EMPAT

59 3 1
                                    

Suasana pagi yang cerah di SMA Tunas Harapan ini, bisa dibilang berbeda dengan cuacanya.

Pagi ini, seluruh siswa dan siswi SMA Tunas Harapan banyak yang mengeluh ini dan itu. Namun, hanya bisa mereka pendam sendiri.

Bagaimana tidak?

Disaat pagi ini, harusnya seluruh siswa dan siswi sarapan, atau sekedar bertegur sapa, harus tersita lantaran kepala sekolahnya.

Seluruh siswa dia arahkan untuk berkumpul di lapangan, untuk membicarakan tentang hal-hal kecil saja.

Seperti kebersihan lingkungan sekolah, tata tertib, atribut, dan masih banyak lagi.

Tentu saja membuat mereka semua kesal. Topik yang dibicarakan terlalu monoton.

Itu juga yang dirasakan Aretha.

Saat ia ingin pergi ke kantin, setelah sebelumnya ia menaruh tas di kelas, kepsek langsung meminta semuanya berkumpul.

Aretha yang belum sarapan pun, terpaksa mengikuti hal itu. Ia tau, dimana letak sopan santun, jadi tak asal menghilang saja.

"Ingat! Jagalah kebersihan lingkungan sekitar kalian! Hargai guru! Dan berpakaian yang rapi. Masa, kalian mau kalah sama anak TK di luar sana?!"
Suara sang kepala sekolah, membuat banyak siswanya berdecak.

"Dulu TK, gue juga gitu kali. Emang dasarnya bocah, gimana sih tuh guru." Gerutu Aretha.

Aretha membenarkan poni dan rambutnya yang terurai itu. Sesekali ia mengusap perutnya yang sakit, karena belum makan.

"Mana gue belum sarapan lagi. Nih orang minta di demo in nih, kalo sampe satu jam." Gumamnya lagi.

Aretha menundukkan kepalanya, dan melihat ujung sepatunya.

Sampai matanya melihat sepatu lain, yang berasal dari barisan belakang juga ikut bersebelahan dengan sepatu kanannya.

"Lagian sih, bukannya sarapan di rumah."

Aretha sedikit membalikkan badan, sebelum akhirnya berdecak sebal. Mood nya seketika hancur di pagi ini, hanya karena melihat senyuman Barra.

Senyuman manis Barra, di sela-sela permen coklat kegemaran lelaki itu.

Aretha tak begitu menanggapi ucapan Barra, ia pun kembali menghadap ke depan.

Aretha tak mau, tenaganya akan terkuras hanya untuk meladeni manusia seperti Barra.

"Kenapa gak sarapan? Telat?" Tanya Barra pada Aretha yang memunggunginya.

Aretha tak menjawab. Ia menulikan pendengaran, terhadap kosakata nya Barra.

"Yeh, dasar cewek cantik. Ditanya juga, malah diem." Ucap Barra, dengan membisikkannya pada Aretha.

Aretha kokoh terhadap pendiriannya. Ia diam tak menjawab, saat mulutnya sudah gatal ingin bersumpah serapah.

"Yank, jawab bebeb mu ini dong. Masa iya, cowoknya sendiri di kacangin?" Bisik lagi Barra.

Aretha berdecih menanggapinya. "Berisik!" Ujar Aretha pelan.

Beberapa siswa menatap Aretha dan Barra sekaligus. Mereka semua seakan tau, bahwa Aretha marah terhadap Barra yang usil itu.

Barra sendiri tersenyum mendengar jawaban Aretha, yang sangat jauh dari ekspektasi nya.

"Kabur bareng, lah kuy. Gue juga belum makan nih." Bisik lagi Barra.

Kali ini, Aretha benar-benar menghadap ke arah Barra. Tidak sepenuhnya, hanya setengah badannya saja.

FAJAR UNTUK SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang