

Sebelum melanjutkan ucapan papa aku memotong nya, memang terlihat tidak sopan. Tapi, aku tak mau di jadikan bahan ledekan pagi-pagi.

"Siap Pa." Ucap ku berlalu pergi.

Tak mau kejadian kemarin terulang, yang menunggu jemputan sampai kakiku pegal-pegal. Aku memilih untuk menaiki sepeda, jarak nya memang lumayan jauh. Tapi tak apa, sekali-kali sambil bersepeda santai.

Aku menuju jalur pintas, di mana jarak nya menjadi sedikit singkat. Sehingga aku bisa tetap sampai di sekolah pagi-pagi. Sesampai nya di sekolah, aku memarkirkan sepeda ku di tempat nya.

Daun dan ranting berjatuhan ke sana ke mari. Angin pagi ini sedikit kencang, namun suasana sekolah tak pernah berubah. Hanya kejadian-kejadian kecil yang membuat semua nya begitu indah dan bermakna.

Di dalam kelas, aku melihat Dinar yang tengah fokus menulis sesuatu. Aku berjalan menghampiri nya sambil tersenyum lebar.

"Pagi Dinar." Sambut ku.

Dinar membalas dengan senyuman.

"Nulis apaan?" Tanyaku.

Dinar menggeleng cepat, tapi tiba-tiba dia menarik pergelangan tangan ku.

"Ikut aku ke kantin." Jawab nya sambil terus menarik ku.

Aku memilih untuk ikut saja, kuduga mungkin Dinar belum sarapan.

Setibanya di kantin, Dinar langsung membeli roti isi. Aku memilih untuk duduk menunggu nya.

"Pagi Naizila." Suara itu, sudah kuduga berasal dari Reli.

Aku menoleh ke belakang, mendapati Reli dengan senyum tengil nya.

"Ngapain pagi-pagi di kantin?" Tanya nya sambil mengeluarkan sekotak bekal yang berisi nasi goreng.

Asap dari nasi goreng tersebut mengepul ke udara, bau harum khas nasi goreng menusuk hidungku. Padahal tadi sudah sarapan dengan roti dan segelas susu, tapi perut ini kembali keroncongan kala menghirup aroma nasi goreng tersebut.

"Nganterin Dinar beli sarapan". Jawab ku dengan mata yang tak lepas menatap nasi goreng yang menggugah selera.

"Mau?" Tawar nya sambil menyodorkan sekotak bekal ke arah ku.

Aku menggeleng cepat.

Reli mengambil sendok dan langsung melahap suapan nasi goreng ke mulut nya. Aku masih mengawasi nya, berkali-kali aku meneguk ludah ku. Rasanya, aku ingin mencicipi sesuap nasi goreng tersebut.

"Naizila, udah bel nggak denger." Teriakan Dinar tepat di telinga kanan membuat ku terkejut bukan main.

"Keasikan ngeliatin gue sih". Kata Reli terkekeh geli sambil mengemas kotak makanan nya dan kembali memasukkan kotak tersebut ke dalam tas.

Aku masih membeku di tempat, tawa cekikikan nya berdengung-dengung di gendang telinga ku. Seolah, suara nya membuat seisi dunia berhenti.

"Mikirin apa sih? Reli?" Tanya Dinar sambil mengguncang bahu ku pelan.

Aku tersenyum tipis.

"Jangan-jangan nih bocah kesurupan lagi."  Ucap Dinar bergidik ngeri meninggalkanku.

Sadar akan kepergian Dinar, buru-buru aku mengejar nya.

Pembelajaran matematika hari ini, lebih tepat nya pagi-pagi ini sudah membuat kepala ku pening. Rasanya, aku ingin memuntahkan rumus-rumus itu dalam kepala ku. Namun, tak sengaja aku melirik Reli. Ia terlihat begitu antusias mengikuti pembelajaran matematika pagi ini. Atau jangan-jangan, laki-laki tengil seperti nya menyukai mata pelajaran matematika.

Dua cangkir, dua rasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang